#10 Hal Unik di Kampung Baruku

Adhi Rachman Prana 13 Januari 2013

Understanding culture and humanity adalah salah satu ketertarikan saya. Itu juga menjadi alasan saya senang membaca dan traveling. Menyelami beragam kebudayan dan kebiasaan di tempat-tempat yang berbeda selalu menyenangkan. Nah, setelah kurang 5 bulan di daerah penempatan saya di Talang Tebat Rawas, Desa Pagar Agung Kecamatan Rambang Kabupaten Muara Enim, Sumsel. Jangan dikira tulisan ini serius dan akademis ya. Apalagi dirujuk sebagai referensi penelitian, jangan deh. Hehe. Ini hanya pengamatan kasat mata saya sebagai bagian dari masyarakat disini. Langsung aja yok kita simak!

1.       Pemabuk

Ketika minggu-minggu awal saya datang ke Tebat Rawas. Bahasa menjadi faktor penghambat yang paling utama. Di satu sisi saya belum bisa bahasa mereka dan ternyata mereka pun tidak begitu paham bahasa Indonesia. Saya ngobrol dengan orang tua murid tentang anaknya dan saya kaget karena berulang kali Ibu ini mengatakan anaknya pemabuk.

Saya liat ekspresi anaknya yang masih kelas IV, ia menunduk malu-malu. Masak anak sekecil ini pemabuk? Saya pun bertanya minuman apa yang biasa anaknya minum, namun karena kendala bahasa tadi saya tidak memahami satu kata pun ucapan si Ibu (bisa jadi Ibunya pun tidak paham dengan pertanyaan saya, red).Yang saya lakukan cuma stay cool sambil mengangguk-angguk.

Ternyata oh ternyata, pemabuk itu adalah istilah buat anak yang suka mabuk darat. Hampir semua anak di Talang ini selalu muntah jika pergi naik mobil, walaupun jaraknya dekat. Oalaaaah...kalau begitu mah saya juga kadang-kadang jadi pemabuk.. Hehehe

2.       Kemaluan

Lagi-lagi saya heran waktu awal ke sini mulai dari anak-anak sampai orang dewasa selalu bilang, “Aku kemaluaaan aii, dekdeu aii” Aku mengernyit tiap kali mendengar kata-kata itu, mukaku merah karena risih. Lalu kulihat ekspresi orang yang berbicara. Tampak wajar dan biasa saja. Berarti istilah ini punya arti lain, bisikku dalam hati. Apa maksudnya ya tadi?

Lebih kaget lagi ketika minggu-minggu awal di kelas kusuruh anak-anak maju malah teriak-teriak “Kemaluan Pak Kemaluan..” sontak aku pun panik dan salah tingkah. Refleks kulirik celanaku barangkali retsletingku terbuka. (Saat melakukannya saya berusaha untuk tidak terlihat anak-anak, yeah that was really awkward!)

Ternyata tidak. Apa yang salah denganku? Belakangan kuketahui bahwa ‘kemaluan’ disini artinya ‘malu’. Aaaakh! Aku jadi kemaluan menceritakan ini sama kalian, kawan! Hahaha.

3.       Minggat

Nah, kalau ini nih sistem pernikahan di sini. Minggat itu artinya sang gadis kabur dari rumah melapor ke tempat Ketua RT/ Kepala Desa tempat tinggal pacarnya. Nah jika ada gadis minggat berarti ia minta dinikahkan. Orang tua si gadis harus berdiskusi dengan calon besannya terkait pernikahan anak-anaknya.

Selama proses diskusi berlangsung, si gadis tidak boleh kembali ke rumahnya. Menunggu untuk dijemput keluarganya jika kesepakatan selesai. Prosesnya bisa sampai sebulan loh. Kebetulan di talangku lagi ada gadis yang minggat, orang tuanya lagi sibuk negosiasi dengan calon besannya.

Asyiik banget ya sistemnya, jadi di sini nggak ada  sistem kawin lari. Heheheh. Kalau di kota-kota juga pakai sistem nya kayak begini, dijamin punah deh orang-orang yang sering galau nikah. Tinggal suruh pasangannya aja untuk minggat dan tunggu dijemput, restu orang tua langsung turun deh :D Hehehehe.

4.       Cara mengusir nyamuk

Awalnya saya sangat terganggu dengan kebiasaan merokok disini. Hampir semua pria remaja dan dewasa adalah perokok aktif. Ternyata, kebiasaan merokok ini ada alasannya loh! Mereka merokok untuk mengusir nyamuk saat mengambil getah karet di kebun setiap pagi. Nyamuk-nyamuk hutan yang ganas itu tidak mempan oleh cairan oles anti nyamuk yang dijual di warung-warung.

Awalnya aku juga tak percaya, tapi begitu ikut nakok langsung dengan warga. Wuih, dahsyat boy! Pake celana panjang pun nyamuk masih aja nembus kulit. Dan menoreh batang karet sambil merokok itu ternyata signifikan mengusir nyamuk. Hmm, mungkin nyamuk-nyamuk disini matinya oleh nikotin ya?

Nah karena setiap hari nakok dari jam 4-10 pagi, satu orang bisa loh menghabiskan sampai tiga bungkus per hari. Ckckckcck.

5.       Siswa Sakit

Angka ketidakhadiran di sekolah cukup tinggi juga disini. Baik siswanya maupun gurunya hehe. Cuma yang unik adalah siswa-siswa SD ini ini kalau tidak sekolah karena alasan sakit, entah itu demam, sakit perut, pusing, biasanya sorenya mendadak muncul di sekolah. Pakai pakaian bermain tentu saja.Sebagai informasi, sekolahku masuk siang, jadi pulang itu pukul 17.00. 

Ketika kutanya kenapa tak sekolah, jawabannya sakit pak. Aku geleng-geleng kepala, "kalau sakit ya di rumah saja, istirahat." Begitu ujarku. Mungkin kesepian kali ya, karena teman-temannya di sekolah semua, jadinya ia juga menyusul ke sekolah dan ikut bermain kejar-kejaran. Kalau ada yang seperti itu di kelas saya biasanya langsung saya suruh masuk dan duduk, walaupun tidak pakai seragam ia akan tetap bisa ikut sisa pelajaran hari itu.

6.       Nugal

Yang dimaksud nugal itu adalah membuat lubang di tanah untuk dibuat ladang. Biasanya ladang tersebut adalah bekas kebun karet yang sudah dibakar karena kurang produktif. Nah, sebelum ditanam pohon karet baru, sebagai variasi biasanya ditanami juga jenis-jenis tanaman lain seperti padi. Nah, uniknya dimana? Saat nugal, semua warga bergotong royong loh!

Mulai dari gadis,gadis, bapak-bapak, ibu-ibu sampai anak-anak pun ikut membantu (lihat foto nugal di atas). Padahal ladangnya bukan punya rame-rame. Biasanya yang punya menyediakan makan siang dan kudapan lainnya untuk warga yang membantu.

7.       Mandi Celup

Tahu teh celup kan ya? Nah mandi celup itu prosesnya mirip dengan teh celup. Hehehe. Intinya adalah warga disini hampir semuanya mandi di sungai, dengan sistem seperti teh celup tadi. Padahal sudah ada beberapa sumur juga yang dibuat warga, tapi rata-rata sumur itu hanya dipakai  mengambil air untuk minum.

Kalau kamu ke Tebat Rawas dan mau mandi celup di sungai, jangan lupa membawa basahan. Dan tidak perlu bawa gayung karena akan ditertawakan orang sekampung. Hehehhee.

Mandi celup ini sederhana dan tidak perlu waktu sampai 15 menit. Kamu tinggal masuk ke air sungai dan berendam sambil mencelupkan kepalamu. Nah setelah semua anggota badanmu kena air, kamu tinggal naik ke tepian sungai yang ada kayunya untuk bersabun dan bershampo. Bisa juga sikat gigi kalo berani (aku sih masih bertahan sikat gigi pake air sumur saja). Setelah itu celupkan lagi tubuhmu sambil membilas buih –buih yang ada di sekujur tubuhmu. Selesai deh, simpel kan?

8.       Freelance Farmer

Naah ini biar agak keren aja pake istilah bule hehe. Maksudnya adalah petani paruh waktu. Nah yang saya sebut petani paruh waktu itu tak lain dan tak bukan adalah murid-murid saya sendiri loh. Rata-rata siswa kelas V dan VI sudah harus membantu orang tuanya menggarap kebun karet. Setiap pagi mereka nakok, istirahat sebentar lalu sekolah. Itu juga alasannya kenapa sekolah kami masuk siang, selain murid-murid, guru-guru yang semuanya honor pun harus nakok dulu sebelum ngajar.

9.       Kaleng Kerok

Budaya ‘dikerok’ kalau lagi masuk angin kayaknya memang khas Indonesia. Mulai dari ujung barat sampai ujung timur kerokan ini pasti dikenal, mungkin yang berbeda hanya istilah dan alatnya. Disini juga sudah lazim kebiasaan kerokan. Bahkan kalau disini bukan hanya ketika masuk angin aja, hampir semua penyakit berakhir dengan kerokan. Ya flu, demam, pusing, diare, semuanya dikerok. Mungkin karena kepercayaan yang kuat akan kekuatan kerokan, semua penyakit itu memang berkurang (katanya) setelah dikerok. Nah yang unik adalah alat kerokannya. Tau kaleng kemasan untuk produk ikan yang diawetkan (menghindari penyebutan brand )? Nah ujung kaleng itulah yang dijadikan alat untuk menggaruk punggung anda! Saya sih belum pernah ngerasain gimana rasanya, Cukup melihat adik angkat saya disini dikerok sama Uma aja sudah meringis sendiri. Hiiiiy. Tambahan lagi, disini pemakaian minyak untuk pelicin dan pengurang gesekan itu tidak dikenal loh. Jadi coba sendiri deh garukan kaleng tersebut langsung ke punggung Anda. Hehehe.

 

10.   The Land of Dangdut

Saya menamai talang ini sebagai tanah dangdut. Semua orang disini suka dangdut. Kalau dangdut itu adalah partai, bisa dipastikan semuanya menjadi anggota aktif, hehe yaa minimal simpatisan lah. Nah, kalau Rhoma Irama beneran nyalon jadi Presiden, saya yakin banget 100% warga talang ini bakal milih dia. Disini semua penduduk dari segala usia sangat menggemari lagu dangdut. Setiap acara 17an, selalu ada lomba karaoke lagu dangdut. Hampir di setiap rumah yang mempunyai tv pasti punya mic dan vcd untuk karaoke. Bahkan, listrik yang menyala hanya dari jam 6-11 malam pun terkadang dihabiskan hanya untuk karaoke.

 

Pas mandi, jalan di hutan, bahkan di kelas pun semua melantunkan lagu-lagu dangdut. Bahkan dengan kreatif mereka biasa mengubah liriknya sesuai dengan kondisi mereka saat itu. Contoh lagu Mansyur S diplesetkan liriknya menjadi “Kurus badaan iniii.. bukan kurang makaan.. tapi kurang gizii...” Hahahah. Saya sih seneng banget orang-orang suka lagu dangdut. Apalagi dangdutnya memang yang berkualitas, bukan semacam remix, dangdut dengan lirik porno, atau goyangan-goyangan seronok yang lagi hits di tempat lain. Disini mereka sangat mengagumi penyanyi dangdut lawas seperti Roma Irama, Cacha Handika, Iis Dahlia, Evi Tamala, dll.Satu hal positif lagi dari kegemaran mereka karaoke, sinetron-sinetron dan tayangan TV yang kurang mendidik itu menjadi jarang ditonton! Horeee..Naah pas saya ngetik ini di kamar pun, di ruang tengah kakak angkat saya sedang karoke loh.

 

Itu beberapa temuan yang menurut saya unik selama 5 bulan ada di Talang Tebat Rawas di tengah Hutan Karet ini. Oke deh, sekian dulu info dari saya. Saya mau ikutan karokean di ruang tengah !! :D

 

****

Tebat Rawas, 13 Nopember 2012

Salam Hangat,

Adhi Rachman Prana


Cerita Lainnya

Lihat Semua