info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

gelap ini,

Nia Setiyowati 4 November 2011

Kegelapan  ini pasti berujung. Pasti. Seberapun panjangnya pasti ada akhirnya. Serumit apapun likuannya dan berapa kalipun hampir atau bahkan terjatuh, aku pasti menyelesaikannya.

 Satu hari kemarin, entah apa yang terjadi. Tiba-tiba merasa sedikit sepi (emm lebih tepatnya kesepian mungkin). Beruntung mama minta tolong untuk di antar pergi ke Baa (pusat kota di Pulau Rote ini, jalan memanjang yang dipenuhi dengan penjual-penjual pakaian, semacam malioboro atau pasar begitu, meski tidak terlalu ramai juga). Tapi Baa memang merupakan jalan utama di Rote. Dari rumah hingga ke Baa butuh waktu sekitar satu jam dengan menggunakan motor kecepatan sedang. Maklum belum berani ngebut karena jalannya naik turun bukit plus tikungan-tikungan tajam.

Tapi perjalanan yang cukup jauh itu kujamin akan terbayar demi melihat pemandangan disepanjang jalan yang dilalui. Kita bisa melihat laut yang sangat indah langsung dari pinggir jalan, biru, jernih, tanpa ombak besar, dihiasi beberapa perahu kecil nelayan. Bibir pantai yang memberikan riak-riak kecil air. Satu titik pantai penuh dengan pasir yang seolah memanggil untuk singgah, sedangkan titik lain ada batu-batu karang yang juga tak mau kalah untuk memamerkan ke-eksotisannya. Dikejauhan kita akan bisa melihat batas antara langit dan air yang begitu tegas.

**

Malam ini sangat dingin, jalan yang siang tadi begitu eksotis dan indah kini terasa sedikit mengerikan. Gelap sekali. Laut yang tadi siang begitu menggoda, ketika kegelapan datang, ia menjelma menjadi sedemikian mencekam. Hening, sepi, dan sangat tak peduli. Kulajukan motor dengan kecepatan sedang, bertahan di gigi dua. Lampu motor juga sedang tidak bersahabat karena ia hanya menyala remang-remang saja. Dan entah kenapa bintang pun juga seolah bersepakat untuk tidak muncul. Padahal biasanya mereka tertawa-tawa bersama di langit, menampakkan senyum-senyum indah hingga langit menjadi sangat terang. Tapi malam ini tidak. Bulan? Hemm..ia juga entah pergi kemana. Para pemilik sinar itu malam ini kompak untuk cuti. Jadilah malam semakin pekat.

Kegelapan  ini pasti berujung. Pasti. Seberapun panjangnya pasti ada akhirnya. Ya, sebentar lagi pasti sampai rumah. Itu yang selalu kubisikkan pada diri sendiri. Tak usah pedulikan gelap, jangan takut sepi,  dan abaikan lelah ini. Karena memang tak mungkin berhenti. Tak ada pilihan lain kecuali terus melaju. Meski begitu, tak pelak kekhawatiran dan kegelisahan tetap saja menelisik dan sedikit menyesakkan (sebenarnya bingung, sesak itu karena dingin atau karena khawatir). Tapi pikirku, mama saja sangat percaya padaku bisa menaklukkan jalan baru ini walau ditengah kegelapan- terbukti mama sempat tertidur dibelakang. Lantas kenapa aku tidak percaya pada diriku sendiri?

 Benar saja, setelah melalui jalan yang sudah beraspal panjang dan berliku, setelah bebera kali memperbaiki posisi duduk demi sekedar menegakkan punggung, akhirnya aku, motor, dan mama sampai di jalan non-aspal. Ya benar, tandanya rumah sudah semakin dekat. Jalanan tak beraspal yang ketika siang sangat berdebu, panas, dan terjal ternyata saat malam justru menjadi penghibur, karena jalan berselimut debu putih itu menjadi terlihat sedikit terang saat malam, akan tetapi keadaan tidak serta-merta berubah menjadi lebih baik. Memang tidak berdebu dan tidak panas lagi, tapi bongkahan batu-batu besar dan kecil, lubang-lubang besar maupun kecil sering tak mampu kuhindari. Jadilah perjalanan berikutnya dipenuhi guncangan.

**

Lega. Akhirnya kudapatkan terang itu. Kami sampai dengan selamat.

Seolah mengerti dengan perjalanan yang cukup menegangkan itu, Bapak menyuruhku untuk segera istirahat. sampai di kamar, langsung kurebahkan diri. Huff...rasanya nyaman sekali. Tapi aku tak langsung tertidur. Entah kenapa saat itu otakku justru berpikir dan memaksa ragaku untuk sejenak menunda waktu istirahatnya.

Bahwa, kondisiku disini sama dengan perjalananku tadi. Pun dengan situasi pendidikan yang kutemui.

Kalaupun pendidikan disini masih gelap, berarti pasti akan ada ujungnya. Meskipun mereka harus "meraba-raba" untuk mencari ilmu dengan segala keterbatasan, tapi aku yakin pasti mereka juga akan mendapatkan cahaya. Mereka juga bisa menyambut terang. Sekalipun sulit, dan butuh waktu, bahkan dalam kegelapan pun, "proses" ini tak kan kehilangan makna.

Satu tahun ini aku akan bersama mereka, anak-anakku. Mencoba pelan-pelan melintasi "jalan gelap" ini. Harapku, kami bisa sampai pada cahaya. berakhir, tidak hanya dengan senyumku, tapi juga senyum mereka.

 

Gadis Rote,

Sore hari di rumah keluarga baruku^^

 

 

 


Cerita Lainnya

Lihat Semua