Kelas Enam Punya Mimpi

Mario Surya Ramadhan 30 September 2012

Sebagian besar Pengajar Muda biasanya mengambil peran atau diserahi tugas oleh kepala sekolah mengawal siswa kelas enam agar sukses menghadapi Ujian Nasional (UN). Begitu juga dengan saya, selain menjadi guru kelas di kelas dua, saya juga menjadi guru les tambahan kelas enam. Pelajaran tambahan dilaksanakan pada hari Senin-Jum’at dari jam 15.00-17.00 WIT. Pada tulisan kali ini, dengan bangga saya akan memperkenalkan murid-murid kelas enam SD YPK Siboru Kabupaten Fakfak, target mereka untuk UN dan cita-cita mereka.

Murid yang duduk di kelas enam tahun ini berjumlah sepuluh anak. Empat dari sepuluh siswa adalah laki-laki, yaitu Erikus Hombore (Erik), Misael Hombore (Misael), Imelson Hombore (Imel) dan Jermias Labobar (Jery). Sementara enam yang lain perempuan, yaitu Akdamina Ginuny (Akda), Astrianti Hombore (Asti), Ferderika Pattipi (Dika), Gresela Pattipi (Sela), Lidya Ega Samori (Ega) dan Yerenska Rosita Morin Urbon (Awin).

Hari pertama program les tambahan, saya meminta anak-anak menuliskan target untuk UN, ingin melanjutkan ke SMP mana dan cita-cita mereka di atas kertas warna. Saya berharap cara ini bisa menumbuhkan budaya “bermimpi” dan membuat target yang terukur. Setidaknya anak-anak tahu apa yang hendak dikejar dalam hidup mereka selama setahun ke depan dan mulai membayangkan kelak ketika sudah besar hidup mereka kira-kira akan seperti apa.

Nampaknya kata ”target” belum lazim di telinga anak-anak kelas enam. Raut muka anak-anak serempak berubah mengekspresikan kebingungan ketika saya meminta mereka menuliskan target untuk UN, yang beberapa bulan ke depan akan mereka hadapi. Saya pun mencari padanan kata lain yang sekiranya dapat dicerna oleh anak-anak. Raut kebingungan sedikit memudar ketika saya katakan “apa yang mau anak-anak capai di Ujian Nasional ?” tetapi tangan mereka belum juga bergerak untuk menuliskan apa yang saya minta. Akhirnya saya memberikan contoh di satu kertas warna, “Mario Surya Ramadhan. 1. Lulus Ujian Nasional.  2. Nilai setiap mata pelajaran minimal 8. 3. Ingin masuk SMP Negeri 1 Fakfak. 4. Cita-cita: Guru”. Setelah diberikan contoh yang konkrit anak-anak pun mulai berkreasi di atas kertas warna yang telah saya bagikan.

Inilah target dan mimpi segelintir, dari sekian banyak “mutiara” Kampung Siboru. Kita mulai dari siswa laki-laki terlebih dahulu. Erik, anak bungsu dari enam belas bersaudara, menulis “Erik. 1. Lulus Ujian Nasyonal 2. Nilai mata pelajaran tidak boleh lebih kecil dari 7. 3. Cita-cita saya guru”. Misael menulis “lulus ujian nasional, mata pelajaran saya 10, cita-cita saya jadi tentara”. Misael memggambar dua senjata di kertas warnanya, senjata yang satu berwarna merah dan yang satunya lagi berwarna hijau.

Sementara Imel, yang lihai memancing, menulis “1. Lulus ujian nasonal. 2. Nilai mata pelajaran tidak bole kecil dari 6. 3. Cita-cita saya menjadi Polisi”. Ia memberi garis bawah pada kata “Polisi” seakan menegaskan cita-citanya tersebut. Jery, putra asli Tanimbar putra angkat Mama Desa menulis “1. Lulus ujian nasyonal 2. Nilai mata pelajaran tidak bole kecil dari 7. 3. Cita-cita saya tentara”. Jery menggambar hati yang tertusuk panah di sebelah tulisan tentara. Sepertinya ia telah jatuh cinta kepada cita-citanya.

Akda, siswi yang jago bermain sepak bola, di atas kertas warna merah ia menulis “lulus ujian nasional, nilai mata pelajaran 7, saya mau masuk SMP YPK, cita-cita saya polwan”. Asti, yang kalau sudah tertawa bisa mengintimidasi orang lain untuk ikut tertawa, menuliskan “1. Lulus ujian nasional 2. Mata pelajaran 6. 3. Saya masuk  SMP YPK Fakfak  4. Cita-cita saya menjadi Ibu Guru”. Sama seperti Imel, Asti juga menggaris bawah cita-citanya. Bagi saya garis bawah tersebut bermakna besarnya tekad mereka untuk mengejar cita-cita yang mereka tuliskan.

Dika, yang tinggal sendiri di rumah pinggir pantai, menulis “1. Lulus Ujian Nasional 2. Berapa mata pelajaran 9, cita-cita saya polwan. Sela, siswi yang handal menulis surat, menuliskan “1. Lulus Ujian Nasional 2. Nilai mata pelajaran 7. 3. Saya masuk SMP Fakfak, Cita-cita saya guru”. Ega, yang merupakan anak dari Bapak Samori, wali kelas 6, menulis “1. Lulus Ujian Nasional 2. Mata pelajaran tidak boleh rendah dari 6. 3. Setelah lulus ujian saya sekolah di SMP Don Bosco 4. Cita-cita saya menjadi pendeta”. Terakhir Awin, yang asli Sorong, di kertas warna miliknya ia menuliskan “1. Lulus ujian nasional 2. Mata pelajaran tidak boleh rendah 3. Setelah lulus ujian saya masuk SMP di Sorong. Cita-cita saya menjadi Ibu Guru”.

Meskipun masih terdapat susunan kalimat dan penulisan kata yang kurang tepat, hari itu saya bahagia luar biasa anak-anak bisa meng-capture masa depan mereka. Setelah itu kami menempelkan “kertas warna mimpi” di atas karton manila biru dan menempelkannya di dinding kelas tepat di sebelah papan tulis, agar setiap pagi mereka datang ke sekolah, masuk kelas, mereka bisa menengok sebentar mimpi masing-masing dan mimpi kawannya.

Karton telah tertempel di dinding, kami berdiri membuat lingkaran, semua anak menutup mata, melipat tangan mereka di dada dan berdoa dipimpin oleh Erik. Di dalam hati saya berdoa “Tuhan, mudahkanlah jalan murid-muridku menuju UN, mudahkanlah jalan mereka meraih cita-cita, berikan kepada mereka semangat belajar dan semoga anak-anak ini bisa bermanfaat bagi Kampung Siboru dan Indonesia”. Saya berharap anda juga memanjatkan doa yang sama untuk murid-murid kelas 6, mutiara-mutiara Siboru ini.


Cerita Lainnya

Lihat Semua