TIDAK SENDIRIAN

Halimatusa'diah 26 Juli 2015

Ini cerita tentang orang-orang baik di balik Perpus Matahari

Sebelum memulai cerita, kurasa aku perlu memberitahu kondisi desa yang akan aku tempati selama setahun ke depan. Aku ditempatkan untuk mengajar di SDN 01 Lebaksitu. Sekolah ini terletak di Kampung Gunungjulang, Desa Lebaksitu, Kecamatan Lebakgedong, Kabupaten Lebak, Banten. Banten, terasa sangat dekat dengan Jakarta, memang dekat secara geografis, namun tidak dalam hal yang lain-lain. Kemajuan, misalnya. Kita akan bicara tentang “kemajuan dan ketertinggalan” dengan sangat panjang, maka kita tinggalkan dulu saja. Di waktu yang lain, aku pasti menulis ini.

Kembali ke kampungku, desaku, Gunungjulang, merupakan satu dari beberapa kampung tempat bos-bos tambang emas tinggal, tiga jam dari kampung adalah pusat penambang emas, ya, di sini ada gunung emas, masih kawasan perbukitan Gunung Halimun Salak. Kamu akan menemukan sisi Lebak yang lain, beberapa rumah mewah menghias sisi gunung. Dari segi ekonomi, desa ini memang maju. Untuk menuju Kampung Gunungjulang, dibutuhkan waktu kurang lebih tiga jam dari ibukota kabupaten (Rangkasbitung). Jalanan mulus dan lancar akan ditemui sepanjang perjalanan Rangkas-Gajrug selama dua jam, sementara sisanya adalah jalanan berbatu-berkelok-turunan-tanjakan dengan sisi kanan kiri hutan. Cukup terjal, namun bisa dilalui dengan skill mengemudi yang handal. Hari-hari pertama melewati jalanan berbatu menuju Gunungjulang, aku tak berhenti mengucap istighfar. Tiga bulan lagi, atau bahkan sebulan lagi, aku akan terbiasa, seperti juga ibu-ibu di sini yang pintar membawa motor dengan dua anak kecil diboncengannya. Mereka saja bisa, aku juga harus bisa. Aku, barangkali tidak akan bercerita tentang keindahan pemandangan alam di Lebak, karena kamu mungkin tak akan puas. Silahkan cari di Kabupaten yang lain.

Bagaimana dengan kehadiran PM di sini? Dari pengamatanku dan cerita-cerita seniorku, kami hanya dipandang sebagai “guru bantu” biasa, tidak ada yang spesial. Beberapa warga menyambut, beberapa yang lain datar-datar saja. Tidak ada perayaan. Maka akan menjadi meringankan bagiku, ketika dianggap biasa-biasa saja namun melakukan hal besar, dibanding dipandang sebagai dewa tapi tak bisa melakukan apa-apa. Meski pada akhirnya, aku tak melakukan hal besar itu. Dan dalam paragraf ini, aku telah salah, aku mulai membanding-bandingkan, dan itu tak bagus. Menjadi biasa atau menjadi dewa itu tak penting, hanya perkara penilaian saja. Namun aku harus optimis, bagaimanapun tanggapan orang terhadapmu, yakinlah mereka adalah orang-orang baik.

Dan benar. Di minggu ketiga aku berada di sini, aku sudah menemukan orang-orang baik itu. Orang-orang yang membantu berdirinya perpustakaan kecil kami, Perpus Matahari. Dimulai dari ketulusan anak-anak, beberapa dari mereka memang selalu datang ke rumah dan mengikutiku kemana pun aku pergi, termasuk ketika aku akan mengambil buku-buku di rumah tinggal PM sebelumnya. Seperti biasa, aku selalu berjalan kaki, tak ada motor dan tak bisa menaikinya pula. Ada tiga anak yang menemaniku: Emilia, Eka, dan Elom.

Sore itu, aku tak menyangka, jika buku-buku warisan itu jumlahnya cukup banyak. Ada dua karung buku, beberapa gulungan peta, dan satu papan tulis kecil. Bagaimana bisa aku membawa semua itu? Jarak dari rumahku ke rumah PM sebelumnya ditempuh dengan melewati sawah dan satu tanjakan. Kemudian, aku mengurungkan niat untuk membawa semua buku itu, anak-anak menyemangatiku dengan berkata jika aku dan mereka bisa mencicil membawa buku-buku itu. Akhirnya, kami pulang dengan beberapa kantong buku dan satu papan tulis kecil. Dua karung masih tersisa. Hari berikutnya, aku bercerita pada PM sebelumku, Kak Atina, aku meminta tolong mencarikan orang yang kira-kira bisa membantuku mengangkut dua karung buku yang tersisa. Sianghari aku menelpon, malam hari sepulang teraweh, aku sudah mendapati dua karung buku itu di depan teras rumahku. Ibu angkatku bilang, Uki dan satu temannya yang mengantarkannya ke rumah. Uki adalah pemuda di kampung Gunungjulang. Malam itu juga, aku langsung mendatangi Uki dan mengucapkan rasa terimakasih. Yang membuat aku tambah bersemangat dan bersyukur adalah ketika Uki berkata “Kalau mau minta tolong, langsung aja Bu, nanti kita pasti bantu.”

Keesokan harinya, anak-anak berkumpul di teras rumah. Mereka menentukan sendiri nama untuk perpustakaan mereka. Mereka rela memilah-milah kategori buku, mereka rela mengangkut dan merapihkan buku. Mungkin, sebenarnya, terlalu mewah untuk menyebut ini perpustakaan, karena pada kenyataannya, yang kami sebut perpustakaan ini adalah sebuah teras rumah yang menyimpan tumpukan buku-buku. Tumpukan buku-buku di lantai. Koleksi buku kami pun tak banyak, sebagian besar adalah buku-komik-majalah bekas. Ah, biarlah terlalu mewah. Semewah semangat anak-anak yang telah membuat “perpustakaan” ini.

Tiga hari berlalu, kami sudah membuat sebuah papan nama untuk menandai perpustakaan kecil ini. Emilia selalu khawatir jika buku-buku itu terkena hujan karena tidak disimpan di rak. Dia juga khawatir jika buku-buku itu akan dicuri orang karena disimpan di luar rumah. Seandainya pun ada yang mencuri buku-buku itu, aku barangkali akan senang dan bersyukur. Buku dianggap hal yang mewah, minat baca si pencuri buku pastilah sangat-sangat tinggi. Hehe

Kekhawatiran Emilia berbuah manis, Ibu dan Bapak angkatku membuatkan rak untuk menyimpan buku-buku. Mereka sebelumnya hanya bilang, jika mereka akan memberikan terpal untuk menutupi buku-buku yang menumpuk di teras. Tapi mereka melakukan lebih dari itu, tanpa banyak bicara, tanpa aku minta. Sore hari, sepulang jalan-jalan dari sawah bersama anak-anak, rak yang kira-kira berukuran 3x2 meter sudah menempel di dinding rumah. Aku, tersenyum, hatiku senang. Ini loh rasanya dikelilingi orang-orang baik. Ketika kamu mulai bingung dengan hal yang tak bisa kamu lakukan sendiri, kamu akan sadar, Tuhan mendengar, kemudian datanglah orang-orang baik yang membantu. Kamu tidak pernah benar-benar sendiri.

Dengan segala macam yang ada di sini, aku harus optimis, Lebak punya banyak orang-orang baik.


Cerita Lainnya

Lihat Semua