Oh,, Anakku Jatuh Cinta

dela anjelawati 27 Oktober 2012

Jatuh cinta terlampau rumit untuk dipahami apalagi jika berkeinganan untuk mendefinisikannya. Bahkan kabarnya terdapat satu universitas di Amerika yang khusus membuka jurusan cinta. Cintapun memiliki banyak sekali jenisnya, mulai dari cinta monyet, cinta sejati, cinta mati, cinta buta, mabuk cinta, hingga jatuh cinta. Ah tapi apa menariknya cinta dan jatuh cinta bagi seorang Pengajar Muda didaerah penempatan. Membersamai anak-anak setiap hari, dari pagi hingga malam memungkinkan kami (terlebih saya) tak memiliki definisi banyak seperti cinta diatas. Cerita cinta disini menjadi terlampau sederhana. It's about them. The children, isn't it?.... Seperti pepatah jawa, witing tresno jalaran soko kulino (cinta datang karena biasa). Mungkin itulah yang menyebabkanku dengan mudah mencintai mereka. Alih- alih berusaha membangun cinta untuk mereka. Dengan itu, tak perlu ada kekhawatiran saat melakukan kontak fisik dengan mereka. Tentang kutu rambut yang berpindah?  abaikan.. Tentang penyakit kulit...ah tinggal dibasmi pakai Det*l.. Apalagi tentang bau badan mereka yang bertambah menyengat saat kelelahan bermain bola di lapangan sekolah. Nikmati saja..haha.. Mungkin suatu saat nanti, hal itu yang bahkan kurindukan dari mereka.

Begitulah cinta. Ia membuat segala kekurangan menjadi pembeda, mendulurkan semangat meski terkadang penuh kelelahan, mengurai keikhlasan melalui senyuman. Aku bersyukur cinta itu ada disini. Tapi ditulisan ini aku tak hendak berpanjang- panjang tentang cintaku untuk mereka. Aku hanya ingin bercerita;  jika cintaku pun jatuh cinta. It's not about me, it's about them. Bukan tentang cinta mereka untukku. Tapi  Ini murni tentang cerita cinta disekolah. Entah cinta jenis apa yang mungkin bertebaran dikalangan siswa-siswiku (red: cinta anak sekolah dasar). Antar mereka. Antar kelas. Antar lawan jenis.

Suatu ketika disekolah selepas jam istirahat, aku menemukan dua orang murid laki-lakiku sedang ketawa- ketiwi membaca secarik kertas. Saat itu aku baru masuk ke ruangan kelas IV untuk mengajar mata pelajaran matematika. Kedua bocah laki- laki itu terlihat begitu asyik hingga tak menyadari kehadiranku disebelah mereka. Dengan rona penasaran, aku mengejutkan mereka dan bertanya apa isi kertas tersebut. Dua bocah itu tak menjawab dengan benar pertanyaanku. Mereka malah sibuk saling lempar satu sama lain. Akhirnya aku meminta keduanya untuk menyerahkan secarik kertas itu. Tak ada pilihan lain, dengan setengah terpaksa mereka memberikannya kepadaku. 

Pengirimnya adalah salah satu siswiku dikelas V. Awalnya aku tak menyangka bahwa surat itu darinya. Apalagi sepengetahuanku anak perempuan itu terbilang pemalu dikelas. Tapi dari kata- katanya cukup mengkagetkanku. Beginilah bunyinya:

"Usy, jangan berani-berani cinta sama saya. Tuh bilang saja cinta sama sapi"

Dari Wulandari

Dari kata- katanya, jelas ini bukan surat cinta, lebih tepatnya surat penolakan cinta. Haha. Anak- anakku bahkan sudah berpengalaman dalam hal menolak cinta.

Dilain waktu, saat perjalanan pulang dari sekolah. Ditemani kelima murid perempuanku kami berjalan menyusuri jalan setapak menuruni bukit dibawah terik matahari yang menyengat. Rumah hostfam-ku sudah terlihat dari kejahuan. Tetapi rasa lelah membuat kami berhenti sejenak di durung-durung (sebutan untuk pondok-pondok kecil). Saat itu seorang murid perempuanku bernama Mita berceloteh mengenai kejadian disekolah saat jam istirahat tadi.

"Bu, lihat Iis bu. Tadi pas istirahat dia diberi kalung lope sama Rizal"

Sejurus kemudian aku langsung memperhatikan seuntai kalung dileher Iis. Ya, induk kalungnya berbentuk Lope. Iis sibuk mengelak sambil tersenyum padaku. Anak itu terlihat bahagia. Entah bagaimana ia memaknai sebuah kalung bertanda lope, pemberian seorang laki-laki. Akupun tak ingin tahu begitu banyak. Ia murid perempuanku yang masih duduk dikelas IV sekolah dasar. Anak yang paling jago matematika dikelasnya dan selalu mendapat juara kelas. Anak yang sangat aktif bertanya dikelas, namun tak mempunyai banyak kata untuk menjelaskan kalung lope itu.

Jika dua cerita diatas terkesan hanya rasa suka ala anak sekolah dasar, lain lagi cerita tentang murid perempuanku yang satu ini. Namanya Dira, sekarang duduk dikelas IV. Ia gadis yang manis. Ya, kugaris bawahi gadis bukan lagi anak-anak. Hal ini karena tubuhnya yang sudah tak lanyak untuk seukuran anak sekolah dasar. Ia suka berdandan jika pergi kesekolah. Memakai celak mata dan bedak yang cukup tebal. Meskipun saat ini usianya baru 12 tahun, tapi jangan salah. Sebuah cincin telah tersemat dijari manis tangan kanannya. Ya, cincin tunangannya dengan seorang perjaka dari desa sebelah. Gadis itu hanya menunggu lepas Ujian Akhir Nasional untuk mengadakan pesta pernikahannya. Ia telah dipinang.

Sebagai guru, aku bingung berkomentar apa. Cerita seperti Dira tidaklah sedikit disini. Banyak anak perempuan di desa penempatanku yang menikah diusia yang sangat belia. Jika sudah tamat sekolah dasar maka orangtuanya akan sibuk mencarikan jodoh untuk anaknya. Seperti sudah membudaya. Keadaan ekonomi membuat kebanyakan orangtua sedikit sekali yang menyekolahkan anak perempuannya ke jenjang lebih tinggi. Atau setidaknya paradigma tentang anak perempuan yang akan dibawa suaminya ketika menikah juga turut berpengaruh. Sangat disayangkan jika menghabiskan uang untuk menyekolahkan mereka padahal nantinya mereka akan dibawa suaminya. Begitulah pandangan yang berkembang ditengah masyarakat.

Tanpa bermaksud untuk melebihkan gender tertentu, aku sangat menyayangkan keadaan ini. Realitanya, banyak murid perempuanku yang berprestasi disekolah. Mayoritas juara-juara kelas dipegang oleh perempuan. Bahkan beberapa murid perempuanku pun masuk dalam kompetisi ilmiah di level kabupaten. Tak jarang aku memotivasi mereka untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. Syukur- syukur jika beberapa dari mereka kelak melanjutkan ke pendidikan tinggi. Sungguh sebuah kebahagian melihat mereka meraih cita-cita seperti yang ditulisnya di Pohon Mimpi− aku ingin jadi pramugari, aku ingin jadi guru, aku ingin jadi dosen, aku ingin jadi perawat−.

Oh,,Anakkku..Saat engkau jatuh cinta..

Semoga Allah selalu membimbing kalian merasai kebaikan- kebaikan ilmu pengetahuan....

 

 

 

 

 


Cerita Lainnya

Lihat Semua