info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Jalan Istiqomah

Heny Lohono Putri 10 April 2016

           Teman Pengajar Muda pernah menyarankan saya untuk menuliskan kisah perjalanan dari Kabupaten hingga desa penempatan saya. Menjadi seorang guru adalah belajar tentang memimpin, keikhlasan, ketulusan dan kesabaran. Seorang guru bukan hanya tentang memberikan contoh tapi telah mencapai tahap untuk menjadi contoh. Hal inilah yang memberikan sebuah nilai tersendiri bagi saya yang baru berusia 23 tahun.

            Januari 2016 saya mulai menjadi guru salah satu dusun di Pulau Sulawesi Tengah. Jarak dari pusat kabupaten sampai desa membutuhkan waktu sekitar 3 jam (2 jam jalan aspal dan 1 jam jalan tanah berbatu). Saya menyadari bahwa saya harus sampai di desa agar dapat mengajar anak-anak istimewa di atas gunung sana. Pagi itu saya pulang ke desa bersama teman pengajar muda yang lain (Lizara, Happy dan Lili). Kami ber-4 mengendarai 2 sepeda motor. Saya bersama Lili dan Lizara bersama Happy.

            Saat itu saya mengendarai sepeda motor tersebut karena Lili tidak bisa berkendara sepeda motor. Kami ber-4 berpisah di pertigaan bakung namanya. Lizara dan Happy melanjutkan perjalanan ke arah Kec. Moilong dan Kec. Sinorang. Sedangkan saya dan Lili melanjutkan perjalanan kearah desa ondo-ondolu (di atas gunung).

            Jalan berbatu, berdebu dan licin serta naik turun menjadi jalan yang harus dilalui. Jika hujan turun jalanan berubah menjadi tanah berlumpur dan lengket. Selama hampir 4 bulan di sini saya dan Lili telah terjatuh dari sepeda motor sebanyak 9 kali. Menjadi rasa dan pengalaman yang sangat luar biasa. Tak jarang kami berpapasan di jalan dengan ular, biawak, gagak, sapi, kambing, kadal dan hewan yang lainnya.

            Saya mengantar Lili sampai ke dusun Ondo-ondolu SPC. Kebetulan saat itu barang bawaan yang kami bawa sangat banyak. Setelah beristirahat sebentar di rumah Hostfam Lili saya melanjutkan perjalanan menuju dusun Malagan Batui 5. Perjalanan ditambah sekitar 30 menit. Jalan ke Dusun Malagan lebih menanjak lagi karena Dusun Malagan adalah dusun terakhir dari desa Ondo-ondolu.

            Senang, lelah, takut bercampur menjadi 1 karena perjalanan begitu sepi dan hanya ada hutan serta jurang menjadi pembatas jalan. Tapi hal ini tak menyurutkan semangatku. Anak-anak sudah menunggu disana dan senyum mereka telah menjadi virus yang membuatku kecanduan. Ternyata benar sesampainya di dusunku anak-anak berlari menghampiriku sambil memanggil “Ibu Guru…….!!!!”. Mereka berebut untuk mencium tanganku.

“Bukankah setiap perjalanan mempunyai ceritanya sendiri?”

“Bukankah suatu hal yang pasti berawal dari ketidakpastian?”

Datang, rasakan, dan syukuri semuanya.

Heny Lohono Putri Pengajar Muda XI SDN Trans Batui 5 Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah

 

 


Cerita Lainnya

Lihat Semua