Mercusuar Pendidikan

Billy David Nerotumilena 13 Oktober 2012

Jumat sore itu, di sela senggang aktivitas, aku dan beberapa orang staff Kecamatan Molu Maru, termasuk Camat, memutuskan untuk mencari menu makan malam kami, dengan memancing di pesisir sebuah pulau kecil, tidak jauh di selatan Pulau Molu, pulau tempat kami berdiam di Desa Adodo Molu. Sepintas tidak ada yang menarik, hanya pasir putih, terpaan ombak di tebing karang serta terdapat sebuah landmark berupa mercusuar kecil tanpa penjaga. Fakta terakhir menarik, yang juga mungkin menjadi latar belakang toponimi pulau ini, yang disebut dengan Pulau Lampu.

*****************************************

Bukan lilin, tapi mercusuar

Sebuah ungkapan metafora founding father Indonesia Mengajar, Bapak Anies Baswedan yang sering dijadikan prakata motivasi kepada jajaran Pengajar Muda dan terpampang dengan gagahnya di tampilan awal website Indonesia Mengajar, “....stop cursing the darkness, let’s light more and more candle...”. Pertanyaan yang sama mungkin ada di benak pembaca sekalian, kenapa harus lilin?

Lilin menjadi diksi yang menjadi highlight pembahasan awal sebagai analogi. Lilin itu penerang, penerang yang nyalanya menerangi kegelapan. Kegelapan ini menjadi analogi kondisi faktual pendidikan republik ini. Di banyak wilayah di Indonesia, termasuk wilayah penempatan Pengajar Muda dari barat sampai ke timur Indonesia yang belum terjangkau listrik, lilin merupakan salah satu sesuatu lazim yang sangat bermanfaat. Lilin hanya berpendarkan cahaya api kecil. Lilin hanya memiliki jangkauan cahaya hanya beberapa meter. Namun jika ditempatkan di lokasi yang tepat, jumlah yang memadai, maka kegunaannya akan nampak. Sebagai Pengajar Muda, kami tidak mengecam kelam dan gulita pendidikan, kami sudah mengambil langkah untuk peduli, kami berkontribusi pada negeri meskipun sedikit dan kami diharapkan juga bisa menjadi lilin-lilin pendidikan di beberapa pelosok negeri, selama pengabdian satu tahun ini.

Tapi sering dilupakan lilin hanya menjadi penerang sementara, tidak bertahan lama. Lilin itu lemah. Lilin leleh dan lama kelamaan habis terbakar. Sebuah harga yang harus mahal dibayar. Dampaknya juga tidak akan dirasakan oleh banyak pihak berkepentingan, tidak lama dan tidak berkelanjutan. Lilin juga dengan mudah mati ditiup angin, lilin tidak akan bisa menyala di luar ruangan. Lilin padam terkena hujan. Habis lilin, habis pula penerangan. Lilin lemah, sangat terbatas fungsi dan kinerjanya.

Lain halnya dengan mercusuar. Mercusuar juga penerang. Mercusuar diciptakan untuk sebuah fungsi menjadi penanda keamanan dan transportasi laut, yang memperlihatkan bahwa ada sebuah batas yang jelas antara darat dan laut. Mercusuar bukan ada di hingar perkotaan, bukan di bising industri, bukan di gemerlap metropolitan. Letaknya di pesisir, pelosok, pulau kecil dan wilayah perbatasan. Ukuran dan bentuk berbeda, namun semua dengan fungsi yang sama. Dia akan tetap kokoh berdiri, menjalankan fungsinya di tengah terik, hujan, angin kencang, badai dan ancaman apapun. Dengan atau penjaga pun akan tetap memenjarkan sinarnya. Bagi banyak orang yang hidup bukan di pelosok, mercusuar tidak akan mempunyai dampak apapun. Tapi coba tanyakan kepada nahkoda kapal, nelayan, angkatan laut, masyarakat pesisir bahkan yang tengah tersesat. Mercusuar menjadi sangat beridentitas, sebagai penerang, penanda batas dan penunjuk arah.

Pengajar Muda sebagai mercusuar pendidikan

Pengajar Muda harus tangguh, tanggap terhadap perubahan dan tidak mudah dilemahkan dengan tantangan dan ancaman apapun. Pengajar Muda harus bertahan dalam kondisi apapun. Berbekal kompetensi pedagogis dan kepemimpinan, dua mata pisau yang diharapkan sama tajam dan terasah yang kemudian menjadi senjata utama Pengajar Muda selama menjalankan tugas di daerah penempatan. Kemudian, jika fakta ini ditarik pada eksistensi Pengajar Muda, tentunya lilin bukan lagi menjadi analogi yang tepat. Eksistensi Pengajar Muda harus nampak sebagai mercusuar. Kenapa demikian? Ini tentunya akan menjadi retorika, ketika Pengajar Muda bisa memaknai dengan dalam keputusan personalnya untuk berdedikasi dan tulus dalam menjalankan semua bidang kerjanya.

Pengajar Muda yang purna tugas ataupun Pengajar Muda aktif, tentunya dengan mudah  mendeskripsikan bagaimana kompleksivitas tantangan dan ancaman selama masa penempatan. Skeptisnya masyarakat sekitar terhadap pendidikan, stakeholder yang apatis, birokrasi yang korup, anak didik “berkepala batu”, penyakit kulit, malaria, kutu yang mendera, kondisi geografis yang mencekam, kejenuhan, kerinduan penerimaan secara sosiologis yang kurang baik dan banyak hal lainnya. Itu semua tantangan, ancaman dan kendala. Kemudian yang menjadi sorotan yaitu sebuah penyikapan, penyikapan sebagai seorang Pengajar Muda. Fakta yang terbagikan dalam Ruang Belajar, cerita PM dalam blog, dan berbagai media lain, hanyalah sebagian kecil penyikapan yang telah diambil oleh Pengajar Muda. Tentunya sebuah penyikapan positif. Penyikapan untuk tidak menjadi budak semua ancaman dan tantangan. Diwujudkan dengan karya inovatif, kreasi dan prestasi. Tercipta, teregenerasi dan tidak akan pernah habis. Namun, itu semua bukan dengan proses yang instan. Pengajar Muda berpikir, berbrainstorming dengan banyak pihak, trial dan error, dan upaya keras lainnya. Seringkali yang tidak terdokumentasikan adalah air mata, kegagalan dan penyesalan terhadap upaya yang dipandang gagal. Pengajar Muda secara tidak langsung menyandang kode etik informal, dimana selama yang terdokumentasikan merupakan hasil akhir yang baik, yang harapannya menjadi inspirasi dan pembelajaran bagi siapapun yang berkepentingan. Tapi yang pasti tentunya, ini sebuah hasil dari sebuah eksistensi dan konsistensi dalam jerih lelah Pengajar Muda yang tidak pernah luntur dalam segala keadaan. Terus menelurkan karya dan kreasi tanpa mengharapkan sebuah apresiasi. Pengajar Muda telah membuktikannya, Pengajar Muda telah bertransformasi dari lilin menjadi mercusuar. Pengajar Muda bertahan, tidak terlemahkan dan terus menjalankan tugasnya.

                                                   *****************************************

Malam itu sepulang mengail dari Pulau Lampu, aku terus menatap mercusuar kecil itu dalam gulita malam di tengah suara speedboat yang menderu. Aku berpikir, aku termenung dan aku belajar.

Dengan segala kerendahan hati, aku memberikan apresiasi ini untuk semua guru dan Pengajar Muda di seluruh pelosok negeri. Semoga semua mercusuar pendidikan selalu dalam lindunganNYA.

Salam hangat dari Maluku Tenggara Barat....

 

 

 


Cerita Lainnya

Lihat Semua