DOMINO BERHITUNG

DedeSuhendar 12 Maret 2016

“Sepuluh, lima belas, dua puluh lima, sembilan belas”, semua siswa berteriak riuh di dalam kelas, dengan suara melengking dan bass mereka –baik perempuan ataupun laki-laki- untuk memastikan apakah tebakan angka yang mereka punya sesuai dengan jumlah kumpulan angka yang mereka simpan dalam permainan ini. “Satu, dua, tiga … tujuh … dua puluh lima”, terdengar suara hitungan yang sangat lantang dari kelompok pojok dalam kelas bagian kiri berhenti, dan salah satu temannya menghitung kembali “satu, lima … sepuluh … dua puluh lima” untuk memastikan hitungan dan ternyata tak bisa dihelakkan lagi, jumlahnya memang sudah benar, karena hitungan tepat pada angka dua puluh lima, pemenang pun berteriak meluapkan kemenangan atas tebakan angkanya, dan mulai melanjutkan permainan kembali dengan teriakan yang tak kalah hebat dengan kelompok sebelahnya.

Siswa/i membuat kartu seperti kartu domino dari kertas bukunya, setelah memiliki kartunya masing-masing, siswa/i dibagi menjadi beberapa kelompok dalam kelas, satu kelompok bisa terdiri dari 4 siswa/i atau lebih, mereka mulai memainkan permainan “domino berhitung”. Dalam kelompok, semua siswa/i menyimpan 1 kartunya di tengah-tengah buku yang kemudian di tutup, pun setiap siswa/i menebak berapa kira-kira jumlah angka yang akan keluar. Selanjutnya salah satu siswa/i membuka buku dan semua siswa/i langsung menghitung secara bersama berapa jumlah angka yang keluar. Apabila salah satu temannya merasa ingin memastikan hitungan, mereka bisa menghitung kembali. Pemenang adalah siswa/i yang bisa menebak jumlah hitungan angka dengan tepat dan kegiatan ini pun dilakukan secara berkali-kali, sehingga dari dalam kelompok ada yang memiliki nilai tertinggi atau siswa/i yang banyak menebak jumlah angka dengan tepat. Pemenang dari setiap kelompok pun dipanggil ke depan kelas, kemudian diberikan apresiasi atas kemenangan mereka. Aku pun berteriak memandu untuk memberikan apresiasi bagi pemenang, ”berikan tepuk segitiga untuk pemenang”, semua memberikan tepuk berbentuk segitiga, “berikan tepuk tanda seru untuk pemenang”, pun semua memberikan tepuk berbentuk tanda seru, dengan diakhiri satu tepukan dibawah sebagai titik pada tanda seru dan ditambah beberapa tawa kecil mereka, “dan yang terakhir, berikan tepuk supermen wus”, dengan sangat antusias semua siswa/i memberikan tepuk supermen wus “tet te ret tetet (dengan tangan menyerupai supermen mau terbang, kemudian semua mengebaskan kedua tangan menuju pemenang dan berkata) wuuuuussss…..  “, semua tersenyum kegirangan dan apalagi bagi pemenang permainan ini, bangga atas apa yang telah didapatkan hari ini.

Kelas kembali riuh dengan kebanggaan para pemenang dan sedikit kesesalan dari sebagian siswa/i yang belum beruntung menjadi pemenang, melihat kondisi ini, aku pun sedikit berteriak dan  mengatakan, “yang dengar pa guru tunjuk jendela”, semua siswa/i menunjuk jendela, “yang dengar pa guru tunjuk hidung”, mereka pun menunjuk hidung mereka dan salah satu dari mereka yang usil menunjuk idung temannya dengan menempelkan telunjuk pas di puncak hidung, “tak apa-apalah yang penting tetap hidung” dalam hatiku, kemudian “yang dengar pa guru diam”, dalam seketika semua siswa/i terdiam dan semua mata tertuju padaku untuk mendengar intruksi selanjutnya.

Waktu pun menunjukkan pukul 09.20 WIT, saatnya mereka istirahat, “saatnya kita ist…… “, belum habis kata keluar dari pita suaraku, mereka pun keluar dengan berteriak dan beberapa orang membuka sepatu mereka menuju lapangan untuk bermain bola dan sebagian yang lain menuju rumah masing-masing untuk rehat dan makan alakadarnya. Begitulah anak-anak SDN Tarak yang memiliki ekstra keceriaan dan tenaga tanpa batas. Aku pun meninggalkan ruang kelas, bergegas menuju rumah mama piaraku yang hanya berjarak ± 5 menit dari sekolah saja.  

Dede Suhendar, Indonesia Mengajar, Pengajar Muda X, Kampung Tarak, distrik Karas, Kab. Fakfak, Prov. Papua Barat.


Cerita Lainnya

Lihat Semua