Air Mata di Kelas 4

Anggun Piputri Sasongko 28 September 2012

 

Hari senin adalah jadwalku mengajar di kelas 4 mata pelajaran Bahasa Inggris. Aku dapat jam pelajaran terakhir, 10.55 – 12.15. Aku mulai dengan memberikan semacam tes kecil, dengan tujuan untuk mengingat kembali materi sebelumnya, 10 menit saja kuberikan waktu. Lalu aku akan menyampaikan materi mengenai macam-macam warna. Tentunya aku kenalkan mereka dengan 4 macam warna dasar terlebih dahulu; merah, kuning, biru dan hijau.

Metode yang kuberikan melalui permainan. Aku namai permainannya Mencari Harta Karun.  Mereka aku bagi menjadi 4 kelompok, masing-masing kelompok diberikan 1 kertas. Nah, didalam kertas tersebut berisi sebuah petunjuk. Tugas mereka mencari “harta karun” berdasarkan petunjuk yang ada di kertas. Benda yang dicari yang akan mewakili sebuah warna (Daun-Hijau Green, Dasi-Merah Red, dst)

Begitu semangatnya aku memulai permainan, begitu juga anak-anak. Setelah  kelompok sudah mendapatkan kertas petunjuk, tanpa boleh diketahui kelompok lain mereka mencari dan menyimpannya ketika sudah ditemukan. Namun yang terjadi, baru mulai aku memberikan instruksi permainan, kelas begitu ribut. Beberapa siswa protes ada juga yang saling mengejek, karena kelompok yang mereka dapat tidak sesuai dengan keinginan.

Pertama aku mengingatkan mereka untuk diam dengan cara yang halus, tidak berhasil. Lalu aku diam sambil memandang satu persatu dan membiarkan mereka terus berbicara, berharap mereka sadar kalau aku sedang marah. Beberapa siswa memang menyadarinya,  saling teriak mengingatkan “hei badiam sudah, Ibu Anggun su marah”, tetapi begitu banyak yang menyampaikan kalimat itu kelas malah ribut lagi. Aku hampir kehabisan akal, bagaimana menyuruh mereka untuk tertib. Dari cara halus, tidak bisa, aku diam juga malah makin ribut. Sampai-sampai aku harus menggeprak meja dan papan tulis. Ketika kelas mulai lebih tenang akupun mulai bicara.

Kataku, “Ibu Anggun hanya minta kalian tertib, tidak lama hanya satu jam. Bergantian apabila ingin berbicara. Ibu tidak suka marah, tetapi kalau kalian selalu seperti ini, bagaimana Ibu tidak marah. Hanya 1 jam dalam 1 minggu, ibu minta kalian tertib. Ibu Anggun juga tidak lama mengajar kalian toh, hanya 1 tahun, bahkan sekarang sudah 2 bulan jadi Ibu punya waktu sisa 10 bulan lagi disini”. Siapa sangka saat terucap “Ibu hanya 1 tahun mengajar kalian disini” aku seperti terjebak dengan ucapanku sendiri. Seketika juga  aku tidak mampu menahan jatuhnya air mata, aku menangis. Aku menyadari keberadaanku dengan mereka yang ternyata terlalu singkat, 1 tahun, ya 365 hari bahkan kurang. Begitu aku mengucapkannya bersamaan aku merenung, jangan sampai aku belum melakukan apa-apa untuk mereka, jangan sampai mereka, murid-muridku tidak mendapatkan kesempatan selayaknya seorang murid sekolah dasar.

Aku menangis bukan karena muridku tidak tertib, bukan karena mereka bertingkah. Namun karena terlalu sayangnya aku kepada mereka. 


Cerita Lainnya

Lihat Semua