Merdeka di Tanah Merah

Ayendha Pangesti 16 Desember 2017

Perayaan Kemerdekaan merupakan momen yang selalu ditunggu oleh semua warga kecamatan Routa. Tidak terkecuali kami bertiga, para Pengajar Muda di kecamatan ini. Nyatanya, ini adalah ajang berkumpulnya semua warga dari 7 desa dan 1 kelurahan sekaligus ajang unjuk gigi, menunjukkan desa mana yang berhak menjadi the cream of the cream. Sebelumnya, perayaan ini walaupun diikuti oleh semua warga desa dari anak-anak sampai orang tua, perlombaan hanya diperuntukkan untuk orang dewasa saja. Anak-anak biasanya hanya datang menonton bersama orang tuanya. Namun ada rona berbeda ketika pengajar muda hadir. Tepatnya setelah Pengajar Muda XII kecamatan Routa ikut ambil bagian, terwujudlah ajang perlombaan yang ikut dimeriahkan oleh anak-anak. Berbagai cabang diperlombakan. Nah tahun ini, pengajar muda XIV kecamatan Routa pun ikut memberikan rona baru. Setelah terlebih dahulu mengutaran beberapa ide dengan Pak Halim sebagai camat Routa, Alhamdulillah setiap langkah berjalan lancar. Usulan kami diterima dan bahkan sangat didukung oleh beliau.

Awalnya cukup khawatir karena sampai minggu kedua Juli, kami belum mendengar apapun terkait persiapan acara besar tersebut. Namun bersamaan dengan diundangnya kami sebagai panitia pada akhir Juli, serta tercantumnya nama kami di dalam surat keputusan Camat kala itu, keyakinan bahwa akan ada hal hebat terjadi di kecamatan kami, kian menguat. Kami bersama guru-guru se kecamatan Routa diberi amanah menjadi panitia cabang lomba untuk anak-anak. Dananya diambil secara swadaya / iuran yang dibebankan oleh setiap sekolah.

Adrenalin kami pun terpompa. Di samping kami akan bekerja bersama guru-guru untuk melaksanakan event terbesar setiap tahun di kecamatan ini, itu artinya kami juga mewakili anak didik kami masing-masing untuk merasakan euforia tersebut. Bagi saya pribadi, menang kalah bukan prioritas pertama. Ketika anak-anak didik saya ini bisa ikut belajar berkompetisi, merasakan pengalaman baru, dan bertemu teman-teman baru di luar lingkungan sekolahnya, itu cukup. Berdesakan di atas pick up selama tiga jam menuju pusat kecamatan, diatas jalanan becek tanah merah dan hutan di kiri kanannya akan jadi pengalaman luar biasa. Apalagi untuk anak didik saya yang bisa dibilang sangat jarang keluar desa. Menjadi juara adalah bonus. Kebahagiaan mereka adalah yang utama.

Sebutlah lomba lari 200 meter, lari 100 meter, balap karung, balap kelereng, senam, lomba cerdas cermat kewarganegaraan, bola gotong, dan sepak bola yang akan jadi ajang bergengsi antar SD tahun ini. Hal menarik yang saya amati dalam kepanitiaan ini adalah adanya inisiatif yang tinggi dari para guru. Tanpa banyak intervensi, guru-guru ternyata sudah lebih terdahulu menyiapkan hadiah dan piala bergilir. Walaupun secara teknis saat pelaksanaan masih terlihat ‘dadakan’, namun saya cukup salut dengan pergerakan rekan-rekan guru. sungguh menyenangkan juga ketika ide-ide kecil kami (pembuatan piagam, pembuatan piala bergilir, senam kreasi dan LCC kewarganegaraan) diterima dengan baik oleh tim guru.

Sejak tanggal 9 – 17 Agustus 2017, rangkaian kegiatan HUT RI ke 72 di kecamatan Routa dilaksanakan. Tepatnya di jantung keramaian, lapangan desa Tirawonua, hampir semua warga satu kecamatan berkumpul. Dibuka dengan upacara pembukaan di mana kami sebagai pengajar muda banyak dilibatkan seperti menjadi Master of Ceremony, perlombaan diadakan hampir setiap hari.

Semua memang tidak berjalan semulus yang kami harapkan. Banyak kejadian tidak menyenangkan terjadi dari mulai masalah miss komunikasi dengan warga, cuaca yang tidak mendukung, komunikas yang sulit antar tim karena tidak ada sinyal, namun lebih banyak lagi pelajaran berharga yang kami dapatkan. Apalagi melihat senyum dan tawa anak-anak ketika mengikuti lomba, menjadikan hari-hari itu menjadi hari yang berharga dalam hidup. SD saya memang tidak jadi juara umum, namun melihat beberapa anak didik saya mendapat piagam penghargaan atas pencapaian mereka lalu dipajang di rumah mereka di desa, membuat hati saya berjingkrak-jingkrak bahagia. Beberapa minggu setelahnya, saya menemukan kalimat menyejukkan di dalam jurnal mingguan mereka

“Saya lihat banyak lawan saya lebih besar dari saya. Saya takut sekali apalagi mereka mengejek saya katanya saya pasti kalah. Tapi saya bisa juara dan mengalahkan mereka. Saya senang sekali.”

(Herdin, kelas VI SD, juara I lomba lari 200 meter)

“Saya senang sekali naik mobil untuk perayaan, saya terguncang-guncang bersama teman yang lain tapi saya senang. Saya takut saat harus lomba senam dan takut melihat anak laki-laki yang sedang lomba bola kaki tapi akhirnya kita juara III. Saya senang. Saya juga bertemu teman baru, namanya Hafiza. Kami bermain dan tidur bersama. Saya ingin bertemu Hafiza lagi.”

(Indah, kelas IV SD, peserta lomba senam dan balap kelereng)

Rangkaian kegiatan ditutup pada tanggal 17 Agustus 2017. Semua aparat dan warga termasuk anak-anak mengikuti acara dengan khidmad. Ada rasa haru yang merasuk diam-diam di hati saya saat perlahan bendera merah putih merayap di tiang yang tinggi. Di atas tanah marah atau tanah merica ini, semoga memang kami sudah merdeka seutuhnya. Merdeka dalam artian lebih luas, merdeka dari ketertinggalan tanpa meninggalkan kearifan lokalnya. Dan esok lusanya, hari-hari berharga tetap setia menemani kami di sini.


Cerita Lainnya

Lihat Semua