info@indonesiamengajar.org (021) 7221570 ID | EN

Upacara Perdana, Upacara Latihan

Atikah Risyad 10 Oktober 2017

Senin pagi 11 september 2017 SDN Inpres Wooi agak berbeda. Tidak seperti biasanya, lumayan banyak anak-anak yang hadir dengan seragam merah putih, dan luar biasanya, ada beberapa yang memakai alas kaki. Meskipun tidak semua memakai seragam merah putih, ini sudah cukup banyak yang berseragam, biasanya banyak yang hanya berpakaian bebas, dan tentunya tanpa alas kaki, baik sendal ataupun sepatu. Tapi saya tidak pernah memusingkan hal tersebut, karena dengan mereka datang ke sekolah saja, itu sudah lebih dari cukup, anak-anak yang masih punya keinginan untuk tau lebih banyak dari yang sudah ia ketahui, atau sekedar ingin tau membaca, menulis dan berhitung saja sudah cukup bagi mereka, tidak muluk muluk.

Pagi itu setengah 7 pagi, saya sudah mulai berjalan menuju sekolah, lebih cepat dari biasanya. Hari itu kami merencanakan akan mengadakan Upacara Bendera. Akhirnya, setelah latihan pertama kalinya di tanggal 3 Agustus, dan ada gangguan dari orang yang tidak cukup waras membuka celananya di depan anak-anak. Setelah itu, masih di bulan Agustus, diadakan latihan upacara sekali lagi, tapi tetap belum berhasil untuk melaksanakan upacara di hari seninnya, dikarenakan anak-anak yang selalu baku ganti datang ke sekolah. Yang sudah latihan hari ini, besoknya ia tidak datang lagi ke sekolah. Hari ini dia jadi pengibar bendera besoknya ia tidak hadir, hari ini ia jadi pemimpin upacara, sebentar ia akan minta ganti jadi petugas yang lain atau bahkan ada yang tiba-tiba mengundurkan diri karena merasa tidak bisa melakukannya. Karena ini berulang terus, pada akhirnya saya meminta anak kelas 6 untuk memandu dan menetapkan siapa yang mau serius latihan dan datang di hari senin saat Upacara Bendera, “Nanti kalau sudah, berikan daftar namanya kepada ibu ya, baru nanti kitong latihan, kalau begini terus kitong tara akan jadi jadi upacara, Ibu tunggu ee”. Saat itu saya agak putus asa dan pesimis bisa terlaksananya upacara.

Daftar nama itu pun masih belum ada hingga Sabtu, 9 September 2017, bapak Kepsek tertiba bertanya kepada saya, “Hari Senin besok kitong su bisa upacara kah ibu?” Saya terdiam lalu menjawab, “Hmm, bagaimana kalau kita apel pagi sambil hormat bendera dan menyanyikan Lagu Indonesia Raya saja dulu bapak? Karena anak anak ini belum cukup latihan dan mereka belum lancar bapak.” Kemudian bapak kepsek menanggapi, “Oo iyo, dilatih dan dilancarkan dulu saja ibu, begitu sudah ibu, kitong apel pagi saja.”

Tapi kemudian saya berpikir lagi, apa lebih baik latihan saja sebentar, yang penting bisa terlaksana dulu, daripada ditunda terus, tidak apa-apa belum terlalu bagus, toh nanti anak anak bisa belajar dari kesalahan, apa yang salah nanti diperbaiki, kalau tidak pernah dicoba, tidak akan pernah bisa, bisa kan karena biasa juga toh, kalau su biasa upacara, lama lama juga mereka bisa upacara. Karena memang menurut kepsek, semenjak dari kepsek lama masih menjabat hingga sekarang, sudah lebih dari 7 tahun kemungkinan di sekolah tidak pernah lagi dilaksanakan upacara bendera rutin di setiap hari Senin. Terakhir kali upacara bendera dilakukan di sekolah sewaktu PM sebelum saya masih bertugas, upacara memperingati Hari Pendidikan Nasional 2 Mei yang lalu. Jadi, memang anak-anak belum terlalu akrab dengan nyanyian lagu Indonesia Raya, Mengheningkan Cipta, apalagi lagu-lagu nasional lainnya. Pancasila pun masih belum biasa dibacakan, sehingga anak-anak masih belum hafal, apalagi Pembukaan UUD ‘45. Hampir semua anak menghindarkan diri dari ditunjuk menjadi petugas pembaca pembukaan UUD ‘45 dikarenakan bacaannya sangat panjang.

Jadilah pada hari Sabtu itu, saya tanya anak-anak siapa yang mau jadi petugas upacara, akhirnya ditemukanlah 10 anak yang mau jadi petugas. Kami langsung mengadakan latihan sebentar sepulang sekolah, namun masih belum lancar, saya masih agak ragu untuk melaksanakan di hari Senin. Tapi kemudian anak-anak bilang, “Nanti sore kitong latihan lagi saja ibu, besok sore juga, biar semakin lancar.” Saya menyambut semangat itu dengan menjawab, “Oh iyo boleh, nanti ibu tunggu di sekolah e.” Sore harinya, saya datang ke sekolah dan menunggu anak-anak, tapi tidak ada satupun yang datang, minggu sore saya berharap lagi ada yang datang latihan tapi tetap tidak ada, mungkin anak-anak lupa.

Senin pagi-pagi sekali, saya berjalan ke sekolah, saya takut banyak anak yang sudah latihan, tidak datang di hari Senin, tapi syukurnya semua anak datang. Pagi itu persiapan upacara agak lama, karena itu upacara perdana dan minimnya latihan, perlu banyak pengarahan bagi anak-anak. Awalnya kami mau melaksanakan gladi dulu, namun karena sudah lama di persiapan, akhirnya langsung mulai saja. Jadilah upacara perdana kami terlaksana. Diprotokoli oleh Naomi Werimon, kelas 5. Pemimpin Upacara Bastian Wihyawari, kelas 6. Pancasila dibawakan oleh Daniel Wihyawari, kelas 6. Pembukaan UUD 45 dibacakan oleh Zahra, kelas 6. Doa oleh Laila Wihyawari, kelas 6. Palu atau dirijen oleh Lani Kendi, kelas 6, dan bendera Merah Putih dikibarkan oleh Jimi Kirihio, kelas 5, Ester Wihyawari dan Lisbet Wihyawari, kelas 6.

Alhamdulillah, upacara perdana kami pun akhirnya bisa terlaksana dengan baik di hari itu. Meskipun di setiap rangkaian kegiatan masih harus didiktekan oleh guru, seperti isi laporan pemimpin upacara kepada pembina upacara, saatnya siap grak, hormat grak, dll. Dan yang paling lucu adalah pada saat menaikkan bendera merah putih. Pengibar bendera sudah mengumandangkan Bendera Siap, namun pemimpin upacara lupa kalau ia seharusnya memberi aba-aba hormat  pada bendera. Pada akhirnya kepsek sebagai pembina upacara mengambil alih. Kemudian diulang kedua kalinya, “Bendera Siaap”. Kepsek memberi aba-aba, “Kepada bendera merah putih, hormat grak”. Dan palu pun mulai memimpin lagu, “Hiduplah Indonesia Raya, 1 2 3, Indonesia raya merdeka merdekaa”. Berbeda, Lagu Indonesia Raya langsung terjun ke akhir lagu, padahal bendera masih di bawah. Akhirnya saya bersama guru lain bernyanyi membenarkan, “Indonesiaaaa tanah airku, tanah tumpah darahku”, anak-anak pun mengikuti dan akhirnya bendera naik diiringi dengan lagu Indonesia Raya yang kembali benar.

Meskipun masih banyak kekurangan dari upacara yang kami laksanakan dan banyak hal lucu juga yang terjadi,b anyak hal yang bisa menjadi pelajaran di hari itu bagi saya, guru-guru, dan anak-anak. Kesalahan itu biasa, apalagi pada saat belajar. Kalau tidak pernah dicoba, tidak akan pernah bisa toh. Hari itu jadi hari bersejarah bagi saya dan SDN Inpres Wooi, guru-guru dan khususnya para petugas upacara, dan seluruh peserta upacara.

Upacara Perdana, Upacara Latihan untuk upacara-upacara berikutnya. Sampai sejauh ini, kami sudah rutin melaksanakan upacara bendera setiap Senin pagi. Semakin hari, upacara yang kami laksanakan semakin ada kemajuan, petugas upacara semakin lancar, lagu Indonesia Raya semakin hafal, semakin banyak anak-anak yang terpacu untuk mencoba menjadi petugas upacara. Meskipun masih banyak kekurangan, semangat terus belajar. Ini baru beberapa kali, kalau sudah banyak kali pasti jadi lebih lancar. Kalian pasti bisa, anak-anak semangat, guru-guru semangat, semua pasti jadi semangat.

Untuk menghargai para petugas upacara perdana ini, saya memberi reward berupa pembelajaran lainnya, yaitu belajar di atas kapal, agar semakin termotivasi terus untuk berbuat banyak hal yang baik dan semangat terus mencoba.

Besok Senin kita upacara lagi ya nak anak. HORMAAAT GRAK !!!


Cerita Lainnya

Lihat Semua