Khawatir Pengajar Guru Muda

HerdhanuJayanto 30 Juni 2015

Kamu kira menjadi Pengajar Muda tidak ada khawatir, walaupun sudah dibekali dengan pelatihan intensif 2 bulan?

Menginjakkan kaki di lokasi penempatan, in my case, Bawean, segala tanggung jawab untuk setahun langsung terasa. Memang kamu tidak khawatir kalau sulit berbaur dengan masyarakat? Memang kamu tidak khawatir se-simple sulit menghafal nama-nama? Memang kamu tidak khawatir sesederhana berhasil membuat anak bisa baca tulis?

Apalagi mendorong perubahan perilaku positif? Mencari aktor lokal? Sampai mendidik dan menginspirasi benih bangsa serta mendorong keberlanjutan dan kemandirian masyarakat disana?

Guru, itulah profesi Pengajar Muda. Ternyata menjadi guru hebat iru tidak semudah seperti yang dipikirkan saat men-submit esai untuk mendaftar menjadi Pengajar Muda Indonesia Mengajar ini. Namun, satu momen, datang di tengah bulan suci ini. Hari itu, hari perpisahan dengan PM VIII, masa ketika kami akan sendiri. Sahur sendiri, buka sendiri, di Bawean sendiri. Tapi memang sudah diatur untuk dapat bertemu orangtua ini yang mengademkan segalanya (memang saat itu kami dijamu di ruangan ber-AC).

"Guru itu adalah pekerjaan mulia. Bahkan saking mulianya sampai seluruh makhluk di Bumi pun berdzikir dan mendoakannya."

"Guru itu dijamin dunia dan akheratnya, InsyaAllah."

Dengan rendah hati, sabar dan halus mengingkatkan kembali tiga amalan yang tidak akan putus sampai mati nanti kepada pemuda pemudi ini.

"Pertama, amal jariyah. Kalian disini mendorong kemandirian masyarakat, supaya masyarakat sadar pentingnya pendidikan, juga termasuk amal jariyah. Kedua, ilmu yang bermanfaat. Kakak-kakak anda sekalian ini sudah banyak memberikan ilmunya. Ketiga, doa anak-anak sholeh. Setahun tidak sebentar untuk dapat dicintai anak-anak. Kakak-kakak kalian sudah mendapat banyak keluarga disana."

Momen itu menjadi peredam kekhawatiran pemuda ini. Suatu pengingat sederhana dari orangtua kepada orang yang dianggap anak. Suatu obat khawatir untuk Pengajar 'Guru' Muda dari bapak kita satu ini, Bapak Qosim dari Gresik.

Beruntunglah hai kamu yang pernah menjadi guru sebenar-benarnya guru walau hanya sekali.

Dengan dada membusung, saya katakan, "Saya siap mengabdi!"

 

Herdhanu Jayanto

Pengajar Muda X

Indonesia Mengajar

 

29 juni 2015


Cerita Lainnya

Lihat Semua