Mulailah dari apa yang Tuhan berikan.
DoriGusman 11 Juli 2015
Percayalah, Ini bukan tentang hasil yang dicapai, melainkan lebih kepada menghargai sebuah proses itu sendiri.
Mari memulai dengan apa yang Tuhan berikan saat ini. Menjadi Guru di pelosok negeri adalah hal yang tak pernah saya bayangkan sebelumnya, jauh dari keramaian kota, menetap selama setahun di desa bersama masyarakat yang notabene memiliki budaya yang jauh berbeda, berinteraksi satu sama lain. Hidup dalam sebuah lingkaran yang diikat oleh tradisi, adat, yang seringkali bersilangan dengan apa yang telah kita yakini, percayai. Kesempatan luar biasa yang saya dapatkan untuk mendonasikan setahun umur saya untuk menjawab pertanyaan "apa yang telah kamu berikan untuk negara ini ?"
Bukan perkara waktu seberapa lama, melainkan lebih kepada keinginan untuk berani memulai melakukan perubahan untuk negara ini. Kita memang tak bisa memperbaiki semua permasalahan pendidikan yang ada di negara ini, tapi dengan mulai bergerak kita telah melakukan suatu hal yang besar untuk anak-anak di pelosok negeri.
Mendapatkan kesempatan untuk mengabdi adalah hal yang tidak akan saya sia-siakan, melakukan sebaik mungkin, mengerahkan seluruh kemampuaan untuk ikut membantu memumbuhkan harapan setiap anak-anak untuk tidak pernah berhenti bermimpi mengejar cita-cita mereka. Bertemu dengan mereka, anak-anak hebat di pelosok Jawa, akan memberikan warna tersendiri dalam hidup saya setahun kedepan, tingkah mereka yang nyentrik dibarengi dengan pertanyaan-pertanyaan nyeletuk khas anak-anak di usianya membuat saya jatuh cinta berkali-kali pada mereka. Berkali-kali. Seyogyanya, setahun mengajar, seumur hidup menginspirasi, tapi jauh dari pemaknaan itu, justru sayalah yang akan terinspirasi selama hidup saya. Menatap wajah mereka, sebentar saya mengenang masa kecil yang jauh lebih beruntung dari mereka. Hidup pada peradaban yang lebih maju, perkotaan, dibarengi dengan fasilitas yang menunjang untuk bersekolah, menjalani hari-hari seutuhnya sebagai anak-anak di usia saya. Lain hal dengan mereka, hidup jauh dari fasilitas yang mumpuni untuk menunjang pendidikan, tidak ke sekolah saat musim panen, karena harus membantu orang tua di sawah. Namun, anak-anak tetaplah anak-anak, walau tumbuh dan berkembang pada garis yang tak bersinggungan dengan apa yang pernah saya, kita alami dulu, di wajah mereka saya melihat masa depan negara ini. Dari tangan-tangan kecil dan kekayaan pemikiran mereka, saya mempercayai, suatu hari kelak mereka siap untuk menerima dan memegang tongkat estafet negara besar ini, Indonesia.
Mari kawan, berikanlah energi lebih kita di usia muda kita untuk berbuat, dan menulislah sebanyak apa yang kita tau, mari kita memulai untuk membahagiakan sejumlah insan yang tak terhingga yang terinspirasi dari hal-hal kecil yang telah kita mulai. Bukan tentang seberapa besar itu, seberapa bepengaruh, melainkan lebih kepada seberapa kuat kita mampu memantik hal-hal baik yang sebenarnya ada di dalam diri kita masing-masing. Kelak, pada garis kehidupan selanjutnya, setidaknya akan ada hal-hal yang dapat kita kisahkan pada anak dan cucu nanti tentang bagaimana kita memantapkan hati, pernah memulai untuk ikut membangun cita-cita negara besar ini. Terkadang memilih jalan sunyi membuat kita sadar bahwa pada setiap diri kita memiliki hal luar biasa yang sebenarnya mampu menembus batas ketakutan dan merobohkan dinding ketidakpercayaan pada apa yang kita miliki. Menjadi Pengajar Muda bukan pilihan, tapi kesempatan untuk memulai mengikuti jalan kebaikan diantara seribu jalan kebaikan-kebaikan lainnya yang Tuhan sediakan, mulailah.
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda