Bupati Mengajar

AfifAlhariri Pratama 16 Januari 2016

“Tepuk semangat!”. prok prok prok “Seee!”. prok prok prok “Maa!”. Prok prok prok “Ngaat!”. “See..ma..ngat!”.

Riuh kelas di Kamis pagi pukul 10.00 Wib oleh tepuk semangat anak – anak. Sebuah tepuk yang dipercaya dapat membangkitkan gairah anak – anak untuk menerima pelajaran.

Hari ini sangat spesial.

Anak – anak kelas 4,5 dan 6 duduk bersama dalam satu kelas. Duduk berdua dan bertiga dalam satu meja. Di depan, berdiri “guru” mereka. Memakai baju kemeja putih, celana bahan hitam dengan senyum kharismatik menghadap anak – anak. Setelah mengucapkan salam dan mengajak anak – anak untuk tepuk semangat, beliau mulai memperkenalkan diri.

Namanya adalah Beni Hernedi. Wakil bupati Musi Banyuasin yang kini menjabat sebagai pelaksana tugas bupati. Bersama dengan seluruh SKPD beliau mengunjungi sekolah kami yakni SDN 2 Karang Makmur kecamatan Lalan. Salah satu agenda beliau adalah mengajar di kelas.

Secara konstitusi, pendidikan adalah tanggung jawab pemerintah. Namun secara moral, pendidikan adalah tanggung jawab seluruh manusia terdidik. Bapak Beni Hernedi memberikan contoh keduanya. Secara konstitusi beliau sebagai pemegang kebijakan dan secara moral beliau mengajar ke dalam kelas memberikan inspirasi.

Tujuan beliau bukan untuk mengkerdilkan atau menggeser peran guru sehari – hari di dalam kelas. Sebab guru adalah sebuah profesi yang tak tergantikan. Dalam sebuah kesempatan beliau berkata bahwa satu jam mengajar saja rasanya sudah kewalahan, bagaimana yang sudah bertahun – tahun mengajar. Beliau ingin memberikan inspirasi kepada anak – anak betapa pentingnya memiliki cita – cita. Dengan datang langsung ke depan anak – anak, diharapkan akan menjadi booster untuk menambah gairah dan semangat dalam mengejar impian.

Bukankah dengan memiliki impian gairah hidup akan selalu terjaga?.

“Ada yang tahu apa itu bupati?” pak Beni mengajukan pertanyaan terbuka setelah beliau memperkenalkan diri. Suasana kelas diam. Anak – anak saling berbisik dengan rekan sebangkunya. Meninggalkan dengung bagai suara lebah. “Ada yang tahu?” tanya beliau lagi. Dengung semakin membesar, namun tak satupun jua tangan yang teracung untuk menjawab. “Kalau tugas bupati?”. “Tugas camat?”. Anak – anak masih saja bermain dengan dengungan.  Pak Beni kemudian menjelaskan profesi seorang bupati yang dimulai dengan menjelaskan struktur pemerintahan dari Negara hingga ke desa beserta pemimpinnya masing – masing. Dalam point kabupaten beliau lebih mengerucut memberikan pemahaman apa dan bagaimana tugas seorang bupati dan wakilnya, bagaimana cara bisa menjadi bupati dan sekilas tentang PEMILU. Tak lupa pula beliau menekankan kepada anak – anak untuk memiliki cita – cita dan tetap semangat untuk meraihnya meskipun dengan kondisi desa Karang Makmur yang menantang.

“Anak – anak. Sekarang tulis cita – citamu dan kumpul di depan. Nanti bapak minta maju satu persatu untuk membacakan cita – citanya”.

Goresan – goresan pulpen mulai menari di atas kertas. Menuliskan cita – cita. Tak lupa pula satu dua pertanyaan khas anak – anak yang meminta konfirmasi apa – apa yang ditulis di atas kertas. Masih menyisakan bunyi dengung. Bertanya dengan teman sebangku tentang cita – citanya. Tertawa malu – malu ketika salah satu teman menyebutkan cita – cita. Anak – anak mengumpulkan kertasnya di hadapan pak Beni. Tidak jauh berbeda ketika mereka mengumpulkan tugas ke meja guru. Berbondong – bondong dan melingkari meja. Tangan – tangan jahil menyolek kepada teman – temannya yang terlalu dekat dengan pak Beni. Tersenyum malu – malu kemudian lari ke meja masing – masing.

Kertas – kertas berisi cita – cita diperiksa. Senyum terlukis di wajah beliau saat membaca kertas – kertas tersebut. Memilah cita – cita mana yang akan beliau baca. Sehingga terpilihlah beberapa anak – anak yang akan maju ke depan membaca cita – cita.

“Nama saya Mivtaviani. Cita – cita saya ingin menjadi presiden”. “Tepuk tangan!”. Prok prok prok. “Nama saya Narwanto. Cita – cita saya tentra”. “Kenapa mau jadi tentara?”. Tanya pak Beni. “Karena ingin melindungi bangsa dan Negara”. “Tepuk tangan!”. “Nama saya Rendi. Cita – cita saya ingin menjadi sopir speed”. “hahahahaha”. Seisi ruangan tertawa mendengar cita – cita Rendi yang unik didengar. “Semua cita – cita bagus. Tidak ada cita – cita yang jelek. Tetapi mari kita doakan Rendi supaya lebih hebat lagi. Tidak jadi sopir lagi. Jadi juragan speed yang punya banyak sopir”. Kata pak Beni. “Aamiin!”. Anak – anak serentak mengucapkan doa.

Sekitar satu jam beliau mengajar di kelas. Memperkenalkan diri, memberikan informasi tentang profesi kepala daerah, memberikan motivasi dan inspirasi juga tak lupa memberikan keceriaan kepada anak – anak melalui tepuk semangat.

Sebuah hal yang menggembirakan ketika kepala daerah mau terjun ke sekolah – sekolah khususnya di desa – desa untuk meluangkan waktu sehari untuk mengajar. Agenda ini menjadi aktivitas wajib beliau ketika melakukan kunjungan. Sehari mengajar, memberikan inspirasi kepada anak – anak.

Sejatinya aset terbesar dari sebuah daerah bukanlah sumber daya alam, tetapi sumber daya manusia. Sehingga sudah seharusnya manusia – manusia ini menjadi pokok penting. Pendidikan menjadi salah satu corong untuk perkembangan sumber daya manusia. Mengembangkan sektor pendidikan bukan hanya tentang pembangunan infrastruktur. Tetapi datang sehari untuk memberikan inspirasi kepada anak – anak merupakan salah satu cara yang manis untuk dilakukan. Sebab ada harapan anak – anak akan mengingat moment tersebut dan menjadi memori inti di dalam otak untuk dijadikan suplai gairah dalam mengejar cita – cita.

Selalu ada harapan untuk pendidikan Indonesia yang lebih baik dengan masyarakatnya yang mau mengambil peran sesuai kemampuan dan kapasitas masing – masing. Merajut potensi untuk menutup tabir permasalahan. Sebab masalah pendidikan Indonesia tak akan ada habis dan selesai. Tetapi daripada sibuk memperlebar jurang masalah, mari membangun jembatan – jembatan potensi dengan apa yang kita miliki. Education is the most powerful weapon which you can use to change the world, kata opa Mandela.

Bupati aja mau mengajar, kamu?.


Cerita Lainnya

Lihat Semua