info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Chapter 1 Menjadi Pengajar Muda : Sebuah Perjalanan Mimpi

Harlan adhiatma 18 Maret 2018

Banyak jalan ke Roma, yah begitulah kalimat yang kita sering dengar dan saya rasa, kalimat itu juga cukup mewakili cerita perjalanan mimpi saya menjadi untuk menjadi pengajar muda. Jika mendengar kalimat “banyak jalan”, kita akan tersadar waktu tempuh menulusuri jalan untuk sampai ke “Roma” itu pun tentu akan berbeda pula tentunya. Berikut saya ingin membagi cerita mengenai perjalanan saya ke “Roma” tersebut.

Bulan Agustus 2016 merupakan bulan yang sangat saya tunggu-tunggu setidaknya tujuh tahun terakhir. Kenapa ? karena pada akhirnya saya bisa menyelesaikan rangkaian study saya, yakni belajar empat semester dijurusan pendidikan Bahasa Jerman, dan kemudian berobat jalan selama 10 semester dijurusan Psikologi. Sungguh “Seven Wonderful Years” tahun-tahun penuh warna dan penuh mimpi.

Berbicara tentang mimpi, dari zaman awal-awal SMA tahun 2006 saya memang sudah bermimpi ingin menjadi “seperti Pengajar Muda”, mengabdikan diri ditepian perbatasan indonesia yang sungguh indah ini. Kalau ditanya dari mana saya mempunyai  mimpi tersebut, saya terinspirasi dari tokoh Maleo di film denias senandung diatas awan, Seorang tentara yang juga menjadi guru bagi anak-anak suku pedalaman. Film yang sangat menginspirasi bagi saya, dan terkadang saya masih menontonnya untuk mengingatkan dan meluruskan kembali mimpi saya.

Pada tahun 2010 saya mengetahui Gerakan Indonesia mengajar, sebuah gerakan yang searah dengan mimpi saya. Oke, setahun mengabdi, kenapa tidak, Setelah sarjana, saya akan daftar ! Tapi sang waktu berkata lain, saya harus menempuh seven wonderful years itu tadi, yang membuat saya merasa tertinggal dibidang karir dibandingkan rekan-rekan saya yang lulus tepat waktu. Sehabis kuliah saya hanya ingin mengikuti jalan seperti kebanyakan orang, mempunyai pemasukan yang stabil, menemukan pasangan hidup, yah seperti mimpi kebanyakan orang, dan akhirnya mimpi menjadi pengajar muda sempat saya kubur dan berusaha untuk diikhlaskan.

Jarak antara sidang dan wisuda di kampus saya tergolong cukup lama, saya memanfaatkan waktu tersebut untuk lebih sering ikut pelatihan dan menjadi instruktur freelance disebuah badan otonom milik Wanadri, NTOTC namanya. Sering menjadi mitra pelatihan Indonesia Mengajar. Pada saat itu ada pelatihan Survival untuk calon pengajar muda angkatan XIII, saya diajak oleh manajer NTOTC, beh Kacus. Beliau adalah salah satu mentor yang sangat saya hormati karena kearifan dan kebijaksanaannya, saya belajar banyak bagaimana kesabaran dalam menghadapi orang dari beliaulah.

Pada saat pelatihan survival calon pengajar muda angkatan XIII, saya dipercaya untuk mendampingi regu yang akan ditempatkan diKabupaten Banggai. Pertama kali mendengar lokasi tersebut saya menanyakan, banggai itu dimana yah ? jujur saya belum pernah mendengar nama kabupaten tersebut, setelah browsing browsing di mbah gugel, ternyata tempatnya sangat keren sekali. Selain itu pertemuan dengan para pengajar muda banggai itu juga sungguh membuat saya grogi. Bagaimana tidak mereka adalah orang-orang yang akan berangkat mengemban tugas yang menjadi mimpi saya saat itu.

Saya masih ingat betul ketika sesi malam, kami berkenalan lebih dalam, seperti menayakan asal darimana, kuliah dimana dan pada akhirnya angkatan berapa, saya sempat menanyakan umur mereka, dan ternyata banyak yang seumuran, dan hanya beda satu tahun saja rata-rata. Teeeeeeng, lonceng mimpi saya kembali berbunyi, hal tersebut membuat saya kembali teringat mimpi yang sudah saya tinggalkan. Saya masih belum terlambat, masih bisa lan !. Selama menemani mereka selama empat hari, menyaksikan mereka diambil sumpahnya pada saat pelantikan membuat saya semakin ingin untuk menjadi pengajar muda. Saya harus daftar !

Setelah upacara pelantikan saya ngobrol dengan kak Gading dan Elli, mereka waktu itu yang menjadi fasilitator dari pihak IM, saya semakin dikompori, apalagi mengetahui bahwa sedang pembukaan pengajar muda angkatan XIV, ayoo daftar Lan.

Sepulang pelantikan, saya mengajak Eki untuk daftar juga saat itu, tetapi tidak bisa untuk tahun ini mengingat eki ingin menyelesaikan tesisnya terlebih dahulu dan akan segera menikahi gadis pujaan hatinya. Oke meskipun sendiri dan berteman dengan keraguan saya daftar !. Dalam perjalanan pulang menuju Bandung, saya berfikir, memang tuhan itu punya jalan dan caraNya sendiri untuk mengingatkan doa hambaNya yah.

Awal bulan Desember saya beranikan diri untuk melihat website Indonesia Mengajar, saya liat satu-satu persyaratannya, harus WNI, “oke saya lulus, saya punya KTP”, belum menikah, “well belum ada yang mau dan mampu juga, luluslah”, siap fisik dan mental, “siaap”, sudah lulus S1, “Finally”, belum berusia 29 tahun, “syukurlah masih 26”, memiliki nilai akademis yang baik, “yah lumayan lah”. Oke, berarti tidak ada masalah dalam persyaratan, saya coba klik form pendaftarannya membaca satu-satu pertanyaannya, dan mencoba mencicil satu persatu menjawabnya. Sengaja tidak menjawabnya sampai selesai, karena saya pikir, harus mengapload scanan ijasah, mengingat saat itu saya wisuda tanggal 14 Desember dan batas pendaftarannya tanggal 16 Desember, jadi masih ada waktu lah.

Hypewisuda sudah berlalu seiring tenggelamnya matahari tanggal 14 desember yang lalu, saya harus menyelesaikan essay saya, bagian terpanjang dan memuntut untuk bernostalgia, rata-rata pertanyaannya ada pada masa lalu saya. Sehabis magrib saya izin keorang tua saya untuk melanjutkan essay. Essay saya selesai pada pukul 23.56, empat menit sebelum pergantian hari. Saya menggigil waktu itu, karena berpacu dengan waktu dan takut akan masalah dari koneksi internet yang saat itu hanya menggunakan tethering dari HP. Sekali lagi saya diselamatkan dan dilancarkan oleh semesta untuk mendaftar menjadi pengajar muda.


Cerita Lainnya

Lihat Semua