Saya, Pengajar Muda Yang Malas Mengajar
Arif Lukman Hakim 9 Januari 2012Aku yakin, murid-muridku adalah kelompok anak yang jenius. Seperti yang ditulis oleh Thomas Amstrong, ciri-ciri orang jenius adalah humoris, rasa ingin tahu yang besar, senang mencoba hal baru, dan lainnya.
Seperti sabtu pagi ini, aku menawarkan pada muridku, mau belajar bahasa inggris atau pramuka? Mereka langsung menjawab, “Bahasa inggrissss!”. Aku paham, mereka penasaran dan ingin tahu betul apa dan bagaimana bahasa inggris, karena baru mulai tahun ajaran ini pelajaran bahasa inggris diajarkan di sekolah.
Tetapi entah, karena bisikan dari mana aku merasa hari ini aku malas mengajar. Aku jenuh melihat barisan bangku yang diisi secara berdesakan oleh anggota kelas 4, 5, dan 6 dalam 1 ruangan ini. Aku ingin sedikit melepas penat, menatap teriknya mentari dan senyum mesra langit biru Papua. Aku malas mengajar di kelas, ingin sekali membebaskan anak-anak belajar, bermain, dan berpetualang di alam mereka.
“Ibu, saya mau minta ijin, saya mau ajak anak-anak ke belakang pulau. Kita mau belajar di luar kelas”, kataku kepada Ibu Suhemi, satu-satunya guru tetap di sekolah dengan jumlah siswa 100 ini. “Iyo sudah, hati-hati Pak guru”, ibu Suhemi menjawab.
Jarum jam sudah berlabuh di angka 10. Aku langsung berpamitan kepada bapak angkatku. Tetapi melihat antusias anak-anak yang sudah menunggu di depan rumahku, bapak akhirnya berganti baju dan bersiap mengantarku.
Aku dan bapak angkat melaju di atas Laut Seram menggunakan perahu pok-pok (ketinting) kesayangan. Selang beberapa menit, di depanku sudah hadir sampan kecil yang sepertinya diisi oleh 3 orang. Ternyata ada Sahid, Ida, dan Umi yang sedang mendayung sambil menyanyikan lagu favorit mereka.
Nenek moyangku seorang pelaut
Gemar mengarung luas samudera
Menerjang ombak tiada takut
Merengkuh badai sudah biasa
Sahid, Umi, dan Ida
Mereka semakin kencang bernyanyi saat aku dan bapak angkat melintas di depannya. Menyenangkan sekali melihat mereka ceria seperti ini, sangat kontras dengan pemandangan muka anak-anak saat di dalam kelas tadi.
Sebelum sampai di belakang pulau, bapak berseru, “Pak guru, coba cek karang di sini dulu. Sepertinya bagus”. Aku langsung buka baju dan byuuuuuuuuuuuuuuuuuur….
Karang yang kulihat saat berenang
karang yang kulihat saat berenang
Alamak, indah nian sepenggal karang di bawah laut ini. Bermacam jenis karang yang melintang terlukis alami dihiasi ikan-ikan hias di bawah sana. Bapak ternyata juga ikut lompat ke air garam. Yah, keakraban orang tua, anak, dan alamnya sedang terjadi. Bapak menyelam sampai ke dasar laut, menilik setiap baris karang dan ikan.
Setelah puas mengenyangkan mata dengan pemandangan bawah laut. Aku dan bapak kembali melanjutkan perjalanan ke daerah yang sering disebu Bom. Kulihat anak-anak sudah banyak berjejer di sana.
“Anak-anak, ayo kumpuuuuul.” Aku berseru kepada murid-muridku yang mulai amburadul, ada yang bermain dayung, bermain bola di pantai, dan tak sedikit mulai mencari buah kelapa.
Berkumpul di tepi pantai
“Pak guru ingin kalian bermain sambil mengingat apa yang pak guru ajarkan di kelas. Coba anak-anak kelas 4, kalian masih ingat apa itu simbiosis? Kemudian karnivora? Yang kelas 5, kembali pikirkan tentang fotosintesis, dan kelas 6 bisa memahami ciri-ciri makhluk hidup”, aku berseru di antara suara ombak.
“Nah, ini ada pohon. Coba lihat, struktur pohon terdiri dari apa saja? Kemudian kalian amati baik-baik, kira-kira di hutan ini ada hewan apa saja?”.
“Akar itu ada dua jenis, akar tunggang dan akar apa?”, aku bertanya. “Akar serabuuuuttt!!”, mereka kembali menjawab. Aku kembali menanyai mereka “Akar tunggang itu contohnya pohon mangga, kalau akar serabut contohnya pohon apa?”. “Iniiii pak guru!”, kata Ibrahim sambil menunjukkan ilalang. Dasar anak alam, cepat sekali mereka menjawab pertanyaan-pertanyaan yang di dalam kelas tadi tak terjawab.
Aku juga kembali mempraktekkan matematika ala Papua. “Kemarin katanya Jufri bingung tentang KPK. Ayo yang lain, bantu Jufri kumpulkan kayu dan batu. Katong hitung KPK sudah”.
Sambil mereka mengumpulkan batu, kulit siput, dan kayu, aku memberikan soal. “Carilah KPK dari 2 dan 5”. Anak-anak mulai menulis di atas pasir, mereka mengurutkan kelipatan 2 dan 5. Supri menjawab, “10 Pak guru!”. Aku langsung tersenyum sambil menyapanya, “Ko kasih ajardorang supaya tahu dari mana ko dapat angka 10 itu”, kataku sambil menunjuk Jufri. Jufri kemudian dikerubuti Ramli, Ruslan, dan anak-anak lainnya. Sampai hampir semua anak bermain dengan batu dan potongan batang pohon sambil mencari-cari hasil KPK.
Matematika Papua
Kulanjutkan materi IPS, kembali kulakukan pengayaan materi tentang laut. “Laut kita itu dibagi ke beberapa bagian, ada perairan nusantara, laut teritorial, landas kontinen, dan zone ekonomi ekslusif”, kataku.
Selesai kujelaskan pengertian-pengertiannya, kuajak anak-anak berpikir, “Kalian setiap hari makan nasi lauknya apa?”. “Ikaaaaaaaaaaaan!”, mereka menjawab mantap. “Ya, pak guru juga, apalagi kalau pak guru memancing. Pak guru tanya, ikan hidup di laut, rumahnya di mana?”. “Karaaaaaaaaaaaaaaang!”, suara mereka tak pernah surut. “Kalau rumah ikan rusak, nanti ikan akan pergi. Terus kalian makan apa? Sekarang begini, kira-kira untuk menjaga rumah ikan, agar ikan tidak pergi, supaya kita bisa makan ikan tiap hari, apa saja yang harus kita lakukan?”.
Satu-satu mulai mengangkat tangan dan memanggilku. “Pak guru, katong tara boleh bom ikan”, kata Rahim Patur. “Pak guru, tara boleh pakai potas”. Moksen langsung memangkas. “Tara bolepakai akar bori. Sebentar karang rusak!”, suara Sahid muncul ke permukaan.
“Ya, betul! Memang… anak-anak karibia ini pintar-pintar! Selain itu, kalian juga harus menjaga kebersihan pantai dan laut. Dengan cara apa?”, tanyaku menantang.
“Tidak membuang sampah di lauuuuut!”, Supri Patur lagi-lagi mencuat.
“Itu sudah. Sekarang katong boleh bermain lagi, menikmati alam kita ini, pak guru mau molo! Siapa ikut?”, tanyaku.
“Sayaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!”, Sahid, Moksen, Ruslan, dan beberapa anggota 3 kelas yang kuajar mulai menarik dayungnya menuju ke laut.
Ruslan si jago
Aksi Arman dan kawan-kawan di bawah lautan
Karmiyati, Farida, Diana, dan dunianya
________________
15 Oktober 2011. Di bumi damai Papua. Kampung Tarak, Distrik Karas, Kabupaten Fakfak, Papua Barat.
Foto-foto saat belajar, bermain, dan berpetualang bersama mereka ada di sini.
Dan video keasikan ini bisa dilihat di sini:
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda