Ibu, Maaf tangan saya habis pegang babi

Kurnia Widyastuti 20 November 2014

Ibu, maaf, tangan saya habis pegang babi

Malam menjelang, saya berpulang dari kediaman kak corry menuju rumah mama manu. Selama perjalanan, saya tidak pernah dibiarkan berjalan sendirian oleh anak-anak siboru. Selalu saja ada sejumlah anak yang akan menemani saya. Entah bagaimana, saya ingin menanamkan kebiasaan baik adat kejawen untuk santun dengan cara menyalami guru mereka. Hal itu pun refleks saya ajarkan kepada murid-murid saya ini.

Di jalan, saya seringkali bertemu dengan anak-anak dan menyodorkan tangan untuk disalami oleh mereka. “Hayu nak, salim sama ibu disini” atau “Hei nak, hayu pegang tangan dengan Ibu”. Biarlah sedikit otoriter, namun besar harapan saya agar sikap ini dapat terbiasakan dalam diri mereka untuk dilakukan tidak hanya kepada guru pengajar muda mereka, tetapi juga pada guru di sekolah ataupun pada orangtua mereka.

Tepat di depan rumah mama manu, keempat jagoan saya yang tidak ikut piknik hari ini terlihat berjalan menuju saya. Sedikit basa-basi di awal, saya bertanya alasan mereka tidak pergi piknik hari ini sambil menyodorkan tangan saya untuk disalimkan oleh mereka. Ketiga anak tampak santun menyalimi gurunya ini. Namun seorang anak, yang saya kenal dengan Niko, tampak berbisik kepada temannya dan kemudian berkata kecil dengan menyembunyikan tangan di belakang,“Ibu, maaf, tangan saya habis makan babi”.

Didalam lubuk hati saya yang terdalam, hati saya terenyuh sambil kemudian bertanya, “Oh, begitukah nak? Baiklah tidak apa-apa. Sudah cuci tangan kah nak?”. “Belum ibu..”, jawabnya sambil tersenyum kecut. “Oh begitu, baiklah.. tidak salim dulu tidak apa-apa yaa..”, jawab saya penuh senyum. Dan anak itu pun mengangguk dengan senyumnya yang selalu ingin membuat saya ingin mencubit pipinya. Allahuakbar JIbu, maaf, tangan saya habis pegang babi

Malam menjelang, saya berpulang dari kediaman kak corry menuju rumah mama manu. Selama perjalanan, saya tidak pernah dibiarkan berjalan sendirian oleh anak-anak siboru. Selalu saja ada sejumlah anak yang akan menemani saya. Entah bagaimana, saya ingin menanamkan kebiasaan baik adat kejawen untuk santun dengan cara menyalami guru mereka. Hal itu pun refleks saya ajarkan kepada murid-murid saya ini.

Di jalan, saya seringkali bertemu dengan anak-anak dan menyodorkan tangan untuk disalami oleh mereka. “Hayu nak, salim sama ibu disini” atau “Hei nak, hayu pegang tangan dengan Ibu”. Biarlah sedikit otoriter, namun besar harapan saya agar sikap ini dapat terbiasakan dalam diri mereka untuk dilakukan tidak hanya kepada guru pengajar muda mereka, tetapi juga pada guru di sekolah ataupun pada orangtua mereka.

Tepat di depan rumah mama manu, keempat jagoan saya yang tidak ikut piknik hari ini terlihat berjalan menuju saya. Sedikit basa-basi di awal, saya bertanya alasan mereka tidak pergi piknik hari ini sambil menyodorkan tangan saya untuk disalimkan oleh mereka. Ketiga anak tampak santun menyalimi gurunya ini. Namun seorang anak, yang saya kenal dengan Niko, tampak berbisik kepada temannya dan kemudian berkata kecil dengan menyembunyikan tangan di belakang,“Ibu, maaf, tangan saya habis makan babi”.

Didalam lubuk hati saya yang terdalam, hati saya terenyuh sambil kemudian bertanya, “Oh, begitukah nak? Baiklah tidak apa-apa. Sudah cuci tangan kah nak?”. “Belum ibu..”, jawabnya sambil tersenyum kecut. “Oh begitu, baiklah.. tidak salim dulu tidak apa-apa yaa..”, jawab saya penuh senyum. Dan anak itu pun mengangguk dengan senyumnya yang selalu ingin membuat saya ingin mencubit pipinya. Allahuakbar 


Cerita Lainnya

Lihat Semua