Meski Tanah tak Terpijak, Bendera tetap Terkibar

ANNISA NOVITA DEWI 17 November 2012

Ternyata setiap tahun mereka mengalami ini. Rumah sekolah sudah acap (banjir), kata mereka. Rumah sekolah (sebutan untuk gedung sekolah) banjir, karena air sungai Kapuas pasang kuat. Dan meskipun seluruh bangunan di desa kami sudah dibangun dengan tipe rumah panggung, ternyata gedung sekolah belum cukup tinggi untuk menghindari air pasang. Dan karena air sudah terlalu tinggi, terpaksa sekolah harus diliburkan untuk sementara. Libur sekolah, tentu saja menjadi hal yang paling menyenangkan bagi anak-anak, tak terkecuali di sekolah kami. Meskipun tidak mengurangi minat mereka pergi ke rumah sekolah ......... untuk mandi di halaman sekolah !!!!

Sudah tiga hari ini rumah sekolah kami banjir dan untuk alasan itulah sekolah diliburkan. Tetapi hari ini, 10 Nopember, sudah sejak lama, bahkan sebelum rumah sekolah banjir, mereka sudah mempersiapkan diri untuk pelaksanaan upacara memperingati hari Pahlawan. Dan hari ini, kenyataannya sudah tidak kelihatan tanah sama sekali di desa kami. Yang dipijak kaki kami hanyalah gertak kayu sepanjang jalan desa kami yang kadang kondisinya tidak terlalu bagus. Ada yang papannya lepas karena air banjir, sehingga gertak berlubang, dan karena itu saya sangat sering jatuh 'terpuruk' (jatuh terperosok ke dalam lubang gertak).

Anak-anak sungguh tak rela melewatkan 10 Nopember itu tanpa upacara yang sudah mereka persiapkan jauh-jauh hari. "Bu, bagaimana kalau kita kibarkan bendera pakai sampan??"

Ide gila !! Tapi smart. "Boleh dicoba". Akhirnya, kami pun tak menunggu terlalu lama, setelah membersihkan rumah sekolah yang sudah mulai surut dari air, anak-anak yang bertugas sudah menyiapkan sebuah sampan, sementara yang lain memanggil seluruh anak untuk berkumpul di pinggir gertak-gertak sekolah.  Tak lama, saya segera meminta pemimpin upacara menyiapkan barisan dan sampan pun segera dikayuh mendekati tiang bendera di tengah halaman sekolah. Tidak gampang untuk mengibarkan bendera dengan cara yang 'berbeda' ini, tetapi alhamdulillah tidak ada hambatan yang berarti saat mereka mulai beraksi. Bendera pun dikibarkan dengan suasana yang sangat khidmat. Bahkan lebih khidmat daripada saat mereka upacara bendera di tanah biasanya. Entah apa yang ada di pikiran mereka, yang jelas mereka sangat bangga dengan momen pengibaran bendera saat air acap.

Anak-anak itu pun haru luar biasa ketika kami bersama-sama menyanyikan lagu "Syukur" sembari meletakkan tangan kanan mereka yang terkepal di dada.

Dari yakin ku teguh,

Hati ikhlas ku penuh,

Akan karunia-Mu,

Tanah air pusaka,

Indonesia merdeka,

Syukur aku sembahkan,

Kehadirat-Mu Tuhan.............

Dan berakhir dengan sangat sarat makna. Makna pengorbanan pahlawan yang mereka renungkan melalui lagu yang bersama-sama dinyanyikan, serta kebesaran jiwa dan totalitas untuk memaknai peringatan hari Pahlawan dengan cara mereka sendiri.

Mereka pun akan menjadi pahlawan yang akan rela berkorban dan senantiasa berjuang demi kemajuan desa ini, dengan cara yang mereka definisikan sendiri.

 

Nanga Lauk, 15 Nopember 2012


Cerita Lainnya

Lihat Semua