Badai Mengajar

Aryana Kusumaningrum 16 November 2012

Wuuzzzz....,angin berhembus begitu kencang kali pertama kuinjakaan kaki di desa penempatan. Kedatanganku sebagai seorang Pengajar Muda tentunya sudah tidak asing lagi bagi para warga di Desa Landau Badai. Berbagai macam kegiatan yang telah dilakukan oleh Pengajar Muda Angkatan II yang telah terlebih dulu hadir di tengah-tengah masyarakat, sedikit banyak telah memberikan gambaran apa saja yang akan dilakukan oleh Pengajar Muda penerusnya, yaitu aku. Sambutan hangat dari para warga begitu terasa mengiringiku di sepanjang jalan desa yang kulewati hingga akhirnya tiba di rumah. Empat bulan sudah aku bersosialisasi dengan masyarakat, belajar bahasa daerah setempat  dan beradaptasi dengan lingkungan alam Kab. Kapuas Hulu yang cukup ekstrim. Sampai pada akhirnya aku bertemu dengan sesosok pemudi yang membuatku begitu tertarik padanya.  Pandangan pertama aku melihatnya dia terlihat berbeda diantara teman-teman lainya, entah apa yang membedakan akupun juga belum tau. Semakin lama pertemanan kami semakin akrab, keluarganya pun sudah menganggapku seperti anak mereka sendiri.

Nama gadis itu adalah Komariah, usianya kini 19 tahun, aku memanggilnya kokom. Dia adalah sesosok perempuan cerdas, enerjik, baik hati dan sederhana. Dua tahun yang lalu dia sudah lulus SMA, tetapi belum bisa melanjutkan ke perguruan tinggi karena dia harus membantu orang tuanya untuk membiayai abangnya yang sedang kuliah. Sehari-hari waktunya dia habiskan untuk noreh (menyadap karet) dari subuh hingga siang hari. Sore atau malam harinya kami sering bermain badminton bersama penduduk desa lainnya di depan rumahku. Kemanapun aku pergi dia selalu mendampingiku, hampir mirip body guard atau body system ku lebih tepatnya,hehee.. ^_^ Mulai dari acara kandau (berkunjung ke rumah warga), acara desa, entah itu acara pernikahan, rapat warga, pengajian, mencari engkayuk (sayur) di hutan, berladang, merau (bersampan) serta transleter Bahasa Hulu yang sangat sabar menjawab setiap kata yang tak aku mengerti. Bahkan sampai belajar motor di daerah perbukitan pun aku belajar darinya, tentunya dengan tehnik-tehnik khusus yang tidak akan kamu temui ketika mengendarai motor di jalan beraspal. Karena jalan di desa kami begitu istimewa, kamu tak akan pernah bisa membayangkannya sebelum kamu datang langsung di desaku.

Melihat pertemananku yang begitu akrab dengan Kokom akhirnya Kepala Sekolahku mengajak ia kembali untuk bersedia bergabung di Sekolah SD dan SMP Satu Atap 05 Landau Badai. Sudah sejak dia lulus SMA sebenarnya Kepala Sekolahku mengajak dia untuk menjadi pengajar di SMP Satu Atap, tetapi dia selalu menolak karena harus membantu orang tuanya untuk noreh. Akhirnya Kokom memutuskan bersedia untuk bergabung menjadi Pengajar di SD SMP Satu Atap ini. Betapa senangnya saya ketika mendengar kabar itu, Alhamdulillah sudah tiga bulan Kokom menjadi Pengajar disini. Akhirnya putra daerah dari desa ini sendiri ada yang bersedia untuk membangun desanya.

Cukup penasaran memang mengapa kokom akhirnya mau menjadi pengajar disini. Sampai pada akhirnya Kokom bercerita sendiri kepada ku mengapa dia mau menjadi Guru di desa ini padahal ini bukanlah cita-citanya.  

“Saya malu dengan ibu. Ibu yang bukan orang asli dari daerah ini, jauh-jauh datang kesini begitu semangat mengajar anak-anak, padahal di desa tidak ada sinyal telepon, tidak ada listrik juga. Sedangkan saya putra daerah dari desa ini, saya merasa belum melakukan apa-apa untuk desa ini. Saya ingin melihat desa saya nantinya berkembang maju seperti yang sering ibu katakan. Bantu saya bu, saya ingin belajar banyak dari Ibu Yana.”

Tak banyak kata yang bisa aku ucapkan saat itu, aku hanya bisa memeluknya dan berkata “ Ibu percaya kamu pasti bisa Kom, Ibu bantu”

Sejak saat itulah pertemanan kami semakin akrab lagi, kami sering berdiskusi bersama, aku salurkan semua ilmu yang sudah aku dapatkan selama ini kepadanya. Ketika sedang kandau (berkunjung) di salah satu rumah warga tiba-tiba tuan rumah menyeletuk begini “Oi Badai Mengajar pa pulah nuan?” (Hei Badai Mengajar, apa yang sedang kamu lakukan?) Orang-orang yang mendengarnya langsung tertawa terbahak-bahak. Dari sini lah sekarang Kokom mendapat julukan baru di desanya yaitu ”BADAI MENGAJAR” . Aku harap ke depannya akan muncul lagi Badai-Badai Mengajar yang lainya yang bisa mengajak warganya sendiri untuk membangun desa tempat kelahirannya menjadi lebih maju.


Cerita Lainnya

Lihat Semua