Baku Bantu

Arum Puspitarini Darminto 15 Juni 2012
Persiapan setiap harinya harus dilakukan oleh seorang guru sebelum mengajar. Aku bersiap untuk mengkomandoi salah satu pelajaran besok. IPS. Ah, sejujurnya aku tidak begitu menyukai pelajaran ini. Aku jarang berhasil membuat anak-anakku tertarik dengan pelajaran ini. Membosankan, lebih baik berhitung sampai mati begitu kata mereka. Tapi mau tidak mau, suka tidak suka, hari ini adalah jatahnya pelajaran IPS. Selera belajar anak sama dengan selera ibu gurunya. Aku pun setuju sebenarnya, IPS membosankan. Mungkin berbeda pendapat dengan kamu yang menyukai IPS. Jadi sebenarnya suka atau tidak suka, menarik atau membosankannya sebuah pelajaran hanya persepsi saja. Maka dari itu, aku memilih untuk tidak menutup rapat-rapat hati ini untuk IPS. Mencari sesuatu yang menarik dari pelajaran ini jauh lebih menguntungkan. Mencoba mengubah sedikit persepsiku tentang IPS. Aku mulai membuka buku. Membaca kata demi kata di pada tema “masyarakat pedesaan dan masyarakat kota”. Ciri-ciri pada masyarakat desa dan kota sudah aku pelajari juga mungkin sejak aku SMP. Tidak istimewa dulu ketika aku baca. Kali ini terasa berbeda. Aku membaca kalimat, “masyarakat desa memiliki sifat gotong royong dan rasa persaudaraan yang kuat”. Aku tertegun. “Usi! Sini beta bawa. Usi ini seng bisa bawa barang berat-berat begini,” suara Feki membuatku menengok ke belakang, ke sumber suara yang meneriakiku untuk tidak membawa barang-barang belanjaanku yang memang berat. Feki, salah seorang saudaraku yang berusia 4 tahun lebih muda dariku, memanggilku usi. Bahasa melayu ambon untuk panggilan kepada kakak perempuan. Sepulang dari Saumlaki memang biasanya barang yang aku bawa lebih banyak. Namun tidak pernah rasanya aku kesulitan membawa barang-barang ini sampai di rumah. Ada saja yang menunggu kedatanganku di pinggir-pinggir pantai, siap dengan otot lengannya yang sudah terlatih membawa barang-barang berat. Entah itu saudara atau anak-anak murid. “Ibu itu ya, paling suka siksa diri. Sini gen itu kasih beta! Biar beta bawa saja! Ibu tau toh orang kampung itu suka bicara-bicara, jadi nanti kalo katong su sampe kampung, ibu seng boleh terlihat bawa apa-apa. Ibu dengar?” lagaknya Heni seperti orang dewasa saja yang menasehatiku panjang lebar. Heni, siswa kelas IV, akhirnya menyerah mengejarku yang berusaha sekuat tenaga tidak memberikan gen 10 liter yang berisi air bersih dari sumur abat. Aku hanya tidak tega melihat mereka membawa gen berat di dalam sebuah keranjang yang bertali dan dibawanya keranjang itu dengan tali yang mereka taruh di atas kepala mereka. “Apa rasanya bawa keranjang pake kepala?” tanyaku penasaran. “Awal-awal bet pung leher sakit. Kepala sakit lai. Dari itu, ibu seng bisa pake ini. Nanti ibu sakit. Ibu seng boleh sakit,” jawab Heni yang sudah bisa menebak bahwa aku ingin mencoba membawa keranjang itu dengan kepalaku. Karena mereka tidak membiarkan aku membantu mereka, terpaksa aku curi gen itu dari keranjangnya. “Ibu dapat!” Dan aku lari kencang.hehe “Mmmmmm... bau apa ini enak sekali mama!” indera penciumanku tidak bisa tidak bereaksi ketika ada bau makanan sedap. Bau yang menuntunku menuju dapur. Aku lihat mama piaraku sedang memasak bia (kerang) bumbu kecap. Makanan ini makanan favoritku nomor satu buatan mama piaraku! “Ini nona, tadi dong (mereka) saudara yang disebelah rumah ini kasih. Dong tau nona paling suka bia-bia, jadi dong pi pilih di kepala meti.” Keluargaku jarang pergi memancing, karena bapak piaraku yang super sibuk di desa sudah tidak punya waktu lagi untuk pergi melaut dan mama piaraku tidak bisa kena air laut lagi karena dilarang oleh dokter. Keluargaku juga tidak lagi pergi berkebun. Tapi dapur kami tidak pernah kekurangan ikan ataupun sayur. Ada saja yang ingat dengan kami, ada saja yang memberikan hasil kebun dan hasil tangkapannya untukku dan keluargaku. Ada saja yang berbagi kebahagiaan dengan keluarga ini. Sebuah pengetahuan memang lebih diingat jika memiliki ikatan emosi. Sebuah kalimat di buku IPS ini sederhana. Tapi sangat bermakna. Aku punya pengalaman yang kuat dan mengakui bahwa pernyataan ini memang sahih. Keindahan ini aku yakin bukan hanya milik desaku. Sifat gotong royong dan saling membantu aku yakin mengalir di darah setiap warga negeri besar ini. -APD- Werain, 8 Juni 2012

Cerita Lainnya

Lihat Semua