info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

(Masih) Chapter 1 Menjadi Pengajar Muda : Seleksi

Harlan adhiatma 23 Maret 2018

Sepertinya terompet pergantian tahun baru 2017 lebih syahdu dan meriah saat itu bagi saya. Bagaimana tidak, saya mendapat kabar bahwa saya lulus di tahap satu seleksi pengajar muda.

Saya ingat betul bagaimana Tika mengabari saya via WA grup, saya yang saat itu sedang di toilet kaget dan senang tentunya (jangan dibayangkan yang aneh-aneh yah guys). langsung saya bereskan urusan di toilet itu dan keluar sambil teriak, yeaah lulus ! Alhamdullilah. saya mencium tangan ibu, yang sedang duduk di ruang tamu kala itu.

Saya lulus dan masuk ketahap berikutnya, Direct Assesment. Yah Bahasa singkatnya sih dites langsung, dan tentunya tesnya banyak ! tentunya !

iya dari pagi sampai sore ! iya.

Untungnya  waktu tesnya bisa dipilih kapan dan dimana sesuai dengan jadwal yang diberikan panitia. Saya memilih untuk tes pada tanggal 1 Februari dan tempatnya di Jakarta.

Sejujurnya dalam rangkaian tes ada dua tes yang membuat saya sedikit gugup, yah yang pertama tes TPA, yah tentu karena ada matematikanya dan waktu memikirkannya juga sedikit, itu sih masalahnya.

Betul saja, tes TPA dilaksanakan pagi hari dan paling awal. Tanpa memikirkan waktu saya mengerjakan soal dengan sungguh-sungguh iya, sungguh sungguh.

Tetiba kak Gusra yang waktu itu menjadi ketua tim seleksi, mengumumkan “waktunya tinggal lima menit lagi ya”.

Saya tersenyum saja, iya senyum.

Bagaimana tidak, ada belasan soal yang saya sengaja di skip karena dirasa harus berfikir ekstra.

Dalam senyum kepanikan itu saya mencoba melihat sekitar, bermaksud untuk mencari teman siapa lagi yang panik, dan ternyata tidak ada yang sama seperti saya, lirik kesebelah kiri, Niki tampaknya hanya memastikan jawaban saja, begitu juga rombangan yang ada di tribun atas dan saya semakin tersenyum lebar saat itu.

” Tok tok tok, otak Harlan ada ? ketinggalan di rumah” begitu yang saya katakan ketika saya mengetok lutut saya pada saat injury time untuk menghilangkan panik (jangan dicoba ya).

Dan belasan soal tersebut saya isi dengan cepat tanpa keraguan, iya, tanpa keraguan.

Nah tes yang kedua adalah tes micro teaching lah yang saya takuti, yang pernah masuk ketahap dua pasti tahu, kenapanya. Yah tentunya melakukan simulasi mengajar dan temanmu lah yang menjadi siswanya, menjadi siswa yang lucu, iya lucu

Sejujurnya saya telah melakukan persiapan yang matanglah untuk ikut tes ini, mulai dari membaca buku sekolahnya manusia karangan pak Munif chatib, main ke SD untuk melihat cara guru mengajar, dan membuat bahan dan cara mengajarkannya sudah saya susun rapi,  serta bertanya sana sini bagaimana menghadapi tes tersebut. Tapi yah itu dia, tidak sempat dipakai pada saat tes, kelar sudah.

Berangkat dari bandung sejujurnya uang saya tinggal 15 ribu setelah dipakai untuk bayar tiket travel. Sisa uang tersebut rencananya saya akan gunakan untuk membeli sarapan sebelum tes, saya harus makan karena dijadwalnya pun tesnya padat dan banyak. Saya tidak ingin kehilangan kesempatan ini, hanya karena saya tidak cukup energi.

Beruntungnya ketika saya menginap ditempat teman saya diberikan nasi kotak yang tidak dimakan tadi malam, uangnya masih bisa saya simpan. Ketika sampai di lokasi tes, saya berkenalan dengan peserta yang lain, dan yang paling lama bersama saya adalah mas Elan, orang yang baik dan asik. Sebelum memulai tes saya mengajaknya pergi untuk cari warung membeli air mineral sambil orientasi dilingkungan lokasi tes. Uang yang sisa tersebut saya belikan dua botol air minum untuk saya dan mas Elan agar siap untuk menghadapi tes TPA yang mungkin menghabisakan waktu yang lama.

Sepulang dari tes, saya terpaksa berjalan kaki dari lokasi tes dekat Kalibata city sampai GOR Soeryasumantri di daerah kuningan dengan ransel yang lumayan berat. Tapi hal tersebut asik juga menurut saya, bisa melihat sibuknya Jakarta tanpa merasakan macet. Meskipun polusi udara bukan untuk pejalan kaki.

Tugas saya selanjutnyaa adalah memikirkan cara untuk pulang kebandung, mengingat uang yang sudah tinggal 5 ribu rupiah saja. Saya harus segera pulang ke Bandung, mengingat esok harinya ada rapat Pokja yang harus saya ikuti. Moga-moga ada senior yang mampir kesekre dan bermaksud untuk pulang ke Bandung.

Hari telah berganti, belum ada tanda jemputan untuk ke Bandung, saat itu sudah jam 12 siang, terus terang saya tidak nyaman kalau tidak ikut rapat tersebut, oke baiklah saya beranikan untuk izin ke beh Kacus selaku ketua tim.

“Selamat siang beh, izin, saya masih tertancep di Jakarta belum bisa ke Bandung”

“wah kunaon kitu” (wah kenap gitu). Begitu balesan beh kacus

“bahan bakar beak beh” (Bahan bakar habis beh).

“sok sabaraha nomer rekening, gancang” (berapa nomer rekening, cepetan)

            “Siap beh, jasamu abadi”

Benar saja, dengan uang transferan tersebut saya bisa kembali ke Bandung. Sekali lagi semesta membantu orang yang berjuang. Indah yah  jalan Tuhan.

Tepat lima hari setelah kembalinya saya ke Bandung, ada notifikasi email dari panitia seleksi, saya buka email tersebut dengan hati-hati sambil mempersiapkan kalau-kalau email tersebut menuliskan anda kurang beruntung, Retry please !

Tapi untungnya tidak, saya lulus tahap 2, Direct Assesment, saya lulus !.

Yes, lulus. Alhamdullilah !!!

Sedikit pamer ke beh Kacus, “beh, coba liat email ini”

“Naon kitu Lan ?” (apa gitu lan)

Saya memberikan laptop saya, ke beh Kacus.

“wah ente lulus, plaak plaaaak” saya ditampar babeh kanan kiri.

"selamaat euy" (selamat ya)

Kemudian saya dipeluk babeh, hal tersebutlah yang menjadi kebahagiaan saya yang sesungguhnya atas kelulusan ini. Bisa membuat bangga orang yang sangat saya hormati.

Untuk tahap ketiga tes kesehatan, alhamdullilah saya lulus juga.

yah mungkin saya beruntung, atau memang begitulah semesta mengatur jalanNya buat saya. 

Tujuh minggu pelatihan, mari berproses.


Cerita Lainnya

Lihat Semua