"Absurditas Berantai" di kelas II
Herry Dharmawan 22 Juli 2012Cerita ini bermula setelah saya mengajar matematika kelas VI. Karena ada salah satu guru yang tidak masuk, ternyata saya diminta menggantikan beliau untuk mengisi di kelas II.
Otak reptil saya langsung berteriak, “yeaah, akhirnya bersentuhan dengan anak-anak kecil lagi! Setelah dari kemaren sampe tadi pagi ribet nerangin matematika mulu :D “
Naah, saya masuk di pelajaran bahasa indonesia dengan materi tentang "menangkap pesan". Berhubung saya memang seorang jenius *plaak*, langsung deh kepikiran main 'pesan berantai'.. yang bisik-bisik itu looh..
“Siiip! Bisa mengaplikasikan bermain sambil belajar niih”, pikir saya. Walaupun tanpa persiapan RPP, saya pun melangkah dengan yakin menuju kelas. Bismillah
Pertama kali masuk dan mengucap salam, semua menjawab dengan berteriak. “PAGIIIIII!”
Trus jika ditanya "apa kabar?" mereka semua serempak menjawab "LUAAAAR BIASAAAA"
Oke, baru sampe sini aja saya udah tau kalo ini kelas pasti pake bate alkaline energizer. Gabisa ditaro dalem kelas nih, bisa-bisa saya yang nangis darah :p
Akhirnya saya ajak mereka main keluar kelas. Tapi sebelum keluar, saya bilang "ada syaratnya lhoo kalo mau main diluar.. Mau tau?"
"MAUUUUU..!"
"Syaratnyaa, keluarnya harus dengan rapi dan tertib.. Mengertii?"
"MENGERTIIIII..!"
Nah, tiba-tiba terjadilah absurditas pertama. Serempak semua murid cewek mengangkat rok mereka. HAH! (O_o)" .. lalu mereka menarik kemeja mereka dari bawah rok.
Okeh, ternyata yang mereka pahami adalah: kalo mau keluar kelas, baju mereka harus rapi dan tertib.
Baiklaah, belum sampai materi tentang "menangkap pesan" aja, mereka udah keliru -_____-"
Akhirnya kami semua keluar kelas dengan main kereta api.. Semua terlihat senang dan bahagia. Ada yang menjambak rambut temennya, ada yang moshing (dorong-dorongan sampe jatoh, kayak abege labil kalo lagi ikutan konser dangdut keliling), ada yang guling-guling di lantai. Ya, mereka terlihat sangat bahagia. Dan saya terlihat sengsara :’(
Setelah sampai di lapangan, mereka saya pisahkan laki-laki dan perempuan. Lalu dibariskan. Setelah itu saya jelaskan perlahan-lahan tentang cara bermainnya.
Mereka sih setiap ditanya "mengertii?" pasti jawab "MENGERTIIIIIIII!!"
Tapi berdasarkan pengalaman, jangan pernah tanyakan kepada anak-anak di kelas "kalian mengerti?” atau “apa kalian paham?" karena kemungkinannya hanya dua. Pertama, kalo mereka diem berarti mereka bingung. Sedangkan yang kedua, kalo mereka bilang mengerti -apalagi dengan haqqul yaqin tereak ga pake mikir- itu malah justru yang gak ngerti.. (/x_x)/
Trus saya panggil si nomer satu dari masing-masing barisan untuk mendekat, lalu saya bisikkan pesan rahasianya. Mereka maju berdua, laki dan perempuan.
Eeh ga tau ni anak-anak belajar dari mana, tiba-tiba mereka sekelas teriak "CIYEEEEEE.."
Baiklah, absurditas kedua hari ini. Terlalu cepat dewasa nampaknya (“-____-)a..
Gimana ceritanya siih anak kelas II udah main ciye-ciyee an?? Perasaan waktu saya kelas II dulu cuman tau kelereng sama layangan. Kenapa anak-anak disini, di kapuas hulu, bisa begini?!! Ampuni baim ya Allooh..
Kemudian, mulailah saya membisikkan pesan rahasianya.
“ Laki-laki : matahari”
“perempuan : bulan”
Lalu saya beri aba-aba.
Satuuuu..
Duaaaaa..
TIGA!
Si kedua anak ini langsung berlari ke barisan mereka masing-masing.
Namun yang terjadi adalah absurditas terbesar hari ini.
Yang seharusnya si orang pertama membisikkan pesan ke orang kedua, lalu dibisikkan lagi ke orang ketiga dan seterusnya..
Yang terjadi justruuuuu, luar biasaaah... mereka semua BUBAR! Bubar dari barisan dan berlari ke segala penjuru seakan dikejar-kejar..
Ternyata mereka mengira si dua orang penyampai pesan tadi adalah 'hantu' yang akan menangkap mereka. BAH! Kegagalan kedua dalam materi "menangkap pesan" hari ini. :’(
Setelah berlari, berkejaran, pukul-pukulan hingga babak belur (enggak siih, yang ini lebai) akhirnya mereka semua menghampiri saya (menabrak lebih tepatnya) dan meneriakkan pesannya bersamaan. “MATAHAARIIII” .. “BULAAAAAAN”
DOOOOONG (-____________-)a
Dengan sabarnya saya kembali memulai permainan dan menjelaskan aturan.
Kali ini pesan rahasia untuk “laki-laki : kumbang”, sedangkan “perempuan : bunga”.
*intermezzo : Apa dalam hati anda bertanya-tanya kenapa saya memilih kata itu? ya, karena saya sedang berusaha mendekatkan pelajaran dengan kehidupan sehari-hari. Sekaligus untuk menanamkan nilai moral dari lagu dangdut “kumbang-kumbang di taman” (nope, just kidding :p )
Dan lagi-lagi percobaan yang kedua pun gagal. Walaupun yang kedua agak lebih baik sih. Mereka sudah tidak berlarian dan saling berkejaran seperti tadi, tapi semuanya lari serempak dalam barisan mengelilingi lapangan.. Instruksi darimanapulak itu siswaaa (“ -________-)a
Saya pun mulai frustasi.. apakah saya tidak pantas menjadi guru? Apa saya harus menyerah saja? Atau justru harus lari ke hutan baru ke pantai? Hiks hiks *kebanyakannontonsinetron*
Dan yang membuat semuanya semakin lengkap adalah: kami bermain di tengah lapangan menjelang siang hari bolong. Dan ingat, saya berada di kalimantan! Deket equator pulaak! Puanaaaaaasnyaaa puoool..
Tapi anak-anak itu masih dengan cerianya berlarian kesana kemari dan moshing ke kanan dan ke kiri. Sampe saya udah gapaham lagi deh, dikasih makan apaa itu anak ya? Apa beneran dikasih sarapan batere alkaline kali? :p
Akhirnya untuk menebus kegagalan permainan 'pesan berantai ' yang malah berubah menjadi 'absurditas berantai' hari ini, saya berinisiatif membawa mereka kembali ke kelas dan membacakan mereka cerita dari buku teks.
Naah, bagian inilah yang berjalan dengan baik tanpa disangka-sangka. Mereka jadi lebih “jinak”di dalam kelas dan mau mendengar cerita saya. Kalo menurut analisis saya siih, itu karena mereka udah dibawa lari-lari dan "batere" mereka udah mulai berkurang setengahnya.. Alhamdulillah...
Selesai membacakan cerita, saya berikan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan cerita. Dan ternyata mereka mampu menjawab semua soal dengan baik! Maka tuntas sudah indikator pembelajaran hari ini, “siswa mampu menangkap pesan dari cerita”
Huuhuuuu, alhamdulillah ya Alloooh. Keringat, darah dan air mata hamba telah terbayar dengan setimpal*lebai*
Yap, konon itulah kebahagiaan seorang pengajar. Tak ada yang dapat mengalahkan rasa bahagia ketika melihat anak didik kita menjadi mengerti dan paham, meskipun begitu besarnya usaha yang harus dikerahkan.
Alhamdulillah :D
Demikianlah sekelumit cerita tentang absurditas saya hari ini. Nantikan cerita-cerita absurd saya berikutnya. Dadaaah ( ^ o^)/
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda