info@indonesiamengajar.org (021) 7221570 ID | EN

Papua, Mau Dibawa ke mana?

Arif Lukman Hakim 19 Desember 2011

Pulau Papua, pulau kaya penuh sumber daya

“Pak guru, bisa print surat keterangan berdomisili kah?”, tanya bapak angkatku. “Oh bisa bapak, cuma genset kan belum menyala. Katanya bensin tidak ada to?”, aku menjawab pertanyaan bapak. “Oh, iya. Duh…bagaimana ini pak bas? Pak guru su siap print surat tapi bensin tarada”, kata bapak angkatku kepada pak Abas.

Cerita tentang BBM yang langka di Fakfak bukanlah barang baru. Katanya semenjak saya belum datangpun, perkara antrian berpuluh-puluh kendaraan di pom bensin adalah sesuatu yang biasa. Gara-gara antrian yang mengular ini, harga bensin eceran di muka jalan Rp 10.000,-/botol. Itu di kota, lalu kalau di kampung? Harga terakhir sampai kutulis tulisan ini Rp 15.000,-/liter bahkan sampai Rp 20.000,-/liter.

antrian mobil di pom bensin fakfak (foto dari Om Alex F)

 

Masih seperti daerah lainnya, Papua memang dipenuhi keironisan. Di bumi yang dikaruniai alam yang sangat kaya,masih saja belum hidup nyaman apalagi mandiri dan sejahtera.

Aku mencari tahu, sebenarnya dari dulu BBM yang ada di pulau ini datangnya dari mana?

Bapak-bapak yang ada dihadapanku menuturkan, selama ini BBM (baik bensin, minyak tanah, maupun solar) dibeli di kios-kios eceran. “Tidak ada agen khusus untuk kepulauan ini?”, tanyaku. “Kurang tahu pak guru. Distribusi BBM kurang lancar dari dulu”, Pak Baharudin menyahutku. “Sebenarnya dulu koperasi menjalankan bisnis ini. Tetapi, Karena tidak ada kepastian, semakin lama modal kami terkuras dan menutup bisnis BBM”, tambah Pak Baharudin.

Koperasi? Ya, ternyata di pulau ini ada koperasi. Saat kutelusuri, koperasi yang berdiri di sini didirikan oleh pemerintah daerah melalui sebuah instansi. Proses pendiriannya top-down, sudah disiapkan AD-ART-nya, berita acaranya, dan dana 10 juta. “Saya waktu itu tanya pada dorang (beliau), pace (bapak)ko (kau) buat ini untuk kita orang, tapi kita orang tara tau apa dan bagaimana koperasi. Lalu macam mana kita orang menjalankannya?”, seru Pak Baharudin saat menceritakan kronologis koperasi berdiri.

Dan sesuai dengan perkiraan, koperasi seolah terpaksa didirikan, tetapi tidak ada pengawasan, pelatihan, apalagi pendampingan. Uang habis, tak berbekas, dan sekarang hanya tersisa 40% modal yang mungkin akan terkuras.

Sebenarnya apa yang menjadi lembaga usaha semacam koperasi ini terhambat? Lalu apa alasan logisnya ketika harga BBM begitu melangit? Dua macam kasus ini yang ingin kucoba untuk dijadikan sample dalam tulisan ini untuk mengurai benang kusut pembangunan di Papua.

Alasan utama tidak adanya pendampingan untuk koperasi dan mahalnya BBM adalah masalah jangkauan. Jika akan melaju menuju daerah Karas, harus menyeberang, dan seperti ceritaku yang berjudul Geliat Papua Barat: Karas yang Beringas! banyak pihak yang ibaratnya sudah menyerah sebelum berperang ketika hendak bergegas ke Karas. Takut gelombang lah, biaya yang terlalu mahal lah, kesibukan di kota yang tidak bisa ditinggal lah, dan lah… lah… lainnya menjadi sederet kata yang seolah membentengi tujuan mereka ke Karas.

Baik, jika memang itu alasannya, berarti sudah menjadi kesepakatan kolektif, bahwa selama ini Kepulauan Karas terisolasi, karena masalah infrastruktur yang belum memadai.

Setahuku saat masih menempuh kuliah tempo dulu, infrastruktur menjadi salah satu determinan investasi selain suku bunga, keramahan birokrasi, keamanan, dan unsur lainnya. Dari investasi ini kemudian bergerak untuk menopang elemen penyusun pertumbuhan ekonomi. Yang terjadi di Karas bahkan Papua umumnya adalah, masalah infrastruktur cukup berat ditangani karena luasnya area yang belum bisa dijamah sarana transportasi.

Maka, ketika akan mengurus distribusi BBM, listrik, sanitasi, dan segala macam proyek fisik lainnya sudah terpental gara-gara tidak adanya prasarana transportasi.

Di balik semua hal yang berbau “kasat mata”, menurutku ada hal yang seharusnya lebih diutamakan. Unsur penguat pertumbuhan tentunya berkaitan dengan komponen penyusun HDI (human development index) seperti pendidikan, kesehatan, dan turunannya.

*

Sebenarnya ada isu yang secara mencolok terlihat jika dikaitkan dengan kebijakan otsus untuk Papua. Jika saja, tidak hanya uangnya yang turun, tetapi ada pihak yang memang disiapkan untuk menemani masyarakat Papua secara sustainable dalam mengelola dana dan pembangunannya, mungkin dalam waktu 5-10 tahun setelah diberlakukannya otsus, Papua akan terlihat lebih berkembang dari sebelumnya. Dan hampir 30 triliun dana negara yang sudah dikucurkan bukan hanya tersangkut di berbagai jajaran pemerintahan, melainkan meresap jauh ke dalam sampai di perkampungan.

Kembali ke sudut kecil yang kita bahas di atas, kasus mahalnya BBM di daerah kepulauan adalah hasil dari akumulasi terputusnya mata rantai program yang dijalankan. BBM diantar dari Jawa melalui kapal laut. Kalaupun sudah lolos dari perubahan cuaca yang terkadang sangat ekstrim di Indonesia Timur, stok yang didapat di Fakfak belum bisa memenuhi beberapa kebutuhan mendasar yang diperlukan masyarakat. Hal itu kemudian diperparah dengan indikasi adanya penyelewengan sebagian jatah BBM untuk beberapa wilayah ke tempat lain di luar Fakfak, tentu saja dengan pertimbangan keuntungan pribadi yang cukup mencengangkan.

Sudah, ini akan memakan spasi yang cukup banyak kalau mau dibahas tuntas.

Jadi, Koperasi Karamatan Indah yang akan saya dampingi sampai Juni 2012 mendatang, secara mufakat akan menunda bisnis distribusi BBM yang masih belum jelas di mana agennya. Kekecewaan yang menjadi luka terdalam selama 2 tahun koperasi ini berjalan belum bisa diobati. Akhirnya kami merumuskan beberapa produk alam seperti pala, ikan, rumput laut, teripang, siput, sarang semut, dan kerajinan hasil laut, sebagai core bisnis yang akan dijalankan.

Potensi Koperasi Karamatan Indah

Sudahlah, sekalipun belum tahu siapa dan di mana konsumen atau pembeli besar yang mau meraup hasil bumi kepulauan kami, yang penting kita maju dan berjalan dulu! Sambil mempersiapkan prosesi bisnis online sebagai tahapan di masa depan, masyarakat sebagai anggota koperasi perlu di upgrade dahulu agar paham betul tentang aturan main perusahaan rakyat ini.

 

 

  • Upgrading Pengurus Koperasi
  •  

     

    Aku yakin, setelah 2 malam kita berdiskusi panjang tentang harapan dan program bisnis yang akan dijalankan koperasi, para pengurus mulai sumringah menatap masa depan lembaga ekonomi yang menjadi amanat pendiri bangsa ini.

    Dari langkah kecil ini, mungkin suatu saat akan terlihat, kebijakan yang tepat untuk Papua itu idealnya seperti apa? Dan akan jelas, pulau kaya sumber daya ini akan dibawa kemana?

    _________________________

    7 Desember 2011. Setelah memantapkan diri untuk berjibaku mendampingi koperasi.

    Anggap saja tulisan ini terusan dari tulisan ini.

    Referensi:

    http://nasional.kompas.com/read/2011/11/23/16314770/Dana.Otsus.Tidak.Bisa.Dipisah

    http://regional.kompasiana.com/2011/11/20/warmus/

    http://fakfakinfo.com/2011/12/bbm-ooh-bbm%E2%80%A6-salah-siapa.html

    http://www.depdagri.go.id/news/2011/11/16/dana-otsus-rp-3-triliun-cair-rakyat-papua-masih-miskin


    Cerita Lainnya

    Lihat Semua