Memaknai 10 November

Ayendha Pangesti 21 Desember 2017

Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak melupakan jasa para pahlawannya.

.

“Hari ini tanggal berapa?” itulah pertanyaan wajib yang selalu saya tanyakan setiap apel pagi.

“10 November 2017” jawab anak-anak serentak.

“Hari ini diperingati sebagai hari apa ya? Ada yang tahu?” pancing saya.

“Hari Jum’at Bu.” Jawab mereka polos.

...

Hari itu tanpa perayaan besar-besaran, kami mencoba meresapi makna hari pahlawan bersama. Kebetulan hanya saya yang mengajar hari itu sehingga saya mencoba berimprovisasi sesuka hati untuk seluruh kelas. Kegiatan saya gabung. Seperti biasa, dengan peralatan seadanya, kami melakukan kerja bakti. Beberapa membersihkan rumput, mencangkul, merapikan ranting, menyapu kelas, dan tidak lupa membersihkan kotoran sapi yang setiap pagi ada di lapangan sekolah.

Melihat kayu-kayu berserakan, kami pun berinisiatif membuat tong sampah, kebetulan cat merah putih yang saya beli juga masih bersisa. Awalnya memang saya yang memegang gergaji namun sedetik kemudian para murid kelas VI lah yang dengan cekatan ‘mengajari’ saya bagaimana menggergaji dengan benar. Satu jam kemudian, tong sampah pertama mereka pun jadi. Senyum bangga terkembang di wajah masing-masing. Hore, sekarang sampah sudah tidak lagi ditumpuk di pojok sekolah. Kegiatan pun kami lanjutkan dengan senam bersama dari mulai SKJ, baby shark, penguin dan semua senam yang pernah mereka tahu yang kemudian ditutup dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Gugur Bunga bersama sebagai ganti upacara bendera.

Dengan potongan-potongan kertas yang sudah disiapkan sebelumnya, anak-anak saya ajak bermain TTS (Teka Teki Silang) raksasa tentang pendidikan kewarganegaraan. Walau tidak semua antusias, namun sebagian besar mereka bisa menyelesaikan misi dengan baik melalui kerja tim.

Anak-anak bersorak saat setiap kotak pertanyaan dapat dijawab dengan benar.

Kegiatan hari inipun ditutup dengan mendengar cerita dari nenek*, salah seorang yang dituakan di desa yang juga merupakan kepala desa pertama di desa. Dari beliau kami belajar arti merdeka yang sesungguhnya, berharganya sebuah perjuangan pahlawan dan apa yang dapat dilakukan untuk menyambung perjuangan itu. Bagi beliau, dapat berdiri di depan kelas untuk berbagi cerita adalah sebuah kesempatan yang langka. Bagi saya dan anak-anak mendengar langsung cerita perjuangan beliau, merupakan suatu kehormatan. Di hari itu, kami sama-sama belajar bersama arti perjuangan pahlawan. Nenek benar, kita dengan segala kemampuan yang kita punya, bisa menjadi pahlawan, mungkin tidak dengan perjuangan mengangkat senjata, namun dengan mengangkat pena. 

*kami menggunakan kata nenek untuk memanggil orang yang jauh lebih tua, baik laki-laki maupun perempuan


Cerita Lainnya

Lihat Semua