Ketika Tetua Desa Meninggal

Fini Rayi Arifiyani 29 September 2012

 

Lewat tengah malam, terdengar ramai-ramai dari luar rumah. Mak Wo (nenek piaraku) dipanggil-panggil. Suara itu jelas terdengar karena kamarku berada di depan dan langsung bersinggungan dengan jalan setapak menuju jerambah (tempat mandi orang-orang dan parkir perahu).

 

Aku keluar kamar. Semua orang di rumah, sudah berada di luar. Aku memastikan asal keramaian yang kudengar tadi, “Kakek di rumah panjang, meninggal?” Orang-orang mengiyakan. Kakek yang dikunjungi olehku sewaktu lebaran lalu, meninggal.

 

Sama seperti pagi biasanya, aku berangkat ke sekolah dengan sampan. Sesampainya di darat (seberang), aku pasti melewati rumah panjang ketika jalan ke sekolah. Pagi ini suasana berbeda. Rumah panjang yang biasanya sepi,  kini ramai didatangi orang.

 

Bukan hanya rumah panjang yang memiliki suasana berbeda, sekolah juga terlihat berbeda. Sepi. Aku tengok kelas per kelas usai bel masuk. Sangat sedikit anak-anak yang masuk, lenggang terasa. Hanya pemakaman dekat sekolah yang tidak lenggang, banyak orang berkumpul di sana. Ada yang sekadar melihat, ada juga yang mempersiapkan pemakaman kakek.

 

Bel pulang berbunyi lebih cepat dari waktunya. Sebelum jam 10, siswa sudah dipulangkan. Usai itu semua guru menyelawat ke rumah panjang.

 

Aku masih ingat ketika lebaran lalu diajak keluarga Pak Tong dan Bu Yana ke rumah panjang. Menemui kakek dan nenek, melihat guci, dan foto-foto. Masuk ke rumah panjang itu terasa seperti mengunjungi museum. Ketertarikanku pada sejarah dan budaya membuncah. Sayangnya, aku hanya dapat menatapnya lekat-lekat, kala itu dan kala ini.

 

“Mungkin jika kakek masih sehat, Bu Pini bisa tanya-tanya sejarah Medak,” salah seorang guru berucap ketika kami duduk di bagian depan rumah. Aku mengiyakan. Tentu akan menarik jika dapat mengetahui sejarah desa ini apalagi kakek itu adalah pembuka kehidupan di desa ini.

 

“Kakek itu tetua adat atau suku, istilahnya. Dia yang buka lahan pertama kali di sini. Usianya sudah seratus lebih,” cerita tentang kakek mengalir dari mulut guru lainnya. Ya, pantas saja jika banyak orang datang ketika kakek meninggal. Tentu banyak orang yang kehilangan, terlebih keluarganya.


Cerita Lainnya

Lihat Semua