Senja di Pulau Tiga

Arif Lukman Hakim 25 November 2011

Aku yakin, mayoritas penduduk bumi ini kagum pada senja, termasuk anda. Ada sejuta alasan kenapa seseorang menikmati senja. Mungkin saat senja adalah saat melepas lelah dari seharian bekerja, mungkin juga ada yang menganggap dengan menatap senja mengingatkan saat-saat bersejarah, dan terkadang kaum muda mengidentikkan senja dengan urusan asmara.

Bagiku, senja itu biasa. Senja biasa sekali kulihat. Karena hampir bertahun-tahun hidupku digunakan untuk mengamati datang dan perginya matahari. Senja jingga tak hanya biasa kulihat, tetapi kadang kukejar, dan kutangkap.

Senja, masih dengan aroma yang abstrak yang seolah meluruhkan dada. Aku yakin ada kekuatan cinta dari Tuhan di balik nuansa senja, yang sampai saat ini masih penuh tanya.

Jika anda mencari tahu di mana posisi senja terindah saat berada di Papua, yang terjawab adalah Kaimana. Kabupaten pemekaran ini memang mempunyai keunggulan geografis untuk menatap senja.

Bagiku senja di manapun tempatnya tidak ada yang lebih indah, hanya berbeda. Dan pasti memiliki rasa terdalam tersendiri ketika menatapnya.

Di manapun aku berada, saat langit memunculkan semburat jingga pertanda senja akan menyapa, aku secara responsif akan menggerakkan sekujur raga untuk mencari spot terbaik demi menatapnya. Termasuk selama masa pengabdianku di Papua.

Aku hidup di Pulau Tarak, sebuah pulau yang menyusun gugusan Pulau Tiga atau “3 pulau 6 kampung”, Kabupaten Fakfak, Papua Barat. Sejak saat pertama kali aku datang di pulau ini, aku sangat penasaran bagaimana rasanya menatap senja di pulau mungil ini. Tetapi apa daya pulau yang kutempati menghadap ke timur, jadi posisi senja akan tertutup bukit yang ditumbuhi pohon merimbun.

Usaha kulakukan dengan berbagai cara untuk menangkap momentum munculnya senja, namun belum berwujud nyata.

Sampai aku masuk di bulan kelima penugasan, kesempatan itu akhirnya datang. Ajakan manis dari seorang warga yang membawaku melihat pulau-pulau kecil di seberang Pulau Tarak tak kulewatkan. Setelah puas bercengkerama dengan suara burung di hutan belantara, mandi air laut dan menatap karang beserta ikan penghuninya, aku bergegas pulang ke pulau utama tepat saat haluan matahari memunculkan sinar jingga.

Senja di Pulau Tiga, kurang tepat jika kuutarakan seperti biasa. Matahari yang sedang melakukan aktifitas rutinnya di sore hari sangat mempesona di atas Laut Seram yang memisahkan Maluku dan Papua. Coretan awan jalang yang menghalang justru semakin membuat rona senja semakin menyala. Menatap bumi kepulauan yang hampir sepenuhnya disinari semburat jingga, sangat hidmat rasanya.

Senja di Pulau Tiga, meluruhkan sekujur raga sampai membuncah dan memerintahkah segala penjuru kelenjar untuk meneteskan air mata. Senja di Pulau Tiga, semakin menguatkan bahwa semesta yang kutatap di Papua tak jenuh bertasbih pada Sang Penguasa Alam Raya.

_____________________________

20 November 2011. Di atas perairan Tarak, Distrik Karas, Fakfak, Papua Barat.


Cerita Lainnya

Lihat Semua