Danau Gerak dalam Kemarau

Liska Rahayu 20 Juli 2015

Kemarau tiba. Danau Gerak lebih dingin dari biasanya. Perapian di dapur menjadi tempat paling membahagiakan untuk sekedar bercengkrama atau menghangatkan diri. Beberapa orang wanita paruh baya hingga tua dan sesekali anak-anak, pagi hari, sudah sibuk dengan keranjang sayur yang diletakaan dibelakang punggungnya. Bagi masyarakat Semendeu, Pagi adalah pertanda, bahwa ada harap disetiap jengkalnya. Selain beranjak ke sawah atau kebun, beberapa lainnya, sibuk menjemur kopi. Kopi yang baru mereka panen dari kebun yang jaraknya berkilo-kilo meter. Mendaki dan menuruni bukit menjadi candu bagi mereka. Percayalah, seberapapun jarak yang mereka tempuh, selalu ada tawa di setiap kerut yang mereka simpul. Bulan-bulan kemarau tahun ini, adalah bulan yang membahagiakan bagi mereka. Di musim inilah sayuran-sayuran mereka, padi-padi mereka dan kopi-kopi mereka siap di panen.

Sore di Danau Gerak, sama seperti sore-sore sebelumnya. Asap kayu bakar menjadi aroma khas dikala sore. Memasak, menjadi agenda wajib bagi perempuan di Danau Gerak. Selain Kopi, Sayur menjadi menu utama bagi masyarakat semendeu. “Bawa Gulai”, sebutan untuk campuran sayur (labu siam, talas atau kacang merah) dengan beras yang ditumbuk yang ditambah dengan tepung dan rempah-rempah menghangatkan malam ditengah dingin yang perlahan menusuk tulang. Malam datang, kehidupan di Danau Gerak mulai sunyi senyap. Disini, sudah tidak terdengar lagi suara langkah kaki orang berjalan di pelataran rumah. Gelap. Menjadi sahabat bagi masyarakat Danau Gerak selama bertahun-tahun. PLN belum juga masuk. Aliran air sungai dimanfaatkan oleh warga sebagai tenaga micro hidro untuk menjadi penerang mereka dikala malam. Temaram cahaya menjadi penanda bahwa ada kehidupan di balik kayu-kayu rumah mereka.

                                                           J.E.D.A

Untukmu jeda yang tek pernah sia-sia

Terimakasih untuk waktu yang kau penggal dengan makna

Untuk kening yang bersujud ketika hening

Untuk gamang yang meregang ketika remang

 

Untukmu jeda yang tak pernah menafikan ruang

Terimakasih untuk gema yang kau tanggalkan

Untuk lirih yang kau degup dalam radang

Untuk riuh yang kau retak dalam rebah

Terimakasih jeda, darimu kami belajar.

           

                                                                                     Danau Gerak, 19 Juli 2015

 


Cerita Lainnya

Lihat Semua