info@indonesiamengajar.org (021) 7221570 ID | EN

Filosofi Ilui

IsnainiRahmawati 14 Juli 2016

Pertama, belajar dari proses pembuatannya. Saat akan membuat ilui, hal yang harus dilakukan adalah mencari bahan pokoknya, yaitu ubi. Mereka sebut proses ini dengan “Gali Ubi” di kebun. Gali ubi tidak bisa dilakukan sendirian. Bisa sih sendiri, tapi sangat aneh dan jarang dilakukan oleh masyarakat desa Sekikilan. Ibu-ibu disini biasanya berkelompok saat akan “Gali Ubi”. Minimal paling tidak tiga orang. Di kebun pun mereka berbagi tugas. Ada yang menggali ubi dari pohonnya, ada yang jadi tukang angkut, ada yang mengupas kulit ubi, ada juga yang memasak di pondok tengah kebun untuk makan siang. Nah, proses ini mengajarkan kita untuk gotong royong.

Begitu juga waktu memarut ubi yang sudah dikupas dan memeras hasil parutannya hingga menjadi sebuah cairan kental yang dinamai “natok”. Setelah ibu-ibu pulang dari gali ubi, mereka akan memanggil anak-anak yang ada di desa untuk memeras ubinya. Ketika diperas, parutan ubi harus diuleni bersama dengan air hingga sari-sarinya keluar. Ini mengajarkan tentang ketelatenan.

Setelah diperas, sari ubi yang sudah berbentuk cair ini tak bisa langsung dimasak begitu saja. Kita harus menunggu semalaman sampai sari itu menjadi keras dan menggumpal. Ini mengajarkan kita tentang kesabaran.

Tak habis di situ saja, sewaktu ilui sudah dimasak dan siap untuk disantap, ada juga tata cara untuk memakannya. Biasanya ilui akan dihidangkan di sebuah belanga besar yang diletakkan di tengah. Anggota keluarga akan duduk bersila melingkari belanga ilui ini. Orang tua dipanggil terlebih dahulu untuk menyantap ilui. Baru setelah itu anak-anaknya. Ini mengajarkan kita untuk menghormati orang yang lebih tua.

Saat akan menyantap ilui yang ada di belanga, kita harus mengambilnya dari sisi yang terluar. Akan menjadi kurang sopan apabila sisi tengah belanga yang diambil terlebih dahulu. Ini mengajarkan kita untuk melakukan terlebih dahulu hal-hal kecil yang dekat dan mudah untuk dilakukan.

Begitu banyak pelajaran yang saya petik dari si ilui ini. Dari sebuah ubi yang tumbuh di dalam tanah, ia disulap dan berubah menjadi sebuah makanan yang halus dan nikmat untuk disantap. Proses menyulap ubi menjadi ilui inilah yang sarat makna, penuh filosofi. Maka mari belajar dari si ilui. Belajar dari kearifan lokal masyarakat suku Dayak Agabag di Kalimantan!


Cerita Lainnya

Lihat Semua