Geliat Papua Barat: Karas

Arif Lukman Hakim 17 Desember 2011

Kampung Tarak, Distrik Karas, Kabupaten Fakfak, itu di mana? Tempat dan penduduknya seperti apa? Cara menuju ke sana bagaimana?

Pertanyaan-pertanyaan itu muncul saat aku menerima keputusan penempatan Indonesia Mengajar, seminggu sebelum deployment. Saat Ibu Yundri bercerita tentang daerah penempatan, pesan yang paling kuingat adalah “Arif, daerahmu ombaknya cukup besar, hati-hati saat menyeberang”. Karena terlalu penasaran, akhirnya aku browsing di internet dengan keyword “Distrik Karas”. Layanan search engine hanya menampilkan dua berita, tentang program pemerintah daerah Fakfak yang menyisakan Distrik Karas sebagai satu-satunya distrik yang belum terjamah jalan aspal, dan potensinya sebagai tempat diversifikasi pertanian.

Dari dua kutipan berita tersebut kutelusuri lagi via google maps dan panoramio, ternyata Karas ini adalah daerah kepulauan, jaraknya lebih dari 250 km dari pusat kota.

 

Posisi geografis Kepulauan Karas

Saat pertama kali aku menyeberang dari pusat Kabupaten Fakfak 17 Juni 2011 silam, aku masih ingat, di atas perahu berukuran 10 m x 0,9 m yang biasa disebut longboat, aku memang membuktikan pernyataan Ibu Yundri tadi. Ombak yang kurasakan cukup memacu adrenalin, karena masuk musim angin timur. Perjalanan menuju Karas yang pertama itu kutulis sebagai perjalanan 3 in 1, bukan hanya dari Jakarta ke Karas harus melalui akses udara, darat, dan laut. Tetapi juga seperti jalur 3 in 1 di Jakarta, karena Laut Seram dan Arafura yang dilalui waktu itu hanya dinikmati 3 orang saja.

Perjalanan dari Fakfak menuju Karas biasanya memakan waktu 3,5 sampai 5 jam, tergantung cuaca. Cuaca Fakfak sendiri dalam setahun terbagi dalam dua musim angin, yaitu musim angin barat dan musim angin timur, maka hati-hati jika menyeberang bertepatan dengan puncak kedua musim angin tersebut (Februari).

 

Dari Fakfak menuju Karas, akan melalui beberapa kampung pesisir di Distrik Fakfak Timur. Selama perjalanan menuju Karas inilah aku tertegun pada keagungan Tuhan yang Maha Kreatif menciptakan kontur alam Papua yang mempesona.

Jika kita sudah melewati Kampung Urat, maka kita akan menemui dua buah tanjung; Tanjung Kirana dan Tanjung Pamali. Dua tanjung inilah yang dikenal orang Fakfak sebagai wilayah yang sangat berbahaya ketika menuju Karas. Beberapa kejadian kecelakaan laut membuat nyali orang menciut.

Berbagai alasan mistik dikeluarkan dan disangkutpautkan dengan hal-hal yang kadang tidak masuk akal. Memang tempat ini mungkin “dihuni” oleh sesuatu, tetapi jika kita memang berniat baik, apapun yang terjadi adalah sesuatu yang terbaik.

Tanjung Pamali bertahtakan tebing yang runcing. Gelombang yang datang dari laut akan terpantul ke tebing kemudian kembali menyerbu laut. Jika kita berada di tengah gelombang, maka kita akan merasakan ombak dua kali, dari kanan (laut) dan dari kiri (pantulan ombak dari tanjung). Itulah kenapa tanjung ini cukup berbeda gelombangnya. Tetapi menurutku, ketika si driver perahu adalah orang asli Karas, masalah gelombang akan teratasi karena mereka sudah tahu betul medan yang dilalui.

Jika sudah lolos dari Tanjung Pamali, maka akan mulai nampak gugusan tiga pulau yang seolah menyambut dan bertepuktangan atas perjuanganmu melawan gelombang.

3 pulau 6 kampung, adalah sebutan lain untuk Distrik Karas. 7 kampung yang ada di Karas, hanya Kampung Malakuli yang ada di darat menyatu dengan pulau besar Papua. 6 kampung lainnya terbagi ke 3 pulau yang ada, Pulau Tarak, Pulau Faukia, dan Pulau Karas.

Sejak pertama kali datang di daerah kepulauan ini 6 bulan yang lalu, aku bisa menyatakan bahwa daerah ini memang masih butuh perhatian. Maka setibanya aku di Karas, aku langsung mengisi baseline assessment dan membuat daftar program yang masih diperlukan di daerah ini, seperti: pendidikan, kesehatan, perumahan, sanitasi dan air bersih, keagamaan, sarana dan prasarana kampung, transportasi, sosial budaya, listrik telekomunikasi dan informasi, ekonomi, industri dan jasa, lingkungan dan sumber daya alam, dan pemerintahan.

Apa yang membuat wilayah kepulauan cantik ini begitu jauh dari perkembangan? Lalu apa yang harus dilakukan agar secara bertahap komponen-komponen yang menopang magical word berbunyi “kesejahteraan” bisa tercapai?

Ketiga belas hal yang kucatat sebagai program yang masih dibutuhkan di Karas ibarat mata rantai yang melingkar, semua saling berhubungan dan tidak bisa terlepas satu sama lain. Namun jika harus memberikan prioritas, maka perbaikan tingkat sumber daya manusia menjadi hal yang utama. “Percuma membangun sesuatu, jika belum membangun manusianya”, ungkapan anonim tersebut cukup tepat di sini. Jadi unsur pendidikan, kesehatan, keagamaan, sosial budaya, ekonomi, dan pemerintahan adalah kelompok yang memang perlu mendapat perhatian.

Akan tetapi jika melihat kenyataan, usaha untuk memperbaiki komponen sumber daya manusia tersebut selalu saja terhambat oleh elemen lainnya. Bagaimana akan menurunkan program ke Karas jika orang sudah takut datang karena alasan gelombang? Lalu akan seperti apa jika melakukan sosialisasi dan pelaksanaan kegiatan pun harus dilakukan dengan bantuan penerangan dan ketersediaan air bersih?

Maka, unsur transportasi, komunikasi, penerangan, dan sanitasi menjadi kunci untuk mendukung program lainnya. Dan semua itu memang harus mengeluarkan biaya, yang belum tahu didapat dari mana.

A.K. Ruslan Rumoning, S.Sos., seorang anak negeri yang didaulat menjadi Kepala Distrik (camat) Karas menuturkan, selama ini yang menjadi keluhan utama masyarakat adalah komunikasi dan transportasi. Karas sebagai distrik kepulauan yang menjadi kecamatan terjauh di Fakfak selama ini terkendala masalah dua hal ini. Pak Camat yakin, ketika dua komponen ini, ditambah penanganan masalah penerangan (listrik) dan air bersih tergarap tuntas, maka poin-poin penunjang kemajuan suatu daerah akan cepat dibayar lunas.

Memasuki akhir 2011 ini, beberapa isu mulai menyeruak di kepulauan eksotis ini. 2 buah perusahaan minyak raksasa dan akan masuknya perusahaan kertas diharapkan bisa menggaet warga lokal untuk meningkatkan pendapatannya. Dan sesuai hasil penelitian Dinas Pertambangan, selain minyak, ditemukan sumber batu bara dan semen dalam jumlah cukup besar yang terkandung di bumi Karas, tinggal tunggu eksekusinya saja.

 

Pak Camat juga tampak semangat saat menerima kedatangan tim survey Indosat yang rencananya dalam waktu dekat akan menyediakan jaringan telekomunikasi di sini. Kemudian beliau kembali optimis tentang kemajuan Karas, karena tahun depan sebuah kapal perintis akan mulai beroperasi secara reguler dengan rute Fakfak – Karas – Pulau Gorom dan sebaliknya.

Alasan orang yang takut karena ganasnya ombak menuju Karas, yang mungkin membuat beberapa program yang seharusnya mengendap di masyarakat, akan teratasi dengan lancarnya transportasi. Jika memang terkendala cuaca laut yang memasuki musim angin barat tak bisa ditoleransi, akan diselesaikan jika kendala komunikasi sudah ditangani.

PR terbesar selanjutnya adalah penanganan listrik dan air bersih, yang masih belum juga bertemu titik solusinya. Jika dua beban itu sudah terselesaikan, aku yakin, Karas akan mengaum kencang layaknya macan yang sedang siuman. Perkembangan pembangunan, perekonomian, dan yang paling penting-perubahan tingkat sumber daya manusia, akan  menjelma menjadi keunggulan tersendiri untuk kepulauan Karas.

Sekarang tinggal tunggu alasan, kenapa orang berbondong-bondong menuju Karas?

_____________________

Medio Desember, berbincang dengan Camat Karas.

Foto-foto potensi Karas ada di sini.


Cerita Lainnya

Lihat Semua