Kemana Murid Kami?

Gilar Cahya Nirmaya 8 Oktober 2012

 

 

BIMA....Beriman! Itulah tagline yang selalu saya dan teman-teman setim kumandangkan selama training Pengajar Muda 4. Tagline tersebut selalu kami bawa hingga saat ini karena menurut kami Kabupaten Bima adalah kabupaten yang sangat religius dan merupakan bekas kesultanan Islam. Berbagai kegiatan peringatan keagamaan cukup “meriah” dilaksanakan, termasuk yang satu ini...

Hari ini aku berangkat ke sekolah dengan semangat ’45. Senin baru, semangat mengajar juga harus baru. Jam setengah 7 pagi aku sudah berangkat dari kecamatan menuju desaku. Hal ini disebabkan karena hari sebelumnya aku baru kembali dari Bima untuk mengurus kegiatan advokasi di kabupaten. Sesampai di kecamatan sudah magrib dan sudah tidak ada sampan di pelabuhan yang menuju desaku sehingga aku harus bermalam di kecamatan. Kembali ke cerita, sesampai di Pelabuhan aku melihat banyak sekali orang berpakaian bagus-bagus, dan tunggu dulu, aku melihat banyak muridku yang tinggal di dusun Bajo Tengah ada di pelabuhan dan tidak memakai seragam merah putihnya. O’ow..ada apa ini?

Ketika ditanyakan ke murid-muridku di pelabuhan tersebut, rupanya mereka hendak pergi ke Bima  bersama orangtuanya,mereka minta izin untuk ikut mengantar orang naik haji dan berkata bahwa wali kelas mereka sudah mengizinkan mereka untuk tidak masuk sekolah.  Oke, pikirku, muridku masih banyak lagi kok di Bajo Barat. Di sampan aku bertemu 4 orang guru SDN Bajo Pulo yang tinggalnya di kecamatan. Guru-guru bilang kepadaku, “Siap-siap bu Maya, hari ini murid bakal sedikit yang datang karena pada ikut orangtuanya pergi antar haji”. Aku hanya bertanya-tanya dalam hati, “kalau sedikit muridnya, hari ini upacara bendera gak ya?”. Polos.

Selama di Laut, kami berpapasan dengan banyak warga berpakaian rapi di sampan yang berasal dari dermaga Bajo Tengah. Sesampai di darmaga dusun Bajo Barat, terlihat banyak warga berdandan rapi berbondong-bondong dari arah kampung menuju dermaga untuk naik sampan ke daratan. Ternyata, hampir seluruh penduduk di desaku pergi mengantar orang yang akan berangkat naik haji hingga ke kota Bima. Hal ini cukup mengagetkanku, karena jarak dari desaku hingga ke kota Bima sekitar 2 jam. Selain itu, jangan dikira desa ini desa yang sepi, karena desa ini dihuni lebih dari 1000 KK. Artinya hampir 1000 KK pergi mengantar orang naik haji ke Bima, sementara rombongan jamaah haji dari desaku hanya 8 orang. Luar Biasa, inilah desa, dimana semangat kekeluargaan, kebersamaan, dan gotong royong masih sangat kental.

Kemudian aku bersama guru-guru melanjutkan perjalanan ke sekolah, masih berharap semoga masih ada murid dari total 234 murid di sekolahku yang hadir hari ini. Ternyata, harapan tinggal harapan, semangat mengajar ditunda dulu, upacara bendera ditiadakan dulu, karena sekolah kosong melompong, tidak ada murid yang hadir hari ini. 3 jam kami menunggu di  sekolah dan tidak ada murid yang hadir, hingga akhirnya kami memutuskan untuk pulang lebih awal.

Sepanjang di sekolah, guru-guru bercerita kepadaku kalau kejadian seperti ini selalu terjadi setiap tahun. Kegiatan penduduk sedesa mengantar orang naik haji ke bandara sudah menjadi tradisi dari dahulu, dan hanya terjadi di suku Bajo. Hal ini sudah dianggap sebagai budaya warga Desa Bajo Pulo dan kami sebagai guru pendatang harus menghormatinya. Walaupun tahu murid-murid kemungkinan besar tidak akan hadir, namun guru memiliki kewajiban untuk tetap masuk sekolah karena hari ini bukan hari libur. Kali ini, aku salut dengan semangat 4 guru tersebut untuk tetap hadir ke sekolah.  Aku menjadi teringat perbincangan dengan bapak Sekda malam minggu kemarin.  Beliau menjelaskan kepada kami, para Pengajar Muda di Bima, mengenai target orang Bima secara umum. “Target orang Bima hanya ada 2, pertama naik haji, kedua menyekolahkan anaknya”, kata pak Sekda. Yah hari ini aku merasa kata-kata bapak sangat tepat sekali untuk menggambarkan fenomena di desaku. Subhanallah, Bima....Beriman!


Cerita Lainnya

Lihat Semua