Kartu Kepribadian: Jurus Ampuh Menghadapi Anak "Nakal"

Agus Arifin 17 Desember 2011

“Di saat orang lain menganggap sesuatu yang kau lakukan tak mungkin berhasil, maka tetaplah maju dan jangan pernah berfikir untuk mundur walau selangkah saja. Karena pasti Tuhan akan memberikan jalan yang mungkin kau pun tak pernah menduga, saat kesulitan yang engkau hadapi benar—benar berada dalam puncaknya”

Kamis, 24 november 2011-11-25

Pagi ini masih sama seperti pagi-pagi sebelumnya. Kuayunkan langkahku menuju sekolah, walaupun ku tahu tak akan ada guru yang datang sepagi ini. Tapi biarlah, ku tetap niatkan untuk berangkat. Biarlah langkah kecil ini kan mengukir sebuah kata yang tak banyak orang memahaminya. Ya, sebuah kata yang akan memberikan efek luar biasa tanpa harus banyak ucapan yang keluar dengan sia-sia. Satu kata itu sangat dekat dengan kita, namun sering kali kita acuh terhadapnya. Ya...dialah keteladanan. Sebuah kata yang sederhana, namun sulit untuk dilakukan. Sebuah kata yang seharusnya menjadi kepribadian para pemimpin di negeri ini.

Mentari yang tadinya masih ragu untuk muncul, kini terlihat kokoh dan yakin memamerkan sinarnya kesana-kemari. Sinar itu pun tertangkap pepohonan yang berdiri kokoh di depan sekolah. Anak-anak tampak tak peduli dengan urusan sinar-sinar itu. Mereka terlihat asyik dengan permainan mereka. Ada yang berlari kesana-kemari, main bola, atau main lompat tali bagi yang perempuan. Sementara aku masih berfikir keras mencari ide tambahan untuk kubawa sebagai bahan ajar di kelas nanti. Syukurlah, ide yang kunanti-nantikan akhirnya muncul juga. Segera kuambil kertas warna,dan kemudian kugunting menyerupai bentuk kartu remi sebanyak 7 buah, karena jumlah muridku di kelas IV memang hanya 7 anak. Tak masalah, walau hanya 7 tapi semangatnya tak bisa dianggap remeh, setara dengan 21 anak. Tak berapa lama, guntingan kertas itu pun selesai. Kutulisi kartu itu satu persatu dengan macam-macam sifat terpuji. Ada sopan, rajin, baik hati, sabar, penolong, jujur dan pemberani. Karena itulah aku menyebutnya dengan nama “Kartu Kepribadian”.

Bel tanda masuk telah kubunyikan. Kuayunkan langkahku menuju ruang kelas IV yang tak jauh dari ruang guru. Hanya berjarak belasan meter. Keyakinan  tingkat tinggi tetap menghiasi fikiranku, bahwa cara yang akan coba kupraktekkan ini akan berhasil. “Baiklah anak-anak, pagi ini bapak punya permainan untuk kalian”. “Horeeeee....”balas mereka serentak sambil tepuk tangan. Kebetulan jumlah mereka kali ini hanya 5 anak. Ada dua anak lagi yang tidak masuk sekolah karena membantu orang tuanya di kebun. Di sini adalah hal yang biasa, anak tidak masuk sekolah hanya karena ke kebun dan ke pasar membantu orang tuanya,  atau juga menjaga adiknya di rumah. “Ada yang tahu ini apa?”tanyaku sambil menunjukkan kertas berbentuk kartu remi di tanganku. “Kartuuuuuuuu”jawab mereka serentak. “Baik anak-anak, dalam kartu ini sudah bapak tuliskan beberapa macam sifat baik yang harus kalian miliki. Bapak menyebut kartu ini sebagai kartu kepribadian. Bapak menyebutnya apa anak-anak? Tanyaku mencoba memastikan bahwa mereka menangkap apa yang kukatakan. “Kartu Kepribadiaaan” jawab mereka.“Permainannya begini, pertama bapak akan mengocok kartu ini, sementara kalian pejamkan mata dan ambil kartu ini satu per satu. Jangan sekali-kali membuka mata sebelum bapak minta untuk membuka mata. Ok?..Bagaimana anak-anak, siap untuk bermain?” Siaaaaap,” Kelas IV?” Akuuu pasti JUARAAAAA!” teriak mereka bersemangat lengkap dengan gerakan yang telah kuajarkan pada mereka.

Satu per satu kartu Kepribadian telah berada di tangan mereka. “Oke anak-anak, kalian telah mendapatkan kartu yang di dalamnya tertulis sifat-sifat terpuji. Nah, sekarang bapak tantang kalian untuk mempraktekkan sifat itu paling tidak mulai dari sekarang sampai nanti malam saat kalian tidur. Kalian sendiri yang memilih kartu itu, maka kalian jugalah yang harus bertanggungjawab untuk mempraktekkan sifat yang tertulis dalam kartu itu. Bapak yakin anak-anak  Tati Bajo adalah anak-anak yang baik dan bertanggung jawanb. Anak-anak Tati Bajo adalah anak yang hebat. Wahai anak-anakku, banyak orang menyebut kalian anak-anak gunung. Mereka bilang anak gunung itu nakal, anak gunung itu tak bisa diatur, anak gunung itu tidak sopan. Biarkanlah mereka berkata begitu, tak perlu kalian dengarkan, yang pasti hari ini kita akan buktikan kepada mereka, bahwa apa yang mereka katakan itu salah. Kalian adalah anak-anak yang baik, kalian anak-anak yang semangat belajar demi meraih cita-cita, itulah sebabnya bapak selalu bersemangat mengajar kalian Ingatlah...tak boleh ada satupun orang yang memandang rendah kalian, karena kalian tak pantas untuk direndahkan.  Jika ada orang yang berani menghina kalian, maka  percayalah wahai Prajurit Mimpi (julukan untuk mereka), bapaklah orang pertama yang akan membela kalian, karena kalian adalah murid-murid kebanggaan bapak,, bapak yakin kalian bisa berubah menjadi anak-anak yang baik, jika kalian mau berusaha. Hari ini, kalian harus bertekad untuk membuang sifat-sifat buruk kalian satu per satu dan menggatinya dengan sifat-sifat yang baik....Siap menerima tantangan dari bapaaak?” tanyaku mencoba mengobarkan semangat mereka. “Siaaaaaap!"jawab mereka dengan raut wajah penuh semangat dan mata berkaca-kaca. Kusematkan satu per satu “Kartu Kepribadian” itu di kerah depan baju mereka. Semoga ini menjadi langkah kecil yang menjadi awal perubahan besar dalam hidup mereka. “Tinggal kita lihat hasilnya saja”pikirku.

Waktu istirahat pun tiba. Jam menunjuk tepat angka 10. Sengaja aku duduk santai di depan ruang guru.  Kuperhatikan segala tingkah polah anak-anak, khususnya anak-anak kelas VI yang terlihat bangga karena memakai kartu kepribadian di bajunya. Aku hanya ingin tahu, apakah kartu itu cukup memiliki efek atau tidak bagi mereka. Subhanallah, apa yang kulihat kali ini benar-benar ajaib. Rahman muridku yang biasanya sangat temperamen, kali ini ketika salah seorang teman menendang kakinya disaat main bola, dia sama sekali tak membalasnya, bahkan dia bersedia memaafkan temannya itu. Sebenarnya kulihat awalnya dia ingin marah, tapi salah seorang temannya menunjuk  kartu yang tertempel di kerah bajunya, berusaha mengingatkan Rahman tentang  kartu “Baik Hati”, sehingga sekuat tenaga Rahman berusaha menahan amarahnya” Lucu sekali, tapi aku suka itu. Selain Rahman, ada lagi yang tak kalah uniknya. Sugiyono yang saat itu mendapatkan “Kartu Penolong”, kuperhatikan dia mulai berubah benar-benar menjadi anak yang penolong, Mulai dari mengambilkan saya minum sampai membantu temannya memahami pelajaran Matematika telah dilakukannya. Padahal sebelumnya, anak itu tergolong anak yang individualis. Di tengah kesibukannku memperhatikan tingkah polah anak-anak di lapangan, tiba-tiba beberapa anak kelas 5 datang menghampiriku. “Pak Ariif, kami juga mau lah pak dikasih tulisan-tulisan seperti kelas IV” pinta mereka sedikit merengek. “Kalian juga mau? Oke nanti bapak buatkan ya”...Yeeee” sambut mereka penuh suka cita. “Yes...Hari pertama sukses besar untuk sebuah awal perjalanan “Kartu Kepribadian” pikirku. Tinggal menunggu hari-hari selanjutnya. Semoga memang menjadi awal perubahan yang manis untuk mereka. Agar mereka tak lagi dipandang sebelah mata. Agar orang tua mereka pun tak malu dan bahkan bangga menyebut mereka sebagai anak-anaknya (arif).


Cerita Lainnya

Lihat Semua