Pendidikan; Solusi Untuk Menyejahterakan Papua?

Arif Lukman Hakim 1 Mei 2012

Guru-guru di Distrik Karas, Kabupaten Fakfak, Papua Barat

Kawan, perjalananku kali ini bukanlah hal petualangan ke sebuah tempat indah bernama Papua. Petualangan bukan saja tentang melihat alam yang cantik, dengan segala vegetasi maupun keunikan di dalamnya. Petualangan bagiku adalah perjalanan yang memberi hikmah dari alam yang kita kunjungi, dan pengalaman dari orang-orang yang ditemui.

Seperti kali ini, aku ingin sedikit menceritakan saat berpetualang menelusuri pengabdian guru-guru di Distrik Karas, kecamatan yang diberkahi dengan kontur kepulauan di Kabupaten Fakfak. Kebetulan saya diundang di acara pembukaan kegiatan Kelompok Kerja Guru (KKG) dan Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S) Gugus Tiga Nusa Distrik Karas.

Didik Sudarwanta, Ketua Gugus Tiga Nusa yang membawahi sekolah-sekolah se-kecamatan, adalah tokoh pertama yang kutemui. Beliau bisa dibilang perintis pendidikan di Distrik kepulauan ini. 20 tahun sudah beliau mengabdi di sini.

Pak Didik tinggal di sebuah rumah dinas. Tempat tinggalnya cukup sederhana, hanya rumah dengan 2 kamar tidur dan 1 kamar mandi. Pak Didik tinggal di sini sendirian, istri dan anaknya ditinggal di Blitar, Jawa Timur, dan beliau yang mengalah untuk menjenguk mereka setahun sekali. Di sekeliling rumahnya terdapat kebun dan ayam piaraan yang berkeliaran, hobi Pak Didik rupanya masih seperti kebiasaan orang Jawa pada umumnya.

 

Pak Didik, guru inspiratif dari SDN Karas, Fakfak

Ketika malam menjelang, kampung ini sunyi senyap, karena rumah yang ada bergerombol dengan jarak antar rumah cukup berjauhan. Anehnya, Pak Didik masih saja bertahan di tempat seperti ini. Hidup di daerah kepulauan juga membuat Kepala Sekolah SDN Karas ini mau tidak mau harus menyeberang laut saat harus berkoordinasi dengan dinas pendidikan.

“Justru keadaan seperti ini yang saya cari pak guru, soalnya di daerah-daerah seperti ini sangat kekurangan guru. Baik secara jumlahnya maupun kualitasnya”, begitu ungkapan Pak Didik saat kutanya apakah beliau betah di tempat seperti ini.

Pak Didik, menjadi pemacu semangatku selama mengajar di sepotong pulau di Papua Barat. Dengan segala energinya beliau maksimalkan untuk pengembangan pendidikan di kecamatan terjauh di Fakfak ini.

“Pak guru, sekarang jaman sudah berubah. Dulu, saat perusahaan kayu masih berjalan di sini banyak sekali penduduknya. Sekarang sudah sangat berkurang karena kebangkrutan perusahaan, banyak orang pergi meninggalkan daerah ini, termasuk guru-guru.”, beliau melanjutkan kisahnya.

“Baik Bapak, tapi apakah bapak optimis tentang perkembangan pendidikan di sini?”, saya mulai menatapnya dengan seksama.

“Yah, kita di sini sangat terlambat menerima perubahan. Saya yakin jika kita sering mengadakan acara seperti forum KKG ini, bisa menambah pengetahuan atau berbagi pengalaman kepada rekan-rekan guru di kepulauan ini.”, beliau mulai menggerak-gerakkan kepala sambil menatapku.

Dada semakin terbakar mendengar petuah sesepuh ini. Ternyata masih ada orang-orang yang dipenuhi jiwa pengabdian dan optimisme yang tinggi seperti Pak Didik.

Keesokan harinya, acara KKG digelar. “Diskusi ini akan ramai pak, mari kita laksanakan dengan baik.”, Saya mulai mendekati Pak Didik. “Siap, Pak guru. Semoga lancar. Kita mainkan saja”, pak Didik tampak optimis.

Acara akhirnya dimulai dengan kehadiran Kepala Distrik dan Kapolsek Karas. Aku yang dipasrahi menjadi pembawa acara sekaligus moderator mulai memanaskan ruangan dengan pembukaan. “Acara ini adalah dialog, diskusi dua arah, dengan tema Mencari Solusi Pendidikan Di Daerah Kepulauan, dari KKG Gugus Tiga Nusa sangat berharap ada titik temu tentang pendidikan di daerah kita, kami sangat mengharap dialog ini bisa interaktif dari semua stakeholder yang hadir.”

 

Kapolsek, Kepala Distrik, Ketua KKG, dan Pengajar Muda

Pendidikan, mulai dari guru, siswa, prasarana, keterlibatan orang tua, pemerintah, dan semua aspeknya, adalah polemik yang terjadi di republik ini, tak terkecuali di Distrik Karas. Untuk itu, kegiatan KKG yang pertama kalinya di kecamatan kepulauan ini berbentuk sebuah dialog, yang mempertemukan semua pihak agar terjadi kesepahaman dan mulai memikirkan kemajuan pendidikan yang menjadi pangkal kemajuan dan kesejahteraan.

Diskusi dimulai dengan pembahasan mengenai penyediaan anggaran dari pemerintah untuk pendidikan. Penyesuaian dana BOS, pembangunan fasilitas sekolah mulai dari prasarana, ruang kelas, rumah dinas untuk guru, dan sarana penunjang lainnya diluapkan kepada Pak Kepala Distrik sebagai perwakilan dari pihak pemerintah.

Kepala Distrik berkomitmen penuh untuk kemajuan pendidikan di wilayahnya. “Segala upaya pengembangan pendidikan akan saya dukung, asal pihak-pihak yang berkecimpung di dalamnya, seperti guru, harus tertib dalam menjalankan tugasnya, dan masyarakat secara sadar memacu pendidikan anak-anaknya. Akan saya carikan dari berbagai pos anggaran untuk perbaikan pendidikan di sini.”

Komitmen kepala distrik ditunjukkan lewat rencana pembangunan beberapa lokal ruang kelas di beberapa sekolah di kepulauan karas dalam waktu dekat. Dan beliau akan mengusahakan pembangunan rumah dinas untuk guru-guru yang bertugas.

Selanjutnya, puluhan orang yang hadir di acara ini dibawa ke pembahasan mengenai kompetensi siswa, kekerasan yang dilakukan oleh guru, metode mengajar, dan kurikulum yang diterapkan.

Guru menjadi obyek dalam pembahasan ini. “Jaman sudah maju, tidak pantas masih ada guru yang memukul murid di sekolah. Saya mohon, kepada semua guru yang hadir maupun yang tidak hadir di acara ini, jangan lagi ada perbuatan memukul murid lagi.”, ungkap bapak Raja, mewakili tokoh masyarakat.

Dialog kemudian menjurus ke keterlibatan orang tua dalam proses pendidikan. Dukungan orang tua mulai dari pengawasan dan perhatian tentang proses belajar anak-anak di luar jam sekolah, menjadi ujung dari isu ini.

 

Tokoh masyarakat menyampaikan argumennya

Bapak Imam cukup vokal menanggapi dialog ini, beliau sebagai ketua komite SDN Karas menyatakan bahwa siap bekerja lebih keras untuk menjembatani sekolah dan masyarakat dalam proses pendidikan.

Kapolsek menyatakan sangat tertarik dengan pertemuan seperti ini, “Selama berpuluh-puluh tahun saya di sini, baru pertama kali ada kegiatan seperti ini. Saya bangga dengan guru-guru semua yang masih mau memikirkan persoalan pendidikan ke depan. Saya harus bawa materi dialog ini di tingkat kabupaten”.

Pak Didik kemudian mengungkapkan gagasannya, “Anak-anak di Karas sebenarnya cukup cerdas, tinggal kita sebagai guru memolesnya. Kemudian orang tua juga perlu memperhatikan anak-anak sepulang sekolah. Dan pemerintah harus lebih perhatian dengan nasib kita, guru dan sekolah-sekolah di daerah kepulauan”.

Kepala Distrik juga menuturkan lagi argumennya, “Jika mau maju, pendidikan harus kita urus bersama. Pendidikan bukan hanya tanggung jawab sekolah dan guru saja, pemerintah, tokoh adat, tokoh agama, dan semua masyarakat punya tanggung jawab untuk pendidikan.”

Aku tersentak dengan ungkapan Pak Didik dan Kepala Distrik di pucuk acara ini. Dua orang ini yang selama ini mendambakan pengembangan wilayah di Kepulauan Karaslebih cepat untuk maju, dan sejahtera. Dua orang yang pada akhirnya mengakui, bahwa limpahan potensi alam yang dimiliki wilayahnya tak sebanding dengan perkembangan sumber daya manusianya. Dan kedua orang inilah yang sering memprovokasi semua unsur agar mempedulikan pentingnya pendidikan.

Mungkin inilah momentum kesepahaman semua pihak tentang kepedulian terhadap daerahnya di sini. Tentang harapan kemajuan, tentang impian agar semua fasilitas penunjang kehidupan dapat disempurnakan, dan tentang pelunasan janji agar tercapai kata kesejahteraan. Dan semua isu yang disebutkan akhirnya berujung pada sebuah kata kunci, pendidikan.

__________________

Untuk Ki Hadjar Dewantara.

Di bumi surga Papua Barat, Kepulauan Karas.

Dua ribu dua belas.


Cerita Lainnya

Lihat Semua