Solar Eclipse Rangers (1)

LiliSakilah 12 Maret 2016

Sudah paling tidak dua minggu terakhir saya menyosialisasikan tentang Gerhana Matahari 9 Maret 2016, dan desa kami, termasuk kedalam salah satu wilayah dalam lintasan Gerhana Matahari Total (GMT). Tentu tantangan tersendiri bagi saya untuk menyampaikan apa itu Gerhana dan bagaimana itu terjadi, dan mengapa menjadi sesuatu yang sangan spesial sehingga dinantikan. Materi mengenai Gerhana memang baru dipelajari ketika kelas 6, dimana ketika matahari, bulan dan bumi berada dalam posisi sejajar itulah yang akan membuat Gerhana Matahari, saat cahaya matahari tertutupi bulan.

Sempat saya menyatukan beberapa kelas besar untuk menjelaskan mengapa Gerhana ini bisa terjadi, meskipun beberapa dari mereka masih merasa bingung kenapa matahari, bulan dan bumi bisa sejajar seperti itu. Akan tetapi, paling tidak banyak diantara mereka yang sangat antusias menanyakan berkali-kali kapan Gerhana itu terjadi setelah mengetahui betapa langka peristiwa ini terjadi.

“Ibu… kapan itu Gerhana akan datang?” tanya salah satu muridku, seolah Gerhana adalah seseorang yang sangat jauh yang akan mampir.

“9 Maret, korang sudah 3 kali bertanya hari ini tho?” tanyaku balik sambil tertawa. Ia hanya tersenyum malu dan pergi menghampiri temannya.

Beruntung, sekolah kami menjadi salah satu yang mendapatkan paket edukasi Gerhana Matahari dari UNAWE (Universe Awareness) Indonesia, kacamata  matahari dan panduan membuat proyeksi lubang jarum menjadi salah satu isinya.

Sabtu 5 maret, aku mengajak beberapa siswaku untuk membawa kotak sepatu dan beberapa alat lainnya untuk membuat proyeksi lubang jarum yang nantinya akan digunakan untuk melakukan pengamatan Gerhana Matahari Total. Saya menunggu di depan perpustakaan untuk mengerjakan proyeksi lubang jarum bersama-sama. Akan tetapi, sangat disayangkan hanya beberapa siswa yang hadir disana. Sempat saya membayangkan bahwa aka nada lebih banyak siswa lagi yang turut serta, dan demi tidak menyurutkan semangat mereka yang telah hadir, saya memulai pembuatan proyeksi lubang jarum.

Beberapa anak lainnya terlihat mulai berdatangan melihat kami yang sedang berkutat dengan kotak sepatu, alumunium foil dan beberapa gulungan lakban dan lem. Beberapa siswa kelas kecil yang belum mengerti apa yang sedang kami kerjakan juga mulai berkerumun.

“Ibu, ba apa?” (“ibu, sedang apa?”) Tanya salah satu siswa kelas satu.

“Ibu sedang buat alat untuk balihat Gerhana rabu nanti.” Jawabku.

Diantara kerumunan itu, datang seorang siswa kelas 4 dan bertanya, “Ibu, kotak ini boleh kah? Torang tak punya kotak sepatu.” Tanyanya sambil menunjukkan kardus bekas snack yang mungkin ia dapatkan dari kios di depan sekolah.

“Boleh.” Anggukku menjawab.

Binar matanya membuatku luluh, dan betapa senangnya ia bisa turut bergabung meskipun dengan keterbatasan.

“Ibu, kotak ini juga boleh?” Tanya beberapa siswa  sambil menunjukkan dus bekas minuman kemasan.

“Boleh saja, ayo kita coba.” Timpalku.

Ketika itu, seketika kerumunan kami semakin ramai, bahkan sangat ramai. Kami tidak hanya menggunakan kotak sepatu sebagai media pembuatan proyeksi lubang jarum, tapi juga kotak snack, dus minuman dan bahkan dus mie instan. Ya, mie instan.

7 Maret 2016,

Lili Sakilah, PM-XI SD Inpres Ondo-ondolu SPC, Kabupaten Banggai - Sulteng 


Cerita Lainnya

Lihat Semua