Sapa Guru

BryanWhildan Arsaha 1 November 2015

"The best time to plant a tree was twenty years ago, the second best time is now"

 

 

Ini adalah sapaan saya kepada Bapak Yuli Tarwoko, yang senantiasa mengalir pahalanya. Insha Allah.

Dengan rekan-rekan dari Jawa yang lainnya, dahulu Pak Yuli Tarwoko adalah guru yang diperbantukan di desa Rekimai Jaya, mengajar di SD Negeri 9 SDT, desa tempat saya bertugas sebagai Pengajar Muda. Namun Pak Yuli berbeda, jika rekan-rekannya hanya bertahan maksimal 4 tahun, pak Yuli tinggal di Rekimai hingga belasan tahun, membaur menjadi ‘jeme dusun’ sini.

Baru 3 tahun yang lalu Pak Yuli memutuskan untuk kembali ke Jawa. Tawaran menjadi kepala sekolah di Semende, menjadi pengawas kecamatan, kenaikan pangkat, hingga pencalonan guru teladan, tidak lagi menghalangi bulatnya tekad untuk kembali. Setelah menjalani waktu yang lama di bumi Sumatera dan hanya kembali ke kampung halaman sesekali dalam setahun, akhirnya beliau tidak lagi mengelak panggilan rumah untuk pulang.

Sebelumnya, saya belum pernah berjumpa dengan Pak Yuli. Namun namanya harum di desa Rekimai Jaya, melebihi harum bunga kopi yang hanya datang sekali sepanjang tahun. Sewaktu saya bertandang ke beberapa rumah warga, berulang kali pula saya mendengar kisah Pak Yuli yang melegenda. Pagi-pagi saat hari belum jauh dari dini, dengan menggunakan nyala suar, Pak Yuli harus menuju desa terdekat untuk mengejar taksi menuju ke kota, urusan dinas. Taksi dari desa terdekat berangkat jam 4 pagi, di saat Matahari bahkan masih enggan untuk bangun. Pak Yuli harus 2 jam berjalan kaki, menembus udara pegunungan yang menusuk. Pernah kata warga sini, dalam perjalanannya mengejar angkutan pedesaan itu dia berpapasan dengan kawanan gajah liar yang sedang melintas, tidak lebih dari 10 meter dari tempatnya berdiri saat itu. Di tengah hutan di pagi yang sepi, yang tersisa dari nyali hanyalah kepasrahan dan komat-kamit doa tanpa henti.

Kini, anak-anak ajar Pak Yuli sudah banyak yang menjalani profesi, mulai dari perangkat desa, polisi, hingga cukup banyak yang mengikuti jejaknya sebagai guru. Tunas yang disemai Pak Yuli belasan tahun lalu telah tumbuh berbuah. Banyak kesan yang ditinggalkan pak Yuli kepada mereka. Ada yang terkesan dengan ketegasan Pak Yuli dalam menjalankan peraturan, cara mengajarnya yang sabar dan selalu menguatkan siswa untuk tidak mudah menyerah dan putus asa, hingga ada yang terkesan dengan caranya yang santun dalam bermasyarakat di desa. Bagi masyarakat desa, kisah Pak Yuli bersenandung melebihi lagu Umar Bakrie yang tenar dibawakan Iwan Fals.

Pak Yuli hanyalah secuil cerminan wajah guru di penjuru tanah air. dan seperti selayaknya guru, pendidik yang selalu menjadi garda terdepan dalam pengiring cita-cita dan pembuka tabir pengetahuan, mencipta masa depan. Tak jarang menjadi pahlawan, namun tetap bekerja dalam senyap tanpa perlu riuh tepuk tangan atau belaian pujian.

Dan dibanding pak Yuli, saya (hanyalah) seorang pengajar muda, yang berkesempatan melihat, mengalami, merasakan lebih dekat denyut pendidikan di daerah, mengabarkan hal-hal baik dari ujung negeri, dan mengajak Anda untuk terlibat mendukung barisan guru dalam memastikan masa depan Indonesia. Berani?


Cerita Lainnya

Lihat Semua