info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

"Guru (yang) Bisa Digugu dan Ditiru

HeppyNew Year Haloho 4 April 2016

Setelah munculnya sejumlah permasalahan yang menyangkut perilaku anak-anak usia sekolah saat ini, beragam komentar, tanggapan dan kritik terkait pendidikan karakter di lembaga pendidikan formal (sekolah) pun turut bermunculan. Kicauan-kicauan tersebut secara sederhana menyatakan bahwa penerapan pendidikan karakter di lembaga pendidikan formal semakin hari semakin menurun kualitas dan kuantitasnya. Penurun ini dinilai terjadi akibat beragam faktor. Namun, peran guru dianggap menjadi salah satu faktor yang paling banyak disoroti disamping faktor-faktor lain yang tak kalah populer seperti pergantian kurikulum, kebijakan pemerintah terkait sistem pendidikan, kurangnya perhatian orang tua terhadap anak dan lain sebagainya.

Melihat persoalan ini dari faktor peran guru memang cukup relevan dan menarik untuk dicermati, mengingat Guru memiliki interaksi langsung dengan para muridnya. Kartono (2011) dalam sebuah buku berjudul “Menjadi Guru Untuk Muridku”, mengatakan bahwa “yang diingat oleh siswa bukanlah apa yang diajarkan gurunya, tetapi apa yang dilakukan oleh Gurunya”. Agaknya pernyataan ini bukanlah sembarang disampaikan oleh penulis. Tentulah ada latarbelakang yang mendasari munculnya pernyataan tersebut. Sebagai seorang guru yang sudah banyak makan asam garam proses pendidikan di sekolah, beliau sepertinya meyakini adanya keterhubungan yang sangat dekat antara sosok seorang guru dengan perkembangan perilaku anak didiknya.

            Argumen tersebut sepertinya wajar dan dapat diterima akal. Sebab, sosok yang sering disebut sebagai orang yang “digugu dan ditiru” ini, bagaimanapun sangat diharapkan mampu menjadi teladan yang menggerakkan hati para muridnya untuk melakukan kebaikan dan berprestasi di masa depan. Tentu, bukanlah hal yang mudah untuk mewujudkannya. Dibutuhkan integritas, komitmen dan daya juang yang tinggi  untuk mengupayakan hal tersebut.

Seorang guru haruslah menyadari penuh, bahwa setiap perjumpaan dengan siswa akan membentuk warna baru dalam pikiran, perilaku dan tindakan siswa tersebut.  Semakin banyak sentuhan positif yang guru berikan kepada muridnya, akan semakin banyak pikiran, perilaku dan tindakan positif yang diadaptasi oleh siswa tersebut. Barangkali hal inilah yang kebanyakan masih belum disadari oleh sejumlah guru di penjuru negeri ini.

            Memang tidak dipungkiri bahwa motivasi setiap orang menjadi guru belumlah tentu didasari niat keterpanggilan untuk menjadi seorang guru (yang dapat digugu & ditiru). Sebab ada beragam alasan seseorang memilih profesi ini. Mengapa sebelumnya saya berbicara “keterpanggilan”? Karena “keterpanggilan” mengandung makna yang lebih dari sekedar keinginan tetapi juga hasrat yang tinggi yang mendorong seseorang rela mengabdikan dirinya bagi pekerjaan tersebut. Profesi Guru adalah pekerjaan serius yang harus diseriusi dan dihidupi. Sehingga profesi ini jelas membutuhkan nilai “keterpanggilan” di dalam pengerjaannya. Ketika memutuskan menjadi seorang guru, berarti kita memutuskan untuk terlibat dalam pembentukan kehidupan sejumlah manusia yang sedang bertumbuh. Kita sedang memutuskan untuk terlibat dalam pembentukan karakter sejumlah orang yang tentunya akan berdampak pada bagaimana nantinya orang-orang tersebut menentukan pilihan-pilihan tindakannya dalam menjalani hidup ini.

            Menjadi guru tidaklah terjadi secara tiba-tiba. Ia adalah sebuah proses belajar tanpa batas waktu. Ketika seseorang didaulat menjadi seorang pengajar di suatu sekolah, ia tidak lantas lulus menjadi guru dan tidak perlu lagi untuk mengembangkan kualitas dirinya. Ia tetap masih harus terus melakukan terobosan-terobosan dan pembelajaran-pembelajaran baru yang berdampak pada peningkatan kapasitasnya sebagai seorang guru. Proses inilah yang nantinya akan membentuk dan membiasakan sesorang untuk bersikap, berpikir dan berbicara layaknya seorang guru yang dapat diteladani. Hal ini tentu tidak mudah, dibutuhkan keterampilan dan kemauan belajar yang tinggi dari orang-orang yang berkecimpung dalam profesi ini. Sehingga tidaklah berlebihan bila dikatakan bahwa sebelum menjadi guru bagi orang lain, seseorang harus terlebih dahulu menjadi guru bagi dirinya, yang berarti ia harus terus belajar, belajar dan belajar.

Pernah suatu kali saya mendengar kalimat ini diucapkan oleh seorang kenalan, “Guru yang berhasil adalah guru yang mampu menghasilkan guru yang lebih baik”. Tertegun dengan kalimat tersebut, saya pun menanyakan makna dari pernyataan tersebut. Dan penjelasanya cukup membuat saya tersentak. Ia mengatakan bahwa kesuksesan seorang guru dapat tercermin dari cara hidup muridnya. Jika cara hidup sang murid kedepan adalah cara hidup yang dapat digugu dan ditiru terlepas dari apapun pilihan profesinya, maka dengan demikian kita dapat melihat bahwa guru-guru yang pernah mengajar anak tersebut telah sukses mendidiknya.

            Menimbang penjelasan tersebut, profesi guru menjadi kelihatan sangat berat dan rumit. Memang, begitulah adanya. Sebab yang dihadapi guru setiap harinya adalah "manusia" , yang sememangnya unik,asik dan pelik dan butuh kehati-hatian serta ketulusan dalam menghadapinya. Namun menariknya, menjadi guru akan membawa seseorang dalam proses belajar yang tiada akhir untuk menemui siapa dirinya sendiri sembari menikmati nikmatnya menjadi orang yang digugu dan ditiru. Benar, pengalaman adalah guru yang terbaik, tetapi diajar Guru Sejati akan menjadi pengalaman yang terbaik pula.  So teacher, you're a role model and please be like that. Selamat menjadi Guru...


Cerita Lainnya

Lihat Semua