Sabar dulu Pak Guru, Beta Masih mau Mengaji!

Masdar Fahmi 30 November 2012

“Shodaqollah.... “ Ucapku bermaksud mengakhiri.

Namun Herman masih enggan mengakhiri, “Sabar dulu pak guru, beta masih mau mengaji...”

Okay, ternyata Herman masih bersemangat untuk mengaji. Wow, neuron-neuron Herman mungkin sedang melompat-lompat menyambungkan diri, tanda dia baru belajar sesuatu. Takut neuron itu tidak tersambung atau bahkan putus di tengah jalan, baiklah aku menuruti keinginannya.

Herman memang tampak bersemangat. Anak ini, sejak kegiatan mengaji resmi kubuka—males deh bahasa gue, dia belum pernah absen. Hari ini baru hari ketiga sih, tapi aku merasakan hal yang beda dengan anak ini. Herman yang kelas 5 ini belum lancar membaca susunan abjad. Pun ketika di kelas, Herman seperti ogah-ogahan jika kuajak membaca. Tapi membaca tulisan Arab, tampaknya minat Herman sedang meluap-luapnya.

Di hari ketiga pelaksanaan TPQ, anak-anak yang datang tak sebanyak saat premier-nya dulu. Hari ini mungkin sepertiganya saja. Tapi, semangat anak-anak yang masih mau mengaji tidak berubah, termasuk Herman. Bahkan, mereka memaksaku untuk maju dua kali—minta disimak mengaji.

Insya Allah, kegiatan ini akan rutin selama 2 kali dalam seminggu. Ada lho yang menunggu-nunggu datangnya hari mengaji, bahkan setiap hari akan ada pertanyaan, “Pak guru, sebentar sore mengaji?” Aku menanggapinya dengan tersenyum dan berkata, “Mengaji setiap hari Selasa dan Jumat, ini hari apa, hayo??”

Aku bersyukur dengan antusiasnya anak-anak menyambut kegiatan baru mereka ini. Paling tidak, dua hari dalam seminggu, masjid akan menjadi ramai dengan lafadz-lafadz penyejuk hati, insya Alloh. Dan juga, tentu saja aktivitas ini akan menjadi sedikit variasi bagi mereka selain bermain di sore hari.

Kadang aku merasa terharu sendiri dengan sikap anak-anak ketika datang saat mengaji. Ada yang sibuk selalu bertanya, “Pak guru, jam berapa? Su jam 4?” Ada juga yang tak sabar, “Pak guru, mengaji sudah!” Hahae, aku senang.

Apalagi persiapan ketika mengaji sudah tiba, kadang bikin aku cekikikan. “Anak-anak, ayo su jam 4, saatnya mengaji!” Aku berseru. Seketika ada anak yang langsung berhamburan ke laut, mandi. Ada yang rebutan timba di sumur, mandi juga. Lantas sebagian cewek mulai sibuk membalutkan busana muslimnya—lalu dengan malu-malu datang ke masjid.

Ada sedikit kebanggaan di wajah mereka ketika memakai busana tertutup. Entahlah, itu hanya perasaanku saja kah? Yang jelas, wajah mereka terlihat lebih charming. Apalagi murid-muridku yang cewek, sudah seperti santri pondokan saja. Ohya, ada yang sedikit ganjen, anak yang mungkin sudah mulai puber ini menyemprotkan sedikit wewangian di badannya. Hahae, baiklah. Enda guru senang kalau anak-anak bersemangat belajar mengaji.

“Mari, sebelum kita mulai mengaji kita berdoa dulu, berdoa mulai!”Serentak paduan suara dari anak-anak pelita kecilku itu mulai berkumandang. Permadani bergambar ka’bah yang terpasang di muka tempat imam seakan tersenyum bangga mendengar anak-anak ini melantunkan kalam-kalam Ilahi.


Cerita Lainnya

Lihat Semua