Para Pemimpi dari Kaki Gunung Halimun

DoriGusman 27 Januari 2016
Di senja yang mendung itu, kami memulai perjalanan menuju sebuah desa di dataran tinggi untuk melaksanakan kegiatan KBB ( Kegiatan Belajar dan Bermain). Kegiatan ini dilakukan di beberapa Sekolah Dasar pelosok yang tersebar di 6 Kecamatan penugasan Pengajar Muda yang belum sempat dikunjungi, dan di mulai dari Kecamatan Lebak Gedong. Melalui jalan setapak yang lebar jalannya kurang dari satu meter dengan kontur curam dikelilingi hutan lebat untuk sampai ke sebuah kampung bernama Sibarani. Pemandangan sudah gelap dan berkabut saat kami sampai di atas, kampung dengan suasana sunyi yang berada di lembah ini di kelilingi pegunungan dan hutan. Melihat jalan yang dilalui untuk sampai ke kampung ini, sebuah penghormatan luar biasa bagi guru guru yang sedia hadir tiap hari mengajar anak anak di kampung ini. Keesokan paginya anak anak telah ramai datang ke sekolah yang baru saja memiliki gedung baru ini, mereka mengintip malu malu dari jendela karena melihat orang orang yang menggunakan pakaian yang jarang mereka lihat. Dengan mengangkat tema "Cita Citaku Setinggi Langit" kami memakai pakain serupa profesional muda dari berbagai macam profesi seperti Guru, Cover All, Sarjana Muda, dan lain sebagainya. Kami membagai anak dalam lima kelompok untuk lima pos yang telah kami sediakan. Senang, gembira, dan luar biasa. Waktu itu aku mendapatkan tugas di pos pertama, pos cita cita. Dengan menggunakan pakaian sarjana, aku menyambut kedatangan mereka dengan senyum sumringah dari balik daun pintu kelas. 10 orang anak masuk ke kelas malu malu dengan wajah heran menatap kearahku. Tinggal jauh dari keramaian kota agaknya membuat mereka tak terbiasa melihat pakaian yang aku kenakan. Mencairkan suasana yang canggung itu, aku memulai dengan berbagai permainan agar mereka hanyut dalam suasana di pagi yang gerimis itu. Syahdu, sungguh sangat syahdu. Kemudian aku memulai dengan menceritakan kisah tentang cita-citaku yang masih apik aku rawat selama 14 tahun lalu, kala itu aku duduk di bangku kelas 5 SD dan bercita cita menjadi Presiden. Aku menceritakan pula bagaimana respon teman temanku saat itu ketika aku menyampaikan sebuah mimpi besarku. Sejenak mereka terdiam dan tak berkata apa apa, di akhir ceritaku, aku menyampaikan bahwa suatu saat nanti aku akan membuktikan mimpi yang masih aku perjuangkan hingga detik aku berdiri dihadapan mereka. Kemudian aku melanjutkan sesi dengan menanyakan satu persatu minpi mereka dan menuliskannya di papan tulis. Selesai menuliskannya aku meminta mereka untuk berdiri di atas kursi, kemudian turun berdiri di lantai, naik lagi ke atas kursi lalu aku bertanya " lebih enak berdiri di lantai atau di atas kursi ?" Serempak mereka berkata "kursi pak", aku menyunggingkan senyum dan bertanya, "mengapa demikian, nak ?". " resep pak" ( dengan ejaan "e" halus) jawab mereka dengan logat sunda wiwitan yang kental. Kemudian aku menyuruh mereka untuk naik ke atas meja, dengan semangat mereka naik dan berteriak kegirangan. Lalu aku menyuruh mereka untuk turun ke kursi dan ke lantai kemudian naik lagi hingga ke meja. Dari wajah mereka tergambar ekspresi bahagia saat itu. Kemudian aku menanyakan apa bedanya berdiri di atas meja dengan berdiri dibawah lantai ?, seorang anak laki laki bernama Kainan saat itu menjawab "di atas saya bisa melihat semuanya, sedangkan di bawah saya hanya bisa melihat apa yang di sekitar saya pak". Jawaban Kainan kala itu diapresiasi dengan tepuk lingkaran oleh anak anak lainnya. Aku menatap nanar wajah mereka satu persatu, dalam dan tersenyum sambil berkata  "Benar sekali nak, benar sekali, begitulah mimpi nak, jangan takut untuk bermimpi setinggi tingginya, jangan pernah takut untuk belajar dan mengejar apa yang kalian cita citakan dan yakinlah dengan mimpi mimpi kalian, kejar itu, capai itu, jangan pernah takut gagal dan jatuh berkali kali, jika kita jatuh maka persiapkan dirimu untuk bangkit, tegak berdiri lagi dan berusaha untuk menggapainya, dengan mimpi kita yang tinggi, kita bisa meraih apapun yang kita mau, jangan pernah takut dan lelah untuk mengejarnya, nak, percayalah". Saat aku mengakhiri pembicaraan itu, tiba tiba teringat pesan dari seorang pembesar negeri ini, gantungkanlah cita citamu setinggi langit, jika kau jatuh nanti, setidaknya kau jatuh diantara kilauan bintang bintang. Di akhir sesi, Aku menyampaikannya pesan tersebut kepada anak anak sebelum mereka melanjutkan untuk ke pos pos berikutnya yang telah kami kemas sedemikian rupa. Pagi itu, Kami menjadi saksi semangat anak anak yang tinggal di kaki gunung Halimun, anak anak yang kelak akan menjadi kebanggaan negara makmur ini, mendengarkan cerita tentang mimpi mimpi mereka di masa depan membuat kami semakin yakin, bahwa kelak Indonesia akan di penuhi para pemimpin muda yang siap menjaga kebesaran negara ini.

Cerita Lainnya

Lihat Semua