Berburu Sinyal

AminahTul Zahroh 27 September 2015

Matahari mulai berada tepat di atas kepala saya. Selepas mengajar di sekolah SDN Paradowane saya melakukan kelas tambahan di bawah rumah panggung (rumah panggung adalah sebutan tempat tinggal saya di desa Paradowane). Mama memberikan saya kebebasan membawa anak-anak murid ke rumah panggung. Dengan beralas terpal oren yang biasa digunakan menjemur hasil panen padi dan pertanian milik mama. Anak-anak tidak pernah mengeluhkan ia belajar dengan beralaskan apa saja dan dimana saja. Mereka tetap belajar dengan semangat dan giat.

Hari senin ini saya sedang bersemangat. Senin itu sungguh menyenangkan bagi saya, karena di hari senin awal dimulainya bertemu kembali dengan sekolah dan anak-anak murid saya setelah libur di hari minggu. Biasanya malam hari saya melakukan pemetaan dan penulisan rencana kegiatan seminggu ke depan. Pelatihan selama dua bulan di Jati Luhur membuat saya terbiasa membuat work plan selama di penempatan dan mengubah saya untuk lebih menghargai waktu (terimakasih tim treining). Siang ini adalah deadline pengumpulan video ajakan “ayo pulang kampung”. Kabarnya video ini digunakan untuk acara reuni para alumni Pengajar Muda yang sudah kembali ke daerahnya masing-masing. Ini adalah moment dan juga keinginan saya belum lama ini untuk bisa mengajak lagi para alumni Pengajar Muda untuk pulang kampung ke daerah penempatan bertugas sebelumnya. Karena banyak sekali yang merindukan mereka, anak-anak yang selalu menceritakan dengan antusias, ina-ina(ibu-ibu) yang tidak pernah bosan mengulang cerita setiap kali saya bertemu, amak-amak(bapak-bapak) yang saya temui di jalan menyampaikan rasa terimakasih setiap kali saya menghapirinya, para pemangku kepentingan yang selalu membanggakan Pengajar Muda dari setiap angkatan, para dewan guru yang tidak bosan-bosan menanyakan kabar Pengajar Muda, dan para hosfam (house family/orangtua angkat selama di desa) yang  setiap kali saya temui selalu minta di foto bersama untuk dikirim ke Pengajar Muda melalui group Whatsapp. Perjalanan selama empat tahun ini sungguh tidaklah mudah, setiap detiknya Pengajar Muda melewatinya dengan penuh suka cita. Keilmuan, keahlian, kreatifitas, kasih sayang, cita-cita, harapan dan cinta, tentunya senantiasa meluncur setiap saat. Nila-nilai yang menjadi prilaku Pengajar Muda dalam keseharian berdampak positif bagi masyarakat desa Paradowane, meskipun masih ada beberapa yang perlu dibenahi. Saya sungguh menghargai segala usaha yang telah dilakukan oleh Pengajar Muda pendahulu.

Kecamatan Parado, desa Paradowane berada di balik-balik bukit. Desa ini tidak begitu luas dan banyak hanya ada 5 desa dalam satu kecamatan. Rencana saya siang ini setelah mengajar kelas tambahan di bawah rumah panggung adalah mengirim video ajakan “Ayo Pulang Kampung”. Sinyal di desa ini sangat lemah dan tidak menentu. Jika hari sudah senja sinyal benar-benar hilang. Apalagi untuk handpone android yang saya miliki telepon dan sms tidak bisa. Tapi saat jam 02.00 pagi barulah pesan-pesan masuk secara bersamaan. Beruntunglah saya masih bisa sms menyampaikan kabar kepada teman-teman di daerah penempatan lainnya meskipun sering terlambat balas. Tapi menurut masyarakat yang sering menggunakan handpone jika kita pakai handpone yang keluaran lama, untuk telepon dan sms saat senja masih bisa digunakan.

Masih informasi dari masyarakat, katanya kalau cari sinyal di desa sebelah sinyal berlipah karena di sana terdapat tower telepon. Siang itu saya putuskan untuk berjalan kaki ke desa Parado rato dengan berjalan kaki. Baru saja 200 meter saya berjalan, saya melihat mobil pick up berwarna hitam, yang sedang membawa kayu untuk bahan bangunan ada di belakang saya saat berjalan. Saya berinisiatif memberhentikan mobil pick up tersebut kemudian mencari tumpangan sampai ke desa Parado Rato. Sebelumnya saya pernah ke desa Parado Rato untuk kepentingan ke kecamatan, UPTD Dikpora atau mengantar mama mencuci baju di sungai. Pertama kalinya saya memberanikan diri mencari tumpangan pick up. Beruntunglah saya karena supirnya mempersilakan saya duduk di kursi depan. Namanya bapak Rusli, lahir di Bima. Sepanjang perjalanan kami saling bercakap-cakap tentang tanah Jawa. Terlihat antusias sekali saat bertanya, ia juga sempat membagi pengalamannnya yang dulu pernah merasakan mengadu nasib di tanah Jawa. Bertubuh kecil, berkumis setengah bibir, berkulit coklat  dan bisa berbahasa Jawa juga memiliki senyum yang khas. Saya di ajaknya ke desa Parado Rato yang ternyata rumahnya juga disana. Mobil pick up hitam ini berenti di rumah panggung dekat sawah. Tidak jauh dari rumah panggung ada sungai. Mama pernah mengajak saya ke sungai itu untuk mencuci baju. Pak Rusli mengajak saya mencari sinyal di dekat rumahnya menurutnya sinyal di lingkungan rumahnya mudah karena ada tower yang di pasang di kantor kecamatan. Saya juga dikenalkan keponakan perempuannya yang sedang libur. Wanita itu kuliah di kota Makkasar jurusan tatabusana, semester dua. Ia sedang mengajar tari daerah untuk anak-anak di lingkungan rumahnya.  Saya disambut baik oleh keluarga ini, mereka mengajak saya masuk ke dalam rumah. Tetapi saya memilih duduk di depan rumah yang terdapat balai bambu sambil sesekali berbincang-bincang dengan anak-anak yang sedang berlatih tarian daerah.

Setelah menungggu selama setengah jam, saya belum juga mendapatkan hasil. Kabar terbaru yang saya terima dari ina(ibu) yang berada d rumah panggung ini, tower yang di pasang di depan kantor kecamatan sudah dicabut. Kemudian saya berpamitan pada keluarga yang baru saya kenal ini untuk mencari sinyal di tempat lain. Bapak Rusli yang mengantarkan saya ke desa Parado Rato sudah berangkat lagi sejak tadi, karena harus mengantarkan orang pindahan.

Saya lanjutkan lagi perjalanan pencarian sinyal. Sambil berjalan kaki saya terus mencari-cari. Saat berjalan kaki saya bertemu dengan kendaraan Bento (Bento adalah kendaraan motor yang di modifikasi dengan menambah dua roda dan bak terbuka untuk mengangkut barang lebih banyak). Inisiatif saya muncul kembali, saya berhentikan Bento untuk mencari tumpangan ke balik bukit tepatnya kecamatan Woha. Keberuntungan ke dua, Alhamdulillah saya diperbolehkan menumpang sampai ke Woha. Kurang lebih berjarak 100 kilo dari desa Parado Rato. Saya harus melewati kurang lebih 30 bukit. Sungguh pengalaman pertama kalinya bagi saya bisa naik kendaraan ini. Suaranya tidak kalah keras dengan bajaj di jakarta, warnanya biru muda, guncangannya terdengar keras sekali, sesekali saya menutup telinga jika bento menambah kecepatannya. Spionnya hanya satu, ia berada di sebelah kanan. Bento ini melaju dengan kecepatan 40-75 km/jam. Bento saat berbelok harus tengok kanan dan kiri, kaca spionnya sudah tidak berfungsi dan lagi pak supir tidak berniat menambah spion sebelah kirinya. Atapnya beralaskan terpal berwarna biru tua.

Bapak Husain namanya, yang sudah memberikan kesempatan kepada saya menumpangi kendaraannya. Sudah 15 tahun bapak Husain berprofesi sebagai penarik barang dengan bento. Dalam sehari ia bisa menerima pesanan sebanyak  8 orang pelanggang dan menerima upah untuk setiap putarannya sebesar dua ratus ribu rupiah. Bento ini biasa mangkal di pelabuhan Bima. Perjalanan yang sangat berkesan bagi saya. Selama perjalanan saya dan bapak Husain saling bertukar cerita. Perjalanan selama lebih kurang 2 jam ini kami habiskan untuk saling bercerita tentang keragaman Indonesia, baik dari segi ekonomi, budaya, dan sosial. Bapak Husain bercerita dengan suara keras karena suara bajaj membuat saya sulit mendengar dengan jelas. Ia ceritakan masa mudanya yang pernah mengadu nasib di Jakarta.

“Saat muda carilah pengalaman sebanyak-banyaknya nanti kalau sudah punya keluarga sendiri susah ke mana-mana, kayak bapak dulu waktu muda sudah kemana-mana keliling jawa, kerja apa saja, pokonya senang-senang” nasehat pak Husain.

“jika saya sudah berkeluarga nanti, saya akan boyong semuanya untuk melakukan petualangan pak” jawab saya.

Pak Husain tersenyum mendengar jawaban saya sambil mengaminkan.

Bapak husain mengajarkan saya tentang berbagi.

Makna berbagi baginya adalah tidak melulu tentang materi. Dengan membagika pengalamannnya melalui cerita sudah cukup membuatnya menjadikan hidup lebih hidup lagi  dan bermanfaat bagi orang lain. Saya terbawa semangat bapak Husain yang telah mau membagikan pengalaman hidupnya dengan saya yang baru saja dikenal.

Terimakasih bapak Husain perjalan kami berpisah di depan gerbang PDAM (perusahaan daerah air minum) kecamatan Woha, kab Bima. Pak Husain mengantarkan saya sampai ke Kecamatan Woha padahal ia mau ke desa Tente, ia mengantarkan saya sampai tujuan meskipun melewati tempat tinggalnya.

Sinyal saya datang

Alhamdulillah akhirnya sampai juga di tempat yang berlimpah sinyal....

Saya tidak membawa barang lain selain handpone android, carger, dan uang di saku rompi. Saya mesti meloncat, untuk bisa turun dari bento. Hoppp.... “terimakasih bapak Husain lain kali main lagi ya di desa Paradowane” ucap saya.

Pak Husain melempar senyumnya sambil menjalankan mesin bento, saya senang sekali mengenal Pak Husain.

Terakhir saya melihat handpone android batrenya sudah habis jadi saya berinisiatif mampir ke rumah bapak Amir, ia adalah kepala Dikmen Dikpora Bima. Saat menyebrang saya sambil merogoh-rogoh kantong rompi hijau. Ternyata handpone android sudah raib, sepertinya terjatuh saat di jalan karena getaran bento terlalu kencang. Sehingga mengeluarkan handpone android tanpa terasa. Saya panggil lagi pak Husain yang belum jauh berjalan dengan bentonya.

“Ada apa”?

“Android saya raib, saya cek di belakang bento ya pak”

Jok-jok di bento saya angkat bersama dengan pak Husain ternyata tidak ada. Kemungkinan hilang di jalan.

“Kalembo ade mbak Ami” ujar pak Husain

“Iyo tah pak” jawab saya.

Perjalanan belum berakhir

Mbak....

Teriak dari sebrang jalan. Namanya Arif, Ia adalah salah satu koordinator relawan Kelas Inspirasi Bima (KI) 2. Akhir-akhir ini saya sering melakukan diskusi bersama dengan para relawan KI Bima 2.

 “Hay mbak..... mau kemana?

“Mau cari sinyal, tapi handphone saya raib bang” jawab saya.

“Mau bantu saya mencarinya?”

“Ayo mbak saya bantu, tapi mungkin sudah tidak akan ketemu mbak”.

“Seengaknya kita berusaha, barangkali yang hilang akan ketemu” sahut saya.

Bergegas saya menaiki sepeda motornya dan menyisir jalan untuk mencari handpone yang terjatuh.

Sepanjang jalan bang Arif berkali-kali mengingatkan  saya bahwa handpone pasti sudah hilang. Pasti sudah ada menemukan. Saya menyakinkan kembali seengaknya kita sudah berusaha.

Hari mulai gelap perjalanan sudah semakin jauh. Jalan yang berbukit-bukit sudah kami lewati. Monyet-monyet sudah naik lagi ke atas bukit. Babi hutan sudah mulai turun ke jalan saat hari gelap dan jalan kini sudah mulai sepi tidak ada kendaraan yang lalu lalang.

Tepat di atas Pela Parado motor yang mengantarkan ke desa berhenti,  pela parado  adalah bendungan besar pembangkit tenaga listrik yang ada di kecamatan Parado. Untuk pengendara dapat menikmati pemandangan pela Parado dari atas bendungan. Dari atas sangat cantik sekali, dikelilingi oleh bukit-bukit yang rimbun oleh pohon kemiri dan pohon jati. Saat memasuki jalur ini saya merasakan seperti perjalanan menuju Taman Safari  banyak hewan-hewan yang naik turun dari atas bukit. Perjalanan berliku-liku juga tikungan tajam membuat pengendara berjalan dengan sangat hati-hati.

“mbak kalau menumpang mobil pick up itu mau?” sambil menunjuk ke arah mobil yang ada di depan kami tanya bang Arif.

“Mana-mana sudah saya bisa nii” sahut saya dengan bahasa Bima yang masih belepotan. Saya tidak bisa menahan ia untuk meminta diantarkan sampai ke desa karena hari sudah mulai larut malam. Saya sungguh beruntung sudah sore tapi masih mendapatkan tumpangan meskipun tidak sampai rumah.

Hopp...hyaah

Saya mulai menaiki mobil pick up di jalan atas Pela Parado

“Terimaksih bang Arif, hati-hati di jalan ya”

Mobil pick up tua yang sudah diisi oleh ina-ina yang usai menghadiri acara pernikahan kerabatnya menemani saya dalam perjalanan menuju desa Parado Wane.

Udara di Parado mulai terasa dingin, iya jika hari mulai gelap Parado terasa dingin sekali.

Saya semakin sadar setiap apa yang kita miliki adalah titipan Allah Ta’ala.

“Kepunyaan Allah-lah segala yang ada di langit dan di bumi; dan kepada Allahlah dikembalikan segala urusan.” (QS 3. Al-Imran;109)

Meskipun misi saya belum terlaksana, untuk mengirimkan video ajakan pulang kampung. Lewat angin bertiup dalam dekapan gelapnya Pela Parado saya titipkan rindu anak-anak dan masyarakat Parado kepada Pengajar Muda (Marlita, Petra, Rika, Novia) yang telah mengabdikan untuk masa depan yang jauh lebih baik, mereka merindukan cengkrama bersama, rindu menyiapkan pertanyaan-pertanyaan untuk ibu guru yang menginspirasi, rindu dengan kelas yang selalu hidup, rindu berjalan berkilo-kilo bersama, rindu dengan pengajaran yang berbeda, rindu tantangan yang diberikan, rindu cinta, rindu kasih sayang, rindu semangat, rindu optimisme, rindu kasih sayang dan masyarakat tidak pernah lupa upaya yang telah dilakukan. Sungguh mereka rindu.

Mereka menitipkan rindu untuk seluruh Pengajar Muda


Cerita Lainnya

Lihat Semua