Sumpah Pemuda Papua

Arif Lukman Hakim 11 November 2011

Sejak sebelum aku datang bertugas di Papua, aku sebenarnya sudah menabung satu poin untuk program pembelajaran masyarakat. Poin yang siap kujalankan sepenuhnya selain kewajiban mengajar itu adalah mendampingi kegiatan kepemudaan. Memang, pengalaman berorganisasiku tidak sampai ke organisasi setingkat organisasi bawahan lembaga pusat yang ujungnya kaderisasi politik, tetapi enam organisasi yang kuikuti dari awal kuliah, ditambah satu organisasi kepemudaan dengan sistem sukarela yang terakhir kuurus, cukup memberi banyak bekal sebelum aku kembali merantau untuk berjuang di ujung timur republik ini.

Dulu, selain menjadi Lurah di Sanggar Sunan yang mencoba membumikan “seni untuk rahamatan lil alamin”, aku juga terus berdiri tegak menjalankan program kegiatan-kegiatan sosial bersama Jogja Sampoerna Foundation Scholars Club. Berbagai acara mulai dari urus pertunjukan musik dan teater sampai pendampingan korban gempa 2006 dan erupsi merapi 2010 di Jogja aku ikuti dengan segala macam kompleksitasnya.

Dengan tujuan menyalurkan inisiatif untuk berkontribusi terhadap tanah kelahiran, akhirnya aku juga ikut serta memikul Himabes (Himpunan Mahasiswa Brebes) UGM. Dan dimulai dari bisikan seorang teman yang menjalar ke beberapa pundak pemuda lainnya, kami membuka tirai baru dengan membentuk ‘Pemuda Cinta Brebes’, semacam komunitas kecil sebagai wadah untuk berdiskusi dan bertukar pikiran di dunia maya terhadap kota kelahiran kita.

Sampai medio 2011 saya diterbangkan ke Papua, kembali mengurus pemuda. Memang pas, aku sudah terpilih menjadi pengajar muda, jadi selain mengajar juga mendampingi pemuda.

Sekalipun terbiasa dengan urusan pemuda, tetapi kali ini berbeda. Sekarang saya mendampingi pemuda Papua.

Apa yang terbesit di pikiran anda jika sekarang saya bicara tentang Papua, apalagi pemudanya? Mungkin yang terlukis jelas adalah berita miring ‘Papua membara’ kah, konflik dan pertikaian yang sedang ramai di Papua kah, atau segala kenegatifan yang lain?

Hapus itu sampai ke akar-akarnya jika anda berpikiran seperti itu. Aku akan berteriak lantang untuk mengungkapkan ketidaksepakatan. Yang terjadi di Kampung Tarak, Distrik Karas, Kabupaten Fakfak, Papua Barat sangat berbeda dengan apa yang ada di berita.

Hanya selang sehari setelah hari sumpah pemuda, aku menyaksikan sendiri, bagaimana pemuda Papua penuh semangat akan bergerak dan menjawab tantangan dunia dengan membentuk kepengurusan baru. Aku, bersama dengan Kepala dan Sekretaris Kampung beserta tokoh adat di Kampung Tarak, memfasilitasi kemauan pemuda untuk mengembangkan berbagai program untuk masyarakat.

Jargon yang sering terdengar, “pemuda adalah tulang punggung bangsa”, itu bukan teoritis saja kalau anda menyaksikan sendiri pertemuan pemuda di pulau kecil Papua ini. Mungkin yang akan kami lakukan dengan program-program keagamaan, olahraga, seni budaya, kebersihan, dan kegiatan lainnya hanya setingkat kampung atau distrik, tetapi secara langsung ataupun tidak langsung kami sedang memperjuangkan energi sumpah pemuda 28 Oktober 1928 agar kembali mengisi jiwa raga pemuda Papua untuk Indonesia.

“Berikan aku 10 pemuda, maka aku akan mengguncang dunia”, Ir. Soekarno.

_______________________

02.06 pagi. 29 Oktober 2011. Bumi damai Papua. Pulau Tarak, Kabupaten Fakfak, Papua Barat.

Sehari setelah peringatan hari sumpah pemuda, sambil memikirkan nasib Papua yang katanya ‘membara’.

 

 


Cerita Lainnya

Lihat Semua