info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Dalam Takbir.. Semangatmu.. Semangatku..

Farah Mustika Sari 8 April 2014

Suasana di Kampung Sitoko masih sepi ketika aku dan keluarga angkatku sedang menikmati hidangan berbuka puasa petang ini. Hari ini dijadwalkan hari terakhir kami berpuasa, dan rencana takbiran keliling pun sudah kami susun sedemikian rupa agar semangat Idul Fitri dapat terasa oleh semua pihak. Hujan yang terus mengguyur kampung kami sedari siang tadi terus terang membuatku khawatir, terus terang saja, bagaimana kalau tidak ada yang datang, bagaimana kalau anak-anak dilarang ikut oleh orang tuanya, apalagi mengingat tempat kami berkumpul adalah di lapangan yang benar-benar gelap gulita. Jujur, aku pun merasa begitu galau dalam hati, bercampur dengan pikiran tentang sedang apakah keluargaku di Jawa Timur saat ini. Maklum, ini benar-benar pertama kalinya aku merayakan Idul Fitri sendirian di tanah orang tanpa satupun sanak saudara, dimana ternyata mental benar-benar diuji. Bagaimana tidak, kita dituntut untuk sedemikian rupa cerianya disaat hati kita sedang merindu. Bagaimana mungkin aku akan mematahkan hati mereka dengan berkata yang sesungguhnya bahwa aku ingin menjadi diriku yang sebenarnya, Farah yang terus terang saja, individualis, Farah yang berprinsip bahwa, “aku tidak akan mengganggumu, merepotimu dan mencampuri urusanmu, tapi tolong juga jangan mengangguku, merepotiku, dan mencampuri urusanku.” Disinilah mungkin Tuhan berusaha menyadarkanku, bahwa hidup ini bukanlah semata-mata tentang aku, aku dan aku, ini tentang mereka, lihatlah mata anak-anak Sitoko ini, begitu berbinar dan menyala, seterang obor yang mereka bawa untuk menerangi lapangan sekolah tempat kami berkumpul.

Dan lepas Isya’, takbir keliling pun dimulai, hujan yang mulai menyapa kembali tak menghalangi niat kami untuk terus bertakbir di malam yang fitri ini, semangatku mulai bertambah ketika aku bertemu dengan kelompok anak perempuan yang sudah berdandan cantik dengan pakaian puith dan hiasan di kerudungnya bak putri india. Ya Allah, anak-anak ini sudah menunjukkan dedikasinya untuk mengikuti lomba takbiran ini dengan sepenuh hati. Aku pun segera bergegas mengajak mereka berjalan berkumpul menuju lapangan sembari mulai mengumandangkan takbir.

Allahu Akbar.. Allahu Akbar.. Allahu Akbar...

Satu hal yang membuatku kagum saat itu adalah kemampuan mereka untuk berjalan di jalur berbatu dan berlumpur yang tingkat kelicinannya naik sangat drastis kala hujan turun seperti ini, God! mereka berjalan dengan sangat cepat dan tangkasnya, sementara aku hanya bisa berjalan tertatih-tatih seperti balita yang baru berjalan, nyatanya, aku ketinggalan jauh dibelakang mereka. Setelah sampai tujuan pun, bisa dilihat bedanya, pakaian mereka masih bersih, sementara rok yang kupakai, penuh lumpur dari atas ke bawah.

Dalam hati aku benar-benar memuji mereka, betapa kuatnya... betapa tulusnya.. betapa mudahnya mereka untuk dicintai.. I love you, my dear students.. :*

Malam Idul Fitri 1434 H / 7 Agustus 2013, di sebuah bukit yang damai bernama Sitoko.


Cerita Lainnya

Lihat Semua