Letriani, Finalis Sains SD Tingkat Nasional itu Melanjutkan Sekolah di Kabupaten.

Ja'farShodiq 1 Juli 2015

 

Letriani adalah seorang siswi kelas 6 SDN 03 Rambang kelas jauh yang baru saja lulus. Sebelumnya saya mendapatkan cerita dari Syamratun Fuadiyah (PM VIII) bahwa Letriani pernah menjadi finalis di ajang lomba sains tingkat Nasional di Jakarta. Prestasi yang sangat membanggakan sebagai siswi yang tinggal di perkampungan tengah hutan karet.

Ketika hendak melanjutkan sekolah ke SMP, kedua orang tuanya agak keberatan melepas anaknya.  Jarak yang jauh serta biaya sekolah yang cukup tinggi menjadi alasan mereka. Apalagi di tambah kondisi masyarakat yang masih beranggapan bahwa melanjutkan sekolah itu hanya untuk orang-orang yang kaya yang tinggal di desa atau kota. Perlu diketahui letriani tinggal di Talang Tebat Rawas yang jarak ke Balai Desa saja sekitar 14-15 KM dengan jalan tanah menembus hutan karet. Talang adalah istilah perkampungan kecil, lebih kecil dari dusun yang dihuni oleh buruh tani perkebunan karet atau sawit di Sumatera Selatan.

Sebagai Pengajar Muda, Dyah (sapaan Syamratun Fuadiyah) merasa sulit “menerima” apabila seorang letriani yang mempunyai prestasi tinggi harus berhenti sekolah hanya gara-gara tidak mampu. Sekolah baginya merupakan hak setiap orang, termasuk anak-anak yang orang tuanya tidak mampu.

Dyah berusaha menceritakan keadaan Letriani ke beberapa tokoh masyarakat baik di desa, kecamatan sampai kabupaten. Hingga suatu ketika kabar itu sampai pada H. Taufik, mantan Kepala Sekretaris Daerah Kab. Muara Enim. H. Taufik kebetulan pengurus  sekaligus salah satu pendiri yayasan Pondok Pesantren Darussa’adah di Muara Enim. Pesantren itu memiliki beberapa sekolah formal mulai dari SD sampai dengan Madrasah Aliyah (SMA). H. Taufik menawarkan diri membantu letriani untuk masuk ke dalam pesantren tersebut dan dapat melanjutkan sekolah di Madrasah Tsanawiyah (SMP) dengan beasiswa penuh.

Kabar beasiswa  itu  disambut gembira oleh kalangan tokoh masyarakat di Talang Tebat Rawas maupun pejabat Desa.  Dengan segala upaya, para tokoh masyarakat itu membujuk orang tua Letriani agar mau “melepas” anaknya untuk melanjutkan sekolah di Muara Enim. Sebenarnya masyarakat sekitar, termasuk orang tua Letriani mulai memiliki rasa optimis tinggi dengan pendidikan ketika tahu bahwa seorang Letriani bisa menjadi siswi finalis sains tingkat Nasional.

Akhirnya, orang tua letriani dengan ikhlas memberi ijin kepada anaknya untuk melanjutkan sekolah di Kabupaten. Letriani akan “indekos” di pesantren, karena jarak yang sangat jauh dari tempat tinggalnya, butuh waktu 4 jam dengan mobil pribadi menuju Kota Muara Enim.

Ada hal yang menarik ketika hendak mengantarkan Letriani menuju pesantren di Kota Muara Enim. Karena begitu bangganya tokoh masyakarat sekitar, yang mengantarkan dia banyak sekali, mulai dari majikan orang tuanya (tuan tanah), guru, pak RT, Kapala Dusun, Kepala Desa, Sekretasi Desa, beberapa tokoh masyarakat bahkan sampai Kepala Kecamatan. Di hitung-hitung, saya baru sadar bahwa yang mengantarkan dia sebanyak 3 buah mobil. 


Cerita Lainnya

Lihat Semua