Memaknai Kehidupan di Ndoro Canga
MuchammadFauzan 24 Oktober 2015Alur kehidupan tak pernah ada yang tahu. Alih-alih saja kita sudah menjalaninya tanpa kita sadari. Seolah Sang Sutradara alam semesta telah mengaturnya dengan sedemikian sempurna. Namun kenyataannya memang begitu. Meskipun seakan tak diduga dan tak disangka, ternyata kita diarahkan pada cabang yang kita butuhkan, bukan yang selalu kita inginkan. Cabang kehidupan itu terbersit olehku saat melewati daerah Ndoro Canga (Gunung Bercabang) saat beranjak dari Dusun Sori Bura, Desa Oi Bura Kecamatan Tambora menuju kota Bima, Nusa Tenggara Barat. Hari itu kami beranjak dari lokasi SDN Sori Bura yang menjadi sekolah penempatanku mengajar selama setahun kedepan. Yup. Sebuah dusun kecil yang terletak di kaki Gunung Tambora yang masih sangat kental dengan keramahan warganya dan keriangan anak-anak saat bertemu dengan orang baru yang akan menetap di dusun mereka selama setahun nanti.
Saat melihat kawasan Ndoro Cangga yang sekilas nampak seperti dataran kering Afrika, dengan hamparan tanah tandus dan kering yang ditengahi gundukan beberapa puncak bukit atau gunung yang menjadi pelengkap pemandangan itu, sejenak aku membuka kilas balik memori melihat catatan kenangan masa laluku hingga sampai pada titik ini. Sebuah titik dimana ini adalah tahap menempa diri dalam sekolah kepemimpinan dan merajut tenun kebangsaan dalam keberagaman. Serangkaian alur yang bercabang yang telah kulewati hingga saatnya sekarang benar-benar turun tangan untuk ikut turut melunaskan janji kemerdekaan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
Dengan gambaran yang sebegitu besarnya, aku pun tak ingin banyak bermimpi. Tak ingin banyak berorasi tanpa aksi, apalagi beretorika tanpa karya nyata. Bagiku mimpi saat ini adalah untuk mendidik anak-anak di sekolah terpencil agar mereka berani bermimpi yang besar dan hebat, serta punya kobaran semangat untuk mewujudkan mimpi mereka. Bagiku, ini adalah langkah pertama dari ribuan jejak yang akan kutinggalkan di belakang nantinya. Ya !!! Aku sudah berada di SDN Sori Bura. Sebuah sekolah terpencil yang bahkan salah satu kelasnya adalah bekas sebuah kandang kambing dan bahkan sebagian dekorasi kelas juga raib dimakan si "kambing pengunjung" dan meninggalkan jejak-jejak hasil pencernaan makanan di halaman sekolah yang menjadi ornamen alami yang mau tak mau dengan setia di tiap harinya menemani anak-anak yang penuh keriangan ini bermain dan belajar.
Dan dengan kembali melihat keberadaan diriku, aku sadar ini bukan saatnya mengutuki dan menyesali segala yang ada dihadapanku. Ini adalah saat berharga bagiku untuk menyalakan lilin kecil dan mengisi hari-hari mereka dengan sebuncah harapan dan menanam pohon impian yang akan mereka kejar mulai dari sekarang.
Lantas kehidupanku setahun kedepan akan kugulirkan dengan ceria dan gegap gempita yang akan menemani langkah kecil mereka menuju Ndoro Cangga kehidupan mereka sendiri. Menuju percabangan hidup yang akan mereka pilih dan jalani dengan segenap hati dan seluruh sukma raga mereka kelak. Jalan hidup yang nantinya akan menuntun mereka pada sebuah pencarian kebahagiaan dalam hidup. Jalan hidup yang nantinya akan menuntun mereka pada sebuah pencarian kebahagiaan dalam hidup.
Dan kini 75 tunas Pengajar Muda di 10 penempatan telah tersebar di nusantara untuk mencari kebahagiaan yang sudah menunggu mereka untuk ditemukan. Kebahagiaan di sekolah tempat anak-anak belajar, di rumah tempat orangtua angkat kami dan di seluruh tempat yang akan kami singgahi.
*Tulisan ini dimuat di Harian Bima Ekspress, Selasa 6 Oktober 2015
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda