Mahkota dari Daun

IsnainiRahmawati 14 Juli 2016

Pagi itu, saya kalang kabut. Kenapa? Karena dua hari lagi anak-anak akan tampil untuk acara perayaan tahun baru 2016 di desa Sekikilan. Masalahnya, anak-anak masih belum punya kostum yang akan dipakai. Berceritalah saya kepada salah satu anak. Heri namanya. Keluarlah celetuk dari Heri ,”Ibu, kenapa kita gak pakai mahkota dari daun aja? Nanti biar aku panggil teman-teman!”

Di hari yang sama, sudah banyak anak yang berkumpul di depan rumah saya. Mereka mengajak saya untuk berkeliling desa mengambil daun elai sebagai bahan untuk membuat mahkota. Dua anak memanjat pohon elai untuk memetik daunnya dan menjatuhkannya ke bawah. Sisanya mengambil daun-daun yang berguguran di bawah pohon. Tanpa disuruh, mereka langsung berlarian ke serambi rumah untuk mulai membuat mahkota daun. Ada juga yang tidak melakukan apa-apa, tapi dia menyaksikan teman lain sambil menyanyikan lagu murut (lagu khas dari Dayak Agabag) dengan suaranya yang sebenarnya agak pas-pas an. Anak-anak yang lain pun tertawa. Sungguh, sore itu serambi depan rumah saya terasa begitu ceria. Inilah bentuk iuran publik dari anak-anak Sekikilan. Mereka menyumbangkan ide. Mereka menyumbangkan tenaga untuk mengumpulkan daun elai hingga menyulapnya menjadi mahkota-mahkota indah dari daun. Pun, ada juga yang menyumbangkan suara falsnya untuk meramaikan sore hari itu. What a day! J

 


Cerita Lainnya

Lihat Semua