Selamat Datang di Universitas Kehidupan

AfifAlhariri Pratama 30 Juni 2015

 

Selamat datang di Universitas Kehidupan. Kampus ini berbeda dengan kampus – kampus lainnya. Dengan luas wilayah sejauh mata memandang, Universitas Kehidupan tercatat sebagai kampus terluas di dunia. Dimana halaman depannya berupa persawahan yang menjadi pagar dari deretan pegunungan berbentuk seperti piramida dan dikelilingi pantai dengan ombak yang terhempas di tepiannya.

Outputdari kegiatan belajar mengajar di kampus ini bukanlah berupa angka – angka atau huruf – huruf yang bertengger rapi dalam sebuah kertas yang tertempel manis di papan – papan pengumuman atau di dalam map. Tidak ada pula gelar cum laude yang diperoleh jika berhasil melulusi perkuliahannya. Masa studi? Jangan ditanya. Selama engkau mau belajar, selama itu pula kampus ini akan selalu mengajarimu. Sebab salah satu moto yang sering didengungkan di telinga – telinga mahasiswanya adalah belajar tanpa akhir. Pada akhirnya yang berhak menilai keberhasilan kita adalah diri kita sendiri. Standar kelulusan yang digunakan merupakan otoritas pribadi mahasiswa. Jadi jangan heran jika mahasiswa di Universitas Kehidupan ini tampak bingung ketika ditanya tentang kelulusan. Pertanyaan yang membingungkan lagi adalah apakah mereka pernah lulus?. Sebab tak ada alumni Universitas Kehidupan.

Sebetulnya masih banyak hal yang menarik dari Universitas Kehidupan. Tetapi izinkan saya fokus pada satu hal saja. Rupanya Universitas Kehidupan ini adalah anak rohani dari Ki Hajar Dewantara. Dalam salah satu quote yang terkenal, Ki Hajar Dewantara pernah berkata bahwa semua orang adalah guru dan setiap tempat adalah sekolah. Pendekatan ini akhirnya ditransformasikan dengan sangat apik menjadi semua orang berhak menjadi dosen dan semua orang berhak pula menjadi mahasiswa. Sehingga menyebabkan tidak adanya hirarki antara dosen dan mahasiswa.

Kampus ini percaya bahwa konsep kecerdasan itu tidak didominasi oleh kaum – kaum yang ahli dalam menjawab logika matematika. Mahir dalam penulisan jurnal ilmiah. Atau bisa merumuskan teori – teori sosial yang didasarkan pada pendekatan kuantitatif kualitatif. Kecerdasan adalah milik seluruh ummat manusia. Seorang petani berhak menjadi dosen di kampus ini. Sebab ia mengajarkan bagaimana menentukan bulir padi yang baik dan buruk. Seorang nelayan adalah dosen yang mengajarkan bagaimana menentukan arah mata angin berdasarkan bintang – bintang di langit malam. Seorang anak SD adalah dosen yang mengajari tentang ketekunan. Berjalan kaki sejauh 3km setiap hari untuk berangkat ke sekolah. Sekali lagi, sebagai penekanan, semua orang adalah dosen.

Saya selaku mahasiswa Universitas Kehidupan melalui program beasiswa Indonesia Mengajar, merasa mendapat keistimewaan. Selama satu tahun program ini menempatkan saya di Bumi Serasan Sekate Kabupaten Musi Banyuasin untuk belajar dan mengajar. Saya akan belajar banyak khususnya dari masyarakat desa Karang Makmur yang sehari – harinya bekerja sebagai petani. Begitu pula saya akan mengajar apa yang saya ketahui kepada mereka dan anak – anaknya. Hubungan ini berupa simbiosis mutualisme dimana kami saling menguntungkan.

Sebagai mahasiswa Universitas Kehidupan, modal yang saya bawa ke Bumi Serasan Sekate adalah kepekaan, kemampuan untuk berfikir secara menyeluruh dan mengambil perspektif positif. Karena tanpa ketiga hal tersebut sulit rasanya untuk bisa belajar. Contoh saja ketika saya ditegur oleh seorang anak perempuan bernama Dina karena tidak menghabiskan nasi yang saya makan. Tanpa kepekaan, pasti saya akan cuek saja dengan tegurannya. Tanpa kemampuan berfikir secara menyeluruh, saya akan sulit menangkap maksud Dina saat berkata “susah cari makan, kak”. Tanpa perspektif positif, ego pasti akan berkata “Ini anak siapa sih. Emang dia tau apa soal cari makan?. Sok – sok ngajarin saya. Ngomong aja belum bener”.

Harapannya dari mengikuti program ini adalah saya bisa menjadi manusia yang lebih dewasa dalam menghadapi hidup. Karena dari awal ditekankan, tidak ada standar baku penilaian dalam kampus ini, saya hanya menggunakan parameter ke-Indonesia Mengajar-an. Berbekal wawasan global ditambah pemahaman akar rumput yang diperoleh di kampus sekarang, semoga saya bisa menjadi manusia yang bisa memperoleh langit namun tidak lupa dimana bumi dipijakkan. Semoga. 


Cerita Lainnya

Lihat Semua