Lima Perasaan PM Ketika Minggu Transisi
AfifAlhariri Pratama 28 Juni 2015
Transisi adalah salah satu proses yang harus dilalui oleh setiap Pengajar Muda (PM). Kalau boleh dikatakan, transisi ini semacam ospek perkuliahan untuk menyambut PM yang baru oleh PM lama. PM baru ini akan dijelaskan tentang kondisi desa setempat baik itu geografis dan sosiologis. Tantangan yang akan dihadapi beserta dengan saran – saran strategis apa yang harus dilakukan. PM baru, sebaik apapun PM lama menjelaskan, yang namanya ingin masuk ke lingkungan baru, banyak perasaan – perasaan yang berkecamuk di dalam dada. Mari kita mencoba check in “Bagaimana perasaan PM ketika masa transisi?”.
1. Tidak siap dan bingung.
“Bener nih gue udah desa?”.
“Bisa gak yah gue hidup di desa?”.
“Apa yang harus gue lakukan?”.
Pertanyaan – pertanyaan tersebut mungkin bisa mewakili perasaan PM saat minggu – minggu transisi di desa. Tidak bisa dipungkiri bahwa pelatihan intensif Indonesia Mengajar selama 7 minggu ternyata belum bisa memberikan jawaban terhadap kebingungan PM.
“Pelatihan selama ini terlalu fokus pada hal – hal pedagogis loh, bang. Sementara untuk di masyarakat gue gak tau mau buat apa”. Ujar salah seorang PM ketika saya tanya bagaimana perasaan dia ketika transisi.
Salah satu teman juga ada yang berkata bahwa setiap hari ketika bangun tidur, ia harus memikirkan apa yang harus dilakukan. Di kepalanya seolah telah ada jadwal – jadwal dalam sehari yang harus dilaksanakan agar tidak vakum. Malah ada yang bingung ingin memulai dari mana. Sebab warisan program di kabupaten masih banyak dari PM sebelumnya, sementara kondisi geografis yang daerah perairan (laut) sehingga menyulitkan PM untuk mobilisasi.
Kebingungan pula hadir saat merumuskan program kerja di desa. Sebab dari PM sebelumnya tidak ada timeline untuk memberikan gambaran jadwal program. Sehingga PM yang sekarang harus secara mandiri mengkalibrasi, menentukan sendiri gambaran jadwalnya.
2. Takut dan kuatir
“Gimana dong?. Kalau gue nanti diperkosa gimana?. Soalnya daerah gue sawit – sawit gitu. Kan banyak tuh kejadian di sawit – sawit”. Saya yang mendengar curhatan seorang teman ini langsung shock tidak tahu ingin menanggapinya seperti apa. Pertama karena kok dia kepikiran hal seperti itu. Kedua, tapi ada benarnya juga, sih. Terutama wanita, rata – rata ketakutan yang timbul adalah tentang ketidakpercayaan terhadap orang baru. Ada yang mengatakan bahwa kadang ia takut ketika mandi, takut ada yang mengintip, meski telah menggunakan basahan.
Ketakutan selanjutnya, ini bersifat umum, adalah penerimaan masyarakat desa terhadap PM. Hal yang sudah lumrah ketika masa transisi seorang PM itu dibanding – bandingkan dengan PM sebelumnya. Perbandingan itu baik secara personal maupun program. Terlebih lagi ketika berada di masyarakat yang memiliki ekspektasi besar terhadap PM. Seorang teman berkelakar bahwa menjadi PM di desa itu harus tahu segalanya.
“Bisa gak yah aku kayak PM sebelumnya?. Yang dikenal di desa maupun di kecamatan?”. Ujar salah seorang teman yang galau karena PM sebelumnya sangat terkenal di desanya.
3. Tercerahkan
Awalnya ia adalah PM kategori satu dan dua seperti di atas ketika masa pelatihan. Ia adalah orang yang sedang kebingungan tentang apa yang harus dilakukan di penempatan nanti. Ia juga memiliki ketakutan terhadap kondisi masyarakat di desa. Namun ketika masa transisi selama dua minggu, ia merasa apa yang dibingungkan dan ditakutkan, telah memiliki jawabannya. Seperti ada cahaya yang turun dari langit, petunjuk – petunjuk satu persatu turun ke dalam kepala melalui PM sebelumnya. Matanya berbinar karena telah menemukan “wahyu” yang turun dari langit. Ia yang sedari awal sedang dalam kondisi kutub negatif, perlahan – lahan berubah menuju kutub positif.
4. Biasa saja
Saya tidak tau bagaimana mendeskripsikannya. Ketika saya tanya bagaimana perasaan ketika masa transisi?. Dengan cuek dan santai dia berkata “Biasa aja”.
PM PM seperti ini mungkin PM yang kategori woles tingkat dewa. Mungkin dia sudah terbiasa menghadapi kondisi seperti ini. Dimana dia harus beradaptasi dengan lingkungan baru. Pengalaman – pengalaman hidup yang dihadapi mungkin saja membuat dirinya tidak khawatir. Selama itu tidak berdampak buruk baginya, mungkin ia masih tetap santai berkata “biasa aja”.
5. Senang
Ini adalah PM tralala trilili. Ketika transisi ia selalu riang gembira. Apapun yang terjadi di hadapannya selama satu tahun ke depan nantinya, akan ia hadapi dengan senyuman. Terlebih lagi mungkin ketika masa transisi, PM sebelumnya mengemas proses tersebut dengan cara yang menyenangkan. Misalnya jalan – jalan sambil orientasi medan, rapat di cafe, mandi – mandi di sungai. Proses tersebut semakin membuat ia semakin bersemangat dan bergembira.
Terakhir mari kita check out. “Apa yang anda rasakan ketika membaca perasaan PM di atas?”.
Dimulai dari saya, lima hal tersebut mungkin tidak mewakili perasaan PM secara keseluruhan selama proses transisi. Namun yang mesti digarisbawahi adalah PM juga manusia, punya rasa punya hati, jangan samakan dengan pisau belati. Mereka juga punya perasaan takut dan kuatir. Mereka bisa saja terlihat tertawa di media sosial, namun dalam kepalanya sedang bergulat dengan perasaan takut. Meski konon kabarnya mereka adalah pemuda pemudi terbaik bangsa, yang terpilih dari ribuan aplikan. Namun sekali lagi, PM adalah manusia biasa.
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda