info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Selamat Nak, Semesta Memilihmu !

Liska Rahayu 23 Oktober 2015

Hari ini, saya mendapati kembali suratnya. Saya baca perlahan, khidmat, ia menulis dengan malu. Dari hati. Dari hasrat yang beradu. Junita, anak yang hari itu memberiku surat, memintaku untuk mengajar 2 tahun disini. Anak yang hari itu aku tau, bahwa semangatnya melebihi tingginya gunung di belakang sekolah kami. Anak yang hari itu aku tau, bahwa hasratnya menuntut ilmu, lebih panjang dari jalan yang harus ia tempuh melewati bukit-bukit setiap hari ke sekolah. Junita, Satu-satunya anak yang tinggal ditengah kebun kopi. Setiap hari ia berjalan kaki 1 jam lamanya untuk menuju ke sekolah. Di usianya yang masih belia, ia pandai merangkai kata. Menyimpul makna. Ia hanya ingin satu, menjadi seorang penulis profesional.

Hari ini, betapa haru dan bahagianya saya, kompetisi kepenulisan yang diadakan oleh kementrian pendidikan di Jakarta, berhasil ia lampaui. Ia Lolos. Ya, Junita Lolos dalam kategori pendongeng cilik di Konferensi Penulis Cilik Indonesia (KPCI) 2015. Ia menjadi 1 dari 165 anak yang di undang ke Jakarta. Ia telah berhasil bersaing dengan beragam karya dari ratusan bahkan mungkin ribuan anak-anak se indonesia. Anak Dusun pertama yang akan menginjakkan kakinya di Ibu kota di penghujung bulan nanti. Allah peluk mimpimu, nak. Allah buka-kan jalanmu. Kamu sudah membuktikan, setidaknya pada dirimu sendiri, bahwa keterbatasn bukanlah batasan untukmu bergerak maju. Kamu sudah membuktikan, bahwa anak yang lahir dan besar di lereng bukit barisan sepertimu, bisa bersaing dengan anak-anak yang lahir dan besar dari hingar bingar kota.

Saya masih ingat, setiap pulang sekolah, saya menemaninya untuk belajar membuat syair. Belajar mendongeng. Pun saya masih ingat, ketika dia sudah mulai bosan dan letih berlatih, dia selalu berkata :

" dek pacak aku bu, maluan, banyak ige" (tidak bisa saya bu, malu, banyak sekali).

Detik itu pula saya akan mengingatkannya tentang jakarta. Tentang mimpinya menaiki pesawat. Selama ini, ia hanya tahu jakarta dari gambar-gambar post card yang dikirim oleh para kakak-kakak sahabat pena-nya.

"Semangat kudai, kalo la dikde semangat, mak mane nak ke jakarta. Semangatlah, mangke pacak ke jakarta. Uji nak ngina laut dari pucuk pesawat, uji nak tau jakarta, uji nak jadi penulis, uji..."

(semangat dulu, kalau tidak bersemangat, bagaimana mau ke jakarta. Semangatlah, nanti bisa ke jakarta. katanya ingin melihat laut dari atas peswat, katanya mau tahu Jakarta, katanya mau jd penulis, katanya...). 

Jika saya sudah berkata seperti itu, biasanya ia akan luluh dan akan bersemangat kembali. Selamat nak, semesta memilihmu, yakini saja !

 

Danau Gerak, 11 Oktober 2015

 


Cerita Lainnya

Lihat Semua