info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Paskah di Lourdes

ArvidaRizzqie Hanita 9 April 2016

Masih ingat dalam benak saya ketika sore itu bercengkerama bersama Johan dan Iron tentang kebudayaan mereka sebagai orang Timor. Meskipun saya berada di Pulau Sebatik, Kalimantan Utara, namun rasanya saya bertemu dengan hal-hal baru yang belum pernah saya ketahui sebelumnya.

Johan dan Iron adalah murid saya, mereka siswa kelas 4 dan kelas 5 di SDN 005 Sebatik Tengah. Memang, kampung saya terkenal dengan kampung Timor. Hampir 80% di kampung saya adalah penduduk transmigran dari Timor yang sebelumnya pernah bekerja di kota Tawau, Malaysia lalu berhijrah dan membuat pemukiman baru di Sebatik ini.

"Ibu, nanti kalau paskahan naek bah Bu ke atas sana. Banyak itu, di sana orang-orang beribadah. Nanti kita selfie selfie di atas sana. Aku mau tunjukin ke Ibu goa Maria yang ada ular penjaganya". Ajak Johan.

"Ada gitu di atas sana ular penjaganya? Saya pernah ke sana, mana ada ular penjaganya?" Kata saya.

"Ada bah Bu! makanya pesiar lah ibu ke sana. Baru nanti ke pastoran" Ujarnya lagi.

Inilah yang membuat saya penasaran. Kesempatan besar buat saya, untuk dapat mengenal lebih dekat dengan mereka, warga kampung Lourdes. Saya pun bertanya dengan beberapa guru yang juga orang timor tentang kegiatan Paskah yang akan dilaksanakan 1 minggu lagi.

Jika dilihat, memang mereka sangat sibuk menyiapkan kegiatan menuju hari H paskah. Dari pertandingan olahraga, yang dilaksanakan sekitar 1 bulan sebelum paskah, berlatih koor atau paduan suara setiap malam, dan menyiapkan doa-doa serta misdinar untuk kegiatan paskah.

Kegiatan yang pertama dilakukan adalah bernama minggu palem. Minggu palma ini merupakan peristiwa masuknya Yesus ke kota Yerussalem. Minggu Palma ini dilaksanakan satu minggu sebelum hari Paskah.

"Besok, Pida mau ikutan jaga kah?" Tanya bapak angkat.

"Boleh kah Pak?" Tanya saya

"Boleh lah.. memang biasanya kalau ada acara seperti itu pemuda masjid, torang selalu jaga keamanan di gereja" Jawab Bapak.

Widihh.. ini nih yang harus dipetik nih. Meskipun berbeda tetap satu jua, Bhineka Tunggal Ikanya masih kerasa sekali memang di kampung saya ini.

Paginya, saya menuju ke gereja dan langsung merasakan atmosfer yang sama seperti mereka. Masuk dalam kampung yang mempunyai rasa toleransi yang luar biasa adalah hal yang benar-benar lama sekali tidak dirasa.

Setelah minggu palma. ada juga kamis Putih yang mana, mereka menggunakan kostum putih yang berarti perjamuan terakhir dari Yesus, yang saat itu pun Yesus mencuci kaki dari beberapa muridnya. Setelah kamis putih, lalu terjadilah hari wafatnya Isa Almasih, yang mana mereka melakukan jalan salib berkeliling di kampung Lourdes dengan kondisi yang seadanya.

Mereka membuat sekitar 14 pondok yang dibuat dari janur kelapa untuk melakukan sembahyang di depannya. Lalu, di dalam pondok terhias foto Yesus yang melakuka perjalanan Salibnya. Saya ikut merasakan atmosfer antara rasa toleransi dan saling menghormati satu sama lain. 

Setelah wafatnya Isa Almasih, lalu terjadilah hari kebangkita dari Yesus. Mereka membuat api unggun besar yang diibaratkan bahwa Yesus terbentuk dari cahaya. Mereka pun melanjutkan melakukan misa di gereja. Acara puncaknya adalah misa paskah. Kalau dipikir-pikir memang semacam lebaran harus saling bersilaturohim satu sama lain.

"Nanti dorang juga gantian ketika Ramadhan. Kami tarawih, lalu mereka mengamankan proses ibadah kami". Ucap Asdan selalu ketua pemuda di desa kami.

Saya salut sekali, karena para pemangku desa pun harmonis sesama agama lain, Inilah nilai untuk dapat bertoleransi sesama umat manusia, sebagai bangsa Indonesia dan hidup di tanah Indonesia, ber Bhineka Tunggal Ika adalah hal-hal yang menjadikan diri lebih memiliki wawasan yang banyak.

Dapat senyum dari anak perbatasan.

-Lourdes, 8 April 2016-


Cerita Lainnya

Lihat Semua