MEREKA YANG BERGULAT DENGAN DEBU

IsnainiRahmawati 14 Juli 2016

Siang itu, saya dan rekan Pengajar Muda XI, mbak Dewi Cimpluk, sedang duduk sambil memandangi jalan. Ngelamunin jodoh? Bukan dong! Kami sedang berpikir keras bagaimana cara agar bisa kembali ke desa masing-masing.  Kami baru saja selesai mengikuti kegiatan KKG di desa sebelah.

Seorang ibu menghampiri saya dan mengajak bercerita. Beliau adalah guru yang juga mengikuti kegiatan KKG hari itu. Tak lama kemudian, beliau menawari kami untuk menumpang bersama dengan rombongannya. Beliau dan rombongannya berangkat KKG dengan Bus yang sudah disediakan sekolahnya. Bus sekolah? Dalam bayangan saya bus sekolah itu bentuknya seperti balok tertutup yang di dalamnya ada kursi berjejer-jejer. Ada jendelanya, kalau beruntung paling tidak ada kipas angin atau AC.  Setidaknya kalau numpang bus sekolah itu, saya bisa tidur sejenak di kursi empuknya. Hmm, sounds good!

Tak lama, bus sekolah yang ditunggu pun datang. Teterereeet, ternyata bentuknya tidak mirip yang saya bayangkan. Masih berbentuk balok sih, tapi ini terbuka dan punya bak belakang. Juga tidak ada kursi empuknya. Lebih mirip dengan truk dibandingkan dengan bus. Tapi inilah bus sekolah. Ibu guru dan rombongannya pun menyilakan kami untuk naik terlebih dahulu. Alasannya supaya kami tidak terkena debu jalanan yang berterbangan ketika bus itu melintas. Masker dan topi adalah benda wajib untuk dipakai.  Ibu guru itu berceletuk sambil tertawa, “Yah, begini kami setiap hari kalau ke sekolah. Pergi naik truk begini. Kalau musim kemarau kayak sekarang, banyak debu. Harus pakai senjata andalan. Masker!”

Kami pun bercerita panjang lebar. Beberapa guru lain pun ahirnya ikut nimbrung. Sesi curhat pun terjadi di atas bus sekolah. Rombongan ibu guru ini kebanyakan masih berpangkat honorer. Namun perjuangan mereka untuk pulang pergi ke sekolah tempat mereka mengajar tak bisa disepelekan.

“Pernah saya kepikiran mau berhenti jadi guru honorer. Tapi kalau ingat anak-anak, saya jadi urung. Nanti siapa yang ngajar mereka kalau saya berhenti. Iya kan?”

Saya termenung….

Saya termenung karena kekaguman atas perjuangan rombongan ibu guru ini untuk mengajar. Kagum atas usaha beliau mengikuti kegiatan KKG yang bisa dibilang tidak dekat dari rumah dinasnya. Karena di atas segala usaha mereka selama ini, ada anak-anak Nusantara yang selalu menjadi prioritas untuk tetap mengajar di perbatasan Indonesia!

 


Cerita Lainnya

Lihat Semua