Pilihan

Arum Puspitarini Darminto 1 Agustus 2011

Mau bagaimana kalau sabun dibadan sulit berbusa karna air asin yang membilasnya?  Tidak mandi dan berdiam diri adalah hal yang tidak mungkin terjadi karena debu pasir yang selalu aku temui. Aku hanya dapat membasahi sabun dengan sedikit air minumku agar aku tidak membuang waktu.

Mau bagaimana kalau air sulit membersihkan kotoran yang lebat? Aku hanya perlu menyiapkan seluruh ember yang aku isi dengan mengandalkan otot lenganku. Menggunakan setiap tetesnya dengan cermat mengingat aku mengambilnya dengan keringat.

Mau bagaimana kalau air asin di sumur sebaiknya tidak di minum? Aku hanya dapat berjalan setengah jam dengan memikul ember di rute yang berbatu menuju sumber air di tengah hutan yang bisu. Atau kalau aku beruntung, hujan akan turun dan ember-ember aku jajarkan untuk bekal minum penghilang kering yang mengganggu.

Mau jadi apa kalau anak kecil ini terus diberikan hukuman? Padahal ia hanya korban dari kekesalan orang tua yang kurang mengerti bahwa anak harus disayangi. Berharap perlakuannya membuat anak ini terdiam padahal tangis semakin menggelegar. Aku hanya bisa menghampiri, menanyakan apa yang terjadi sehingga si ibu terkejut bahwa aku mengetahui. Selesai sudah peran antagonis sesaat yang sesat.

Mau  jadi apa kalau mie instant mentah menjadi keseharian? Berharap memberikan energi padahal yang ada hanya perusakan diri sendiri. Aku hanya dapat memintanya melepas genggaman makanan dari tangannya sambil berpesan bahwa apa yang dia masukkan ke mulutnya tidak lebih baik dari makanan basi.

Mau bagaimana kalau tiba-tiba ada darah dan butuh pertolongan pertama? Membawanya ke puskesmas yang tidak berpenghuni bukannya membuat dia mati? Aku hanya mampu berperan sebagai dokter-dokteran karena tidak ada mantri atau petugas kesehatan. Bukankah ada bangunan bertuliskan “Puskesmas”? Itu dulu. Sekarang bangunan peninggalan itu hanya ditinggali timbangan badan yang tak bertuan. Mau jadi apa kalau sumber energiku dari ikan dan sayur tidak hadir selama seminggu? Apa aku bisa beli di warung? Sayangnya Werain tidak kenal tempat itu. Aku hanya perlu teliti dalam gizi. Mencari sumber energi lain yang lebih mungkin aku konsumsi. Singkong kuning dengan parutan kelapa adalah perpaduan yang hebat di urutan tertinggi. Mau bagaimana kalau warga percaya bahwa kita terkena guna-guna dari orang yang tidak suka atau bahkan sangat menyukai kita? Aku hanya perlu tidak memedulikan dan terus meningkatkan kepercayaan kepada yang menguasai hari kemudian. Mau bagaimana kalau  kesendirian menyiksa dan yang dibutuhkan adalah keramaian padahal dia tidak ada? Aku hanya perlu berputar mengelilingi desa, sambil berdoa ada mata yang masih terjaga. Aku menyapa dan kesepian seketika sudah tidak ada. Pilihan ini ada dimana-mana. Membuat kita berfikir akan jalan yang mau kita jelajahi.

Membuat kita terus mengulang kalimat, “mau dikenang sebagai apa kita nanti?” Buat apa menunggu? Berharap akan terjadi sesuatu yang setika mengubah kamu? Bukan hanya kamu, tapi orang yang hidup bersamamu. Kendalikan apa yang ingin kamu sampaikan. Bawalah menuju peraduan yang kamu impikan. Bergeraklah, selagi kamu bisa. Untukmu dan untuk orang yang hidup bersamamu.

 

Adaut, 31 Juli 2011

-APD-


Cerita Lainnya

Lihat Semua