Taman Nasional Tiga Nusa (a dream)

Arif Lukman Hakim 4 November 2011

Fakfak, adalah bumi indah di sepenggal pulau besar bernama Papua. Tahun ini, 111 tahun sudah Fakfak telah melangkah dan berkembang di berbagai bidang. Kekagumanku pada Fakfak tak pernah luntur sekalipun baru melihatnya dari kaca lensa biasa. Jika melihat potensi alam Kota Pala ini, rupanya ungkapan seorang budayawan bernama Cak Nun benar. “Sungguh negeri ini adalah penggalan surga. Surga seakan-akan pernah bocor dan mencipratkan kekayaan dan keindahannya. Dan cipratan keindahannya itu bernama Indonesia Raya.”, begitu katanya.

Untuk mendeskripsikan wilayah geografisnya, para pejabat sering menggunakan bahasa “Fakfak terbentang dari Tomage sampai Pulau Tiga”. Walaupun sampai detik ini Tomage belum pernah kulihat, tetapi setidaknya mulai mengenal dan mengagumi wilayah Pulau Tiga.

Sekarang saya hidup di Pulau Tiga, di salah satu titik terjauh dan menjadi ujung patok terluar Kabupaten Fakfak bagian Timur-Selatan. Pulau Tiga, juga terkadang dikenal dengan istilah “Tiga Pulau Enam Kampung” oleh penduduknya. Karena di sini ada 3 pulau yang menyusun gugusan Kepulauan Karas. Setiap pulau diisi oleh 2 kampung.

Kembali ke potensi geografis, kontur alam di Kepulauan Karas hampir sama seperti landscape Papua pada umumnya. Daratan tertinggi adalah hutan yang rimbun dengan pepohonan yang menyemut di atasnya, sampai terbentuk bukit-bukit hijau. Tiliklah sebentar apa saja isi hutan tersebut, akan kita jumpai berbagai tanaman penunjang ekonomi. Dimulai dari pohon pala yang mendominasi, tanaman kebun warga seperti pisang, ubi, durian, kenari, sampai pohon-pohon kayu berukuran lebih dari dua depa mengisi barisan hutan.

Di hutan tersebut, spesies hewan tak kalah alami. Satwa khas Papua yang mencuri perhatian kita saat berjalan di bawah rindangnya pepohonan antara lain cendrawasih, maleo, kasuari, dan aneka burung lainnya akan berkicau mendendangkan lagu keceriaan. Kemudian kuskus, wakera (sejenis kanguru), rusa, dan masih banyak jenis fauna setiap hari tak bosan mengintip alam Papua.

Sambil menuruni bukit hijau, kita akan terpukau karena alas dari perbukitan ini adalah pantai, tentu saja berpasir putih. Silahkan bermain pasir, menatap teriknya mentari, dan berlarian di atas barang serupa tepung tersebut. Kampung Tarak, salah satu kampung di kepulauan Karas.

Dan saat menceburkan diri di laut, akan tampak jelas apa yang ada di bawahnya. Coral reef, variasi jenis karang akan meruntuhkan dadamu yang bergelora. Tunggu sesaat, dan diamlah di atas permukaannya, kerumunan ikan hias akan menghampiri kita seolah menyampaikan salam cinta ala Papua. Gerombolan ikan manfish, ikan badut, ikan lema, ikan apa saja mungkin ada di sini, dari ikan teri sampai ikan paus.

Dari jaman nenek moyang, Karas memang terkenal sebagai spot berkumpulnya ikan. Menyelami Indonesia Saya tak tahu alasan ilmiahnya kenapa, mungkin karena di sinilah pertemuan antara Laut Seram dengan Laut Arafura, dua lautan besar yang mengapit Papua.

Karas dulunya adalah bagian dari Distrik Fakfak Timur, kemudian dimekarkan menjadi distrik sendiri. Ketika kutanya tentang daerah wisata yang sudah cukup dikenal, banyak yang menyebutkan Air kiti-kiti, air terjun yang harus ditempuh 2 jam dari pulauku ke arah Kaimana.

Selain tiga pulau yang dihuni, ada pulau-pulau kecil yang berderet seperti Pulau Patirar, pulau kecil ini di dalamnya terdapat goa alami yang unik. Di sebelah pulau mungil tersebut, kita akan memasuki wilayah Faram. Jika kita ke Faram saat meti (air surut) dan laut teduh (tenang), bisa kita nikmati panorama bawah lautnya tanpa menyelam. Cukup berdiri saja di atas air laut setinggi betis, karang dan ikan hias seolah muncul di permukaan.

Selain itu, ada lokasi yang akrab disebut Tanjung Merpati, yang terbagi menjadi dua; Merpati Pasir Panjang dan Merpati pasir Pendek. Kemudian beberapa meter di sebelahnya adalah daerah Kelapa Dua. Keduanya merupakan kawasan tak berpenghuni yang pantainya juga berpasir putih. Saat kita mengunjungi daerah yang kerap disebut Tipang, peninggalan sejarah berupa cap telapak tangan manusia yang katanya dibuat dari darah ikan duyung di jaman paleolyticum cukup menarik perhatian.

Jika melanjutkan ke arah timur, akan dijumpai sebuah wilayah eksotis penuh misteri, Batu Lubang. Batu lubang merupakan goa besar alami yang dipagari stalaktit di dalamnya. Anehnya, di sekitar Batu Lubang airnya cukup dangkal, tetapi tepat di tengah-tengah lubang airnya sangat dalam sampai airnya kontras berubah warna dari hijau ke biru tua.

Apakah semua penjelasan sekilas tadi sudah selesai? Belum. Jika terus menyusuri teluk ini, kita akan bertemu daerah Nusa Lasi. Di sinilah kita akan berhadapan langsung dengan pulau-pulau kecil yang mempesona berjejer mesra. Beberapa nama pulau tersebut di antaranya Nusa Karang, Nusa Karaf, Manggi, Nusa Teri, Damat, Puala Uni, Reit Nusa, Nusa Papuan dan beberapa pulau kecil lainnya.

Saya mengibaratkan kecantikan perawan yang sama sekali belum pernah terjamah untuk mengiaskan kawasan Pulau Tiga ini. Layaknya gadis yang menjadi kembang desa yang butuh perhatian dan perlindungan orang tuanya, kawasan Pulau Tiga juga perlu dilindungi oleh pemerintahnya.

Bulan Oktober 2011 ini dari pihak Pemerintah Propinsi Papua Barat telah melakukan kunjungan agar beberapa wilayah di kawasan Pulau Tiga ini dijadikan hutan lindung. Menurut saya, sekedar impian, alangkah lebih eloknya jika kawasan kepulauan ini sekalian dijadikan taman nasional. Melihat potensi yang ada, perlu kebijakan strategis untuk melindungi kandungan alam, unsur budaya, dan sejarah yang ada di Kepulauan Karas ini. Semoga ini bukan sekedar mimpi, dan ada tindak lanjut untuk melestarikan sebagian penggalan surga yang ada di nusantara. _____________

Beberapa foto saat mengabdi di daerah Pulau Tiga ada di www.facebook.com/arifoemank

foto-foto tulisan ini ada di sini


Cerita Lainnya

Lihat Semua